Mohon tunggu...
ari rizal
ari rizal Mohon Tunggu... -

Saya seorang wartawan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Revolusi Sandal Jepit

8 Januari 2012   09:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:10 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEORANG bocah datang sendiri ke sebuah rumah sederhana di pemukiman padat Jakarta. Setiap langkahnya disorot dengan pasti oleh kamera wartawan sebuah stasiun televisi swasta. Wajah lugunya terlihat kikuk, baru pertama mungkin masuk tivi. Tapi, yang paling disorot tentu saja kantong plastik hitam yang dibawanya.

" Papa yang nyuruh..." ujar bocah itu terbata ketika ditanya wartawan tivi. Ia menjadi salah seorang yang menyumbangkan sandal jepit untuk gerakan solidaritas 100 sandal membela Aal, seorang pelajar di Palu yang didakwa sebagai pelaku pencuri sandal. Selama berbulan-bulan, Aal menjadi orang terhukum. Kasusnya disidangkan di pengadilan setahun kemudian. Ia divonis bersalah, namun tidak ditahan. Namun, Aal seperti berada dalam penjara selama proses hukum panjang yang harus dijalaninya.

Kasus Aal menjadi peristiwa menarik di awal 2012. Media-media internasional bahkan menyebutkan rakyat Indonesia mendapatkan simbol baru atas perlawanan terhadap ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Simbol itu adalah sandat jepit. Kasus Aal menyulut solidaritas ribuan orang di seluruh Indonesia yang berbondong-bondong mengumpulkan sandal sebagai bentuk perlawanan.

Kisah Aal mengingatkan kita pada kasus Prita Muliasari. Ia ibu rumah tangga yang harus dipenjara gara-gara berkeluh kesah di internet. Prita melawan tembok besar kekuasaan 'bisnis' yang memayungi rumah sakit. Kasus Prita itu kemudian menyulut solidaritas publik yang melahirkan gerakan koin untuk Prita yang didakwah harus mengganti uang ratusan juta atas keluh-kesahnya. Koin kemudian menjadi simbol perlawanan orang-orang kecil atas diskriminasi dan penindasan.

Gerakan koin untuk Prita bermetamorfosa dalam gerakan koin untuk Balqis. Bayi yang tak memiliki biaya untuk pencangkokkan hatinya, ketika negara tak mampu membiayainya. Uang untuk operasi bayi itu hanya Rp semiliar, itu tak seberapa jumlahnya dibandingkan besarnya APBN atau biaya untuk beli bensin mobil mewah pejabat negara. Tapi, negara tak punya uang untuk mengobati rakyatnya. Uang habis untuk para koruptor. Koin untuk Balqis menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakpedulian negara atas rakyatnya.

Apalah artinya uang receh, apalah artinya sandal jepit. Namun, rakyat punya cara sendiri untuk memperlihatkan kekuasaannya. Sejatinya, rakyatlah pemilih kekuasaan. Negara dengan para pelaksanannya hanyalah pelayanan. Ketika pelayanan hendak berkuasa, maka rakyat akan melawan. Dan rakyat tidak perlu orang-orang besar sebagai pahlawannya, ia tak perlu simbol pemimpin besar, pemimpin agung, pemimpin berbintang. Inilah sebuah revolusi baru yang digerakkan di era postmo.

Sebuah revolusi besar terjadi nun jauh di Timur Tengah. Revolusi yang meruntuhkan banyak diktator itu dimulai di Tunisia. Menjalar ke Mesir, Libya, Suriah, Yaman, bahkan sebagian besar dunia Arab. Dan gerakan besar itu tidak dimulai oleh seorang pahlawan besar. Revolusi Tunisia yang dikenal dengan revolusi melati, dimulai oleh seorang pemuda penjual sayur yang mati membakar diri.

Rakyat tidak butuh orang-orang besar sebagai pahlawannya. Karena itu, orang-orang yang merasa besar atau berkepala besar dengan kekuasaannya harus berpikir ulang atas niatnya menindas orang-orang kecil. Si kecil itu kelak akan menjadi pahlawan. Saat ini eranya orang-orang kecil sebagai pahlawan, karena revolusi sandal jepit sudah digulirkan.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun