Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maung Siliwangi, Legenda Sunda yang Mendunia

10 Juni 2020   11:44 Diperbarui: 10 Juni 2020   12:01 5168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Prabu Siliwangi (Sumber:suryagrageonline.com)

Maung, adalah bahasa Sunda yang artinya harimau.  Binatang buas yang dijuluki Raja Hutan ini, selama ini identik dengan kehidupan urang Sunda. 

Di tatar Sunda banyak nama tempat yang diberi nama dengan kata binatang tersebut. Seperti Cimacan, Cimaung, Leuwi Maung, bahkan dalam seni budaya pencak silat dikenal juga dengan jurus Pamacan, dan Cakar maung. 

Masyarakat pun tak asing lagi dengan nama dan lambang Komando Daerah Militer (Kodam) III TNI AD yang berkedudukan di wilayah provinsi Jawa barat, selain karena lambangnya adalah kepala maung (Harimau), dan memakai nama Siliwangi. Sehingga tak syak lagi, Kodam III ini lebih dikenal dengan sebutan Kodam III Siliwangi, dan begitu akrab di telinga rakyat banyak. 

Kiprah pasukan TNI AD dari Kodam Siliwangi, dikenal seiring dengan berdirinya Republik Indonesia ini. Sewaktu Ibukota Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, pasukan Siliwangi yang saat itu masih berbentuk Divisi ikut hijrah dari markasnya di Jawa barat ke Yogyakarta.

Kemudian tatkala meletus pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948, pasukan divisi Siliwangi pun memiliki andil cukup besar dalam memadamkan gangguan keamanan yang dipimpin oleh Muso, Amir Syaripudin, dan kawan-kawannya itu. Demikian juga saat terjadinya pemberontakan DI/TII pimpinan Kahar Muzzakar di Sulawesi Selatan, pasukan Siliwangi juga yang berhasil menangkap pimpinan pemberontakan tesebut. Terlebih lagi saat memadamkan pemberontakan DI/TII di Jawa barat yang dipimpin SM Karto Soewirjo, Siliwangi semakin membumi di tatar Pasundan.

Ternyata keharuman nama pasukan Siliwangi tidak hanya di dalam negeri saja. Seiring dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, negara kita seringkali mengirimkan misi pasukan perdamaian ke berbagai negara yang sedang dilanda peperangan di bawah bendera PBB. Pada tahun 1960, pasukan perdamaian Indonesia yang diberi nama Kontingen Garuda (Konga) yang berasal dari Kodam Siliwangi yang dipimpin oleh Letkol Solichin GP ikut menjaga perdamaian di negara Kongo, Afrika. Sehingga dalam kegiatan misi perdamaian itu juga nama Siliwangi dikenal di dunia. 

 Demikian juga dengan julukan klub sepakbola Persib, urang Bandung menyebutnya Maung Bandung (Harimau Bandung). Lantaran kemungkinan besar, salah satu alasannya,  kesebelasan sepakbola kebanggaan warga Jawa barat itu pernah begitu lama menggunakan homebase-nya di stadion Gelora Siliwangi yang terletak di kota Bandung. 

Akan tetapi  mengapa maung (harimau) dan Siliwangi ini begitu kental dengan kehidupan urang Sunda?

Ternyata hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari kisah seorang raja dari kerajaan Pajajaran yang bernama Prabu Dewantaprana Sri Baduga Maharaja, atawa dikenal juga dengan nama Prabu Jayadewata, dan disebut pula sebagai Prabu Siliwangi. 

Sebagaimana yang tercatat dalam prasasti Batutulis, Prabu Siliwangi adalah putra dari Prabu Dewa Niskala, atau disebut juga Prabu Ningrat Kancana, putra dari raja Sunda Galuh yang terletak di Kawali, Ciamis, yakni Prabu Niskala Wastu Kancana, yang tercatat merupakan keturunan terahir dari Raja Linggabuana yang tewas dalam palagan Bubat akibat penolakan perkawinan putrinya Dyah Ayu Pitaloka Citraresmi dengan Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit, lantaran di belakangnya ternyata terdapat intrik politik Gajah Mada.

Berdasarkan sejarah, ibu kota kerajaan Pajajaran terletak di wilayah Bogor. Akan tetapi sebagaimana asal-usul rundayan (asal-usul keturunan)Prabu Siliwangi memiliki leluhur yang berasal dari kerajaan Sunda Galuh, maka kerajaan Pajajaran pun sebenarnya adalah merupakan penerus dari kerajaan Sunda Galuh yang sudah berdiri sebelumnya.

Sementara ihwal julukan Prabu Siliwangi sendir, menurut tradisi lama disebabkan pada saat itu warga merasa hormat dan segan, serta menjadi pantangan untuk menyebut nama sesungguhnya seorang raja, dan digunakanlah sebutan Siliwangi untuk julukan setiap raja Pajajaran kala itu. 

Adapun arti dari Siliwangi dalam bahasa Sunda, berasal dari kata "Silih" dan "Wawangi" yang artinya pengganti Prabu Wangi. Sebagaimana dijelaskan dalam Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara II/2, diungkapkan bahwa urang Sunda menganggap Prabu Sri Baduga sebagai pengganti Prabu Wangi.

Pada masa di bawah kekuasaan Prabu Dewantaprana Sri Baduga Maharaja, tercatat kerajaan Pajajaran mencapai puncak masa keemasannya. Hal itu karena Sri Baduga berpegang teguh dengan amanat kakeknya, Prabu Niskala Wastu Kancana yang tertulis dalam prasasti di Kebantenan, dan jika diterjemahkan akan berbunyi sebagai berikut: 

"Semoga selamat. Ini tanda peringatan dari Rahiyang Niskala Watu Kancana. Turun kepada Rahiyang Ningrat Kancana, maka selanjutnya turun kepada Susuhunan sekarang di Pakuan Pajajaran. Harus menitipkan ibukota di Jayagiri dan ibukota di Sunda Sembawa. Semoga ada yang mengurusnya. Jangan memberatkannya dengan dasa, calagra, kapas timbang, dan pare dongdang"

Sementara itu, sebagaimana di atas dijelaskan, konon bahwa Siliwangi bukan nama pribadi, dan hanya sebagai julukan bagi setiap raja kerajaan Pajajaran, maka tidak hanya Sri Baduga Maharaja saja yang dijuluki sebagai Prabu siliwangi tersebut. Tercatat masih ada lima raja Pajaran setelah Sri Baduga Maharaja, yakni Prabu Surawisesa (1521 - 1535), Ratu Dewata (1535 - 1543), Ratu Sakti (1543 - 1551), Nilakendra Tohaan di Majaya (1551 - 1567), Ragamulya Suryakancana sebagai raja terahir ketika pengaruh Islam mulai masuk dan meruntuhkan kerajaan Pajajaran pada 1579 M.

Oleh karena itu, jika berdasarkan catatan tersebut, bisa jadi legenda Prabu Siliwangi yang selama ini menjadi mitos bagi urang Sunda, adalah Ragamulya Suryakancana yang disebut sebagai raja terahir Pajajaran lantaran masuknya pengaruh Islam tersebut.

Sebagaimana cerita yang selama ini berkembang di tengah masyarakat Sunda, ada anggapan  Prabu Siliwangi, yang menjadi raja terahir kerajaan Pajajaran  masih hidup sampai sekarang ini. Hal itu bisa terjadi lantaran saat Prabu Siliwangi diajak untuk masuk agama Islam oleh putranya yang bernama Kian Santang, Sang Raja menolaknya dan tetap mempertahankan agama Hindu sebagai keyakinannnya. 

Lantaran Kian Santang memaksa terus, sementara raja sendiri tetap bertahan, maka sampai ahirnya Kian Santang menggunakan kekerasan agar ayahandanya mengikuti keyakinan agama yang dianutnya. Bisa jadi akibat pertentangan itu juga,  ahirnya Prabu Siliwangi memilih untuk melarikan diri dari pemaksaan anaknya. Hingga terjadilah kejar-kejaran antara anak dengan ayahnya.

Pelarian Prabu Siliwangi untuk menghindari kejaran kian Santang, berahir di sebuah hutan yang bernama Sancang, yang sekarang termasuk di wilayah kabupaten Garut, Jawa barat bagian selatan. Di hutan Sancang itulah, konon menurut legenda Prabu Siliwangi ngahyang, atawa menghilang tanpa jejak dari kejaran Kian Santang dan pasukannya.

Namun setelah peritiwa ngahyang-nya Prabu Siliwangi, di sekitar hutan Sancang ditemukan warga banyak harimau yang muncul berkeliaran. Sehingga diyakini sampai sekarang, bahwa harimau-harimau itu merupakan penjelmaan dari Prabu Siliwangi dan pengawalnya yang melarikan diri dari kejaran Kian Santang dan pasukannya. 

Begitulah ringkas kisah maung Siliwangi yang melegenda di tatar Sunda selama ini. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun