Mohon tunggu...
Arsenius Yohanes Barus
Arsenius Yohanes Barus Mohon Tunggu... Mahasiswa

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penilaian Kebijakan Indonesia dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

21 Mei 2025   07:40 Diperbarui: 13 Juli 2025   22:06 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penilaian kebijakan merupakan suatu proses sistematis yang digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana sebuah kebijakan publik berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses ini mencakup analisis atas efektivitas, efisiensi, relevansi, dan dampak kebijakan terhadap kelompok sasaran maupun sektor terkait. Penilaian kebijakan tidak terbatas pada tahap akhir implementasi, tetapi juga dapat dilakukan sejak fase perencanaan hingga pelaksanaan, sehingga memungkinkan adanya perbaikan berkelanjutan yang responsif terhadap dinamika sosial, ekonomi, dan politik. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa kebijakan yang dibuat benar-benar memberikan manfaat nyata, bukan sekadar menjadi instrumen administratif semata.

Dalam konteks pemerintahan, penilaian kebijakan memiliki arti penting sebagai dasar pengambilan keputusan yang lebih rasional dan akuntabel. Hasil dari proses penilaian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan untuk mempertahankan, merevisi, atau bahkan menghentikan suatu kebijakan tertentu. Selain itu, penilaian juga mendorong praktik tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan partisipatif, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam menilai keberhasilan maupun kegagalan kebijakan yang telah dijalankan. Dengan demikian, penilaian kebijakan tidak hanya menjadi alat refleksi administratif, tetapi juga sarana pembelajaran institusional yang penting dalam pengembangan kapasitas birokrasi.

Penilaian kebijakan memainkan peran kunci dalam mengkaji bagaimana Indonesia mengelola keterlibatannya dalam perjanjian perdagangan regional terbesar di dunia tersebut. RCEP melibatkan berbagai negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, sehingga memberikan tantangan sekaligus peluang besar bagi Indonesia dalam meningkatkan posisi tawarnya di tingkat regional. Melalui penilaian kebijakan, dapat dianalisis sejauh mana kebijakan pemerintah Indonesia dalam kerangka RCEP telah mempersiapkan sektor domestik untuk menghadapi persaingan global, sekaligus mengoptimalkan manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari kerja sama ini.

Penilaian kebijakan dalam konteks RCEP tidak hanya melihat pada aspek teknis atau administratif, tetapi juga mencerminkan komitmen Indonesia dalam memperkuat integrasi ekonomi kawasan secara berkelanjutan. Dengan pendekatan evaluatif yang cermat, pemerintah dan publik dapat memahami sejauh mana kebijakan perdagangan yang diterapkan telah mencerminkan kepentingan nasional, melindungi industri strategis, serta mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif. Oleh karena itu, penilaian kebijakan tidak hanya menjadi alat ukur terhadap hasil, tetapi juga sebagai panduan untuk merancang langkah-langkah strategis di masa depan dalam menghadapi kompleksitas kerja sama ekonomi multilateral seperti RCEP.

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia yang melibatkan 15 negara Asia-Pasifik, termasuk Indonesia. RCEP terdiri dari negara-negara anggota ASEAN serta mitra dagang utama seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Perjanjian ini mencakup sekitar 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) global dan hampir sepertiga dari perdagangan dunia. Kehadiran RCEP menjadi babak baru bagi kerja sama ekonomi kawasan yang lebih inklusif dan terintegrasi.

Indonesia memiliki peran penting dalam RCEP, bukan hanya sebagai anggota tetapi juga sebagai salah satu penggagas awal inisiatif ini sejak tahun 2011. Pemerintah Indonesia melihat RCEP sebagai sarana untuk meningkatkan daya saing nasional, memperluas pasar ekspor, dan memperkuat integrasi ekonomi kawasan. Melalui keikutsertaan dalam RCEP, Indonesia berharap dapat mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, mendorong diversifikasi ekspor, serta memperkuat posisi dalam rantai nilai regional dan global.

Salah satu manfaat utama yang diharapkan dari keikutsertaan Indonesia dalam RCEP adalah peningkatan akses pasar ekspor. RCEP menyederhanakan berbagai aturan perdagangan, termasuk penggunaan satu jenis Surat Keterangan Asal (SKA) untuk seluruh negara anggota. Hal ini akan mengurangi biaya logistik dan birokrasi, sehingga mempercepat proses perdagangan barang lintas negara. Penyederhanaan ini dinilai dapat mendorong efisiensi dan kepastian hukum bagi pelaku usaha, khususnya eksportir.

Pemerintah Indonesia memproyeksikan bahwa RCEP dapat meningkatkan PDB Indonesia secara signifikan dalam jangka panjang. Selain itu, RCEP berpotensi menciptakan surplus neraca perdagangan dan meningkatkan volume ekspor barang dan jasa Indonesia, terutama ke negara-negara yang selama ini memiliki hambatan tarif dan non-tarif tinggi. Peningkatan ekspor ini akan berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan industri nasional.

RCEP juga memberikan peluang untuk mendorong ekspor jasa Indonesia, terutama dalam sektor pariwisata, transportasi, dan jasa profesional. Indonesia memiliki potensi besar di sektor jasa, namun belum dimaksimalkan secara optimal di pasar internasional. Melalui penguatan kerangka kerja sama dalam RCEP, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperluas ekspor jasanya dan menarik lebih banyak investasi asing di sektor ini.

Salah satu keunggulan strategis dari RCEP adalah peluang integrasi dalam rantai nilai regional. Dalam era globalisasi, industri tidak lagi bersifat lokal, melainkan tergabung dalam jaringan produksi global yang kompleks. RCEP memfasilitasi pengakuan bahan baku dan komponen dari sesama anggota perjanjian, yang memungkinkan negara-negara seperti Indonesia untuk menjadi bagian penting dalam proses produksi internasional.

Indonesia dapat memainkan peran sebagai pusat manufaktur di Asia Tenggara dengan mengembangkan industri pengolahan dan hilirisasi. Jika dimanfaatkan dengan baik, RCEP bisa menjadi katalis bagi transformasi industri nasional dari berbasis komoditas mentah ke produk bernilai tambah tinggi. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah untuk meningkatkan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB nasional dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun