Mohon tunggu...
Arsenius Yohanes Barus
Arsenius Yohanes Barus Mohon Tunggu... Mahasiswa

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Tekstil hingga Produk Halal: Peluang Sinergi Ekonomi Indonesia- Bangladesh di Pasar Global

14 Mei 2025   20:36 Diperbarui: 16 Mei 2025   09:47 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diplomasi ekonomi merupakan upaya strategis yang dilakukan suatu negara melalui jalur diplomatik untuk mendorong kepentingan ekonominya di kancah internasional. Bentuknya meliputi promosi ekspor, menarik investasi asing, memperkuat kerja sama ekonomi bilateral maupun multilateral, serta melindungi kepentingan ekonomi nasional di luar negeri. Diplomasi ini memiliki arti penting karena mampu meningkatkan daya saing nasional, memperluas akses pasar, dan menciptakan ketahanan ekonomi melalui diversifikasi mitra dagang.

Dalam dunia ekonomi global yang semakin ketat, kolaborasi antara negara-negara berkembang menjadi strategi utama untuk memperkuat posisi mereka di dalam rantai nilai global. Salah satu hubungan bilateral yang memiliki potensi besar tetapi belum sepenuhnya dimanfaatkan adalah antara Indonesia dan Bangladesh. Masing-masing negara ini memiliki populasi yang besar, dengan mayoritas warga Muslim serta kekuatan ekonomi yang berbasis pada manufaktur dan produk halal. Kerja sama yang strategis di bidang tekstil dan industri halal dapat memberikan kesempatan signifikan bagi Indonesia dan Bangladesh untuk memperkuat posisi mereka di pasar internasional.

Indonesia dan Bangladesh memiliki karakteristik ekonomi yang saling melengkapi. Bangladesh terkenal sebagai salah satu eksportir utama dalam produk tekstil dan garmen di panggung global. Negara ini menjadi tujuan sentral bagi perusahaan internasional untuk memproduksi pakaian siap pakai, berkat biaya tenaga kerja yang kompetitif dan industri tekstil yang sudah matang. Sementara itu, Indonesia memiliki keunggulan dalam diversifikasi industri, yang mencakup tekstil, makanan dan minuman halal, serta kosmetik halal. Populasi Muslim yang besar di kedua negara menjadikan produk halal sebagai kebutuhan domestik sekaligus peluang ekspor yang menjanjikan.

Kesamaan dalam demografi dan budaya tersebut membuka jalan untuk sinergi dalam pengembangan produk halal. Indonesia, sebagai salah satu pemimpin dalam sertifikasi halal melalui LPPOM MUI dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dapat menawarkan standar dan kerja sama teknis kepada Bangladesh yang tengah berupaya mengembangkan sektor halal. Di sisi lain, Bangladesh, dengan kapasitas produksinya yang luas, dapat menjadi mitra manufaktur bagi produk halal dari Indonesia yang ingin bersaing di pasar global.

Dalam konteks ini, diplomasi ekonomi menjadi landasan utama dalam membangun sinergi strategis antara kedua negara. Indonesia, dengan potensi besar di sektor industri halal, dan Bangladesh, sebagai produsen tekstil terkemuka dunia, memiliki peluang besar untuk saling melengkapi. Melalui kerja sama yang difasilitasi oleh diplomasi ekonomi, kedua negara dapat memperluas akses ke pasar global, khususnya di wilayah dengan permintaan tinggi terhadap produk halal dan tekstil seperti Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan.

Peran aktif perwakilan diplomatik seperti kedutaan besar, atase perdagangan, dan forum bisnis bilateral turut menjadi katalisator dalam membuka peluang investasi, pertukaran informasi, dan penghapusan hambatan perdagangan. Dengan demikian, diplomasi ekonomi tidak hanya memperkuat hubungan bilateral, tetapi juga mendorong kolaborasi konkret yang menguntungkan kedua negara di tingkat global.

Industri tekstil seringkali dipandang dari sudut pandang kompetitif. Namun, kerja sama dalam sektor ini bisa membuka peluang untuk perluasan pasar dan peningkatan efisiensi produksi secara keseluruhan. Misalnya, Indonesia memiliki kelebihan dalam memproduksi bahan baku tekstil seperti rayon dan serat sintetis. Di sisi lain, Bangladesh unggul dalam pemrosesan dan ekspor pakaian yang sudah jadi.

Dengan terciptanya kemitraan yang saling menguntungkan, Indonesia dapat mengekspor bahan bakunya ke Bangladesh untuk diolah menjadi produk akhir yang akan dipasarkan secara global. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan volume perdagangan antara kedua negara tetapi juga memperkuat daya saing produk Indonesia dan Bangladesh di pasar Eropa, Amerika Serikat, dan Timur Tengah. Selain itu, kolaborasi dalam pelatihan tenaga kerja, transfer teknologi, dan investasi lintas negara di sektor tekstil juga dapat memperkuat daya saing industri secara keseluruhan.

Pasar halal global diperkirakan akan mencapai lebih dari USD 3 triliun pada tahun 2030, meliputi sektor makanan, minuman, kosmetik, farmasi, hingga pariwisata. Dalam konteks ini, baik Indonesia maupun Bangladesh berpotensi menjadi pemain kunci. Indonesia sudah membangun ekosistem halal yang meliputi aspek regulasi, sertifikasi, dan promosi ekspor. Bangladesh, dengan dukungan dari pemerintah, telah mulai mengembangkan kawasan industri halal dan berusaha menarik minat investor dari berbagai negara Islam.

Sinergi antara Indonesia dan Bangladesh di sektor halal dapat dimulai dengan harmonisasi standar halal, kerja sama dalam promosi produk halal di pasar pihak ketiga, dan pembentukan platform perdagangan bersama. Misalnya, Indonesia dapat berperan sebagai pusat sertifikasi dan branding, sementara Bangladesh akan menjadi basis produksi yang efisien. Keduanya dapat menargetkan pasar di negara-negara anggota OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) serta komunitas Muslim yang terus berkembang di Eropa dan Amerika Utara.

Meskipun terdapat banyak peluang yang tersedia, kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Bangladesh masih dibayangi oleh berbagai tantangan struktural dan operasional yang menghambat optimalisasi potensi bilateral. Salah satu kendala utama adalah hambatan perdagangan, baik yang bersifat tarif maupun non-tarif, seperti kebijakan proteksionis, kuota impor, serta persyaratan teknis yang rumit. Selain itu, keterbatasan infrastruktur logistik, termasuk jaringan transportasi yang belum terintegrasi dengan baik, fasilitas pelabuhan yang belum memadai, dan sistem distribusi yang tidak efisien, turut memperlambat arus perdagangan antara kedua negara. Lebih jauh lagi, perbedaan dalam sistem regulasi, termasuk standar produk, prosedur kepabeanan, dan kerangka hukum investasi, seringkali menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun