Saya awalnya agak kaget ketika membuka mesin pencarian Google pada Sabtu (31/5/2025) pagi. Terlihat di mesin pencarian Google ada nama Shuniyya Ruhama nangkring di paling atas. Mulanya, saya tak mengenal siapa Shuniyya Ruhama ini. Tapi begitu saya coba mencarinya, muncullah sederet ulasan mengenai Shuniyya Ruhama. Beberapa artikel menulis bahwa yang bersangkutan adalah waria. Bahkan, ada yang menuduh bahwa Shuniyya ini merupakan seorang transgender. Sampai di sini, saya sih masih tak ambil pusing. Tapi yang membuat saya sedikit agak kaget ketika Shuniyya Ruhama disebut sebagai pendakwah. Pertanyaan kemudian muncul, bagaimana mungkin seorang waria atau transgender bisa menjadi pendakwah yang membawa embel-embel Islam. Bukankah Islam menentang keras adanya pria yang menyerupai wanita? Apalagi yang bersangkutan ini lekat dan identik dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam tertentu.
Untuk mencari tahu kebenaran informasinya, saya mencoba mengulik latar belakang Shuniyya Ruhama ini. Saya Googling akun instagram, dan cari seperti apa latar belakangnya. Sepintas, ketika kita melihat akun media sosial yang bersangkutan, Shuniyya Ruhama ini terlihat menggunakan hijab. Ia berpenampilan layaknya wanita muslimah. Namun, karena pemberitaan soal Shuniyya ini cukup massif, sejumlah warganet pun ada yang 'mampir' di kolom komentar Instagram Shuniyya Ruhama. Isi komentarnya pedas-pedas sekali. Ada yang sekadar memberi saran, ada juga yang menghujatnya habis-habisan.
Bahkan, ada yang mengutuk Shuniyya Ruhama. Soal kutuk mengutuk, saya tak ingin terlibat. Saya juga tak mau menghakimi seseorang, karena saya bukan hakim, apalagi Tuhan. Yang saya ingin tahu adalah kebenaran tentang sosok Shuniyya Ruhama ini. Bila melihat ulasan berbagai media massa, Shuniyya ini punya pendidikan yang cukup mentereng. Ia merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM). Disebutkan bahwa, Shuniyya ini menyandang gelar Sarjana Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM. Bahkan, ia meraih predikat cumlaude (IPK 3,56) ketika lulus.
Bukan cuma itu saja, selain merupakan lulusan kampus ternama, Shuniyya ini juga seorang pengusaha batik. Ia pun pernah menulis sebuah buku berjudul “Jangan Lepas Jilbabku! Catatan Harian Seorang Waria”. Menurut hemat saya, ini pula yang kemudian mendukung soal pelabelan dirinya sebagai seorang waria. Ia juga kabarnya sempat tercatat sebagai Sekjen Yayasan Putri Waria Indonesia. Namun begitu, terlihat Shuniyya ini kerap berfoto dengan embel-embel Nahdlatul Ulama (NU).
Kondisi Langka Ambigous Genital
Di tengah ramainya komentar miring warganet terhadap Shuniyya Ruhama ini, muncul seorang pria bernama Jordan Jayden Jemima. Pemilik akun Instagram @jordanjaydenjemima ini mengaku sebagai rekan sejawat dari Shuniyya Ruhama. Jordan bilang, ia dan Shuniyya satu kampus di UGM, tapi beda jurusan. Dalam kolom komentar itu, Jordan menegaskan bahwa Shuniyya Tuhama ini bukanlah waria, apalagi transgender. Jordan bahkan menegaskan, bahwa Shuniyya ini sebenarnya memiliki kondisi fisik yang sangat langka. Jordan menyebut kondisi fisik yang sekarang dialami Shuniyya disebut Ambigous Genital.
Bila merujuk pada penjelasan medis, Ambigous Genital adalah kondisi kelamin ganda. Website alodokter menjelaskan, bahwa kelamin ganda dapat disebabkan oleh gangguan hormonal selama masa kehamilan atau akibat kelainan kromosom. Kelamin ganda merupakan bagian dari disorder of sexual development (DSD). Kelamin ganda umumnya tidak berbahaya, tetapi bisa menimbulkan gangguan psikis dan sosial saat penderitanya menginjak usia dewasa. Namun, kelamin ganda yang disebabkan oleh kelainan pada kelenjar adrenal (hiperplasia adrenal kongenital) perlu segera ditangani.
Perlu diketahui, jenis kelamin bayi ditentukan oleh gabungan kromosom sel sperma ayah dan sel telur ibu saat pembuahan. Jika pada masa pembuahan janin menerima satu kromosom X dari ayah dan satu kromosom X dari ibu, maka janin akan memiliki dua kromosom XX dan berjenis kelamin perempuan. Sementara itu, jika janin menerima satu kromosom X dari ibu dan satu kromosom Y dari ayah, maka janin akan memiliki kromosom XY dan berjenis kelamin laki-laki.
Gangguan hormonal ibu selama masa kehamilan atau kelainan genetik pada bayi bisa menyebabkan terjadinya kelamin ganda. Namun, pada beberapa kasus, penyebab terjadinya kelamin ganda tidak diketahui dengan pasti. Nah, apa yang dialami Shuniyya Ruhama ini diduga berkaitan dengan Ambigous Genital atau kelamin ganda. Untuk membantu mendapat kepastian soal jenis kelaminnya, Shuniyya disebut sempat dibantu oleh dosen di UGM. Dosen tersebut memfasilitasi perjuangan ikhtiar Shuniyya ke ahli Genital, ahli genetik dan Urologi RS Sarjito. Menurut Jordan, dari hasil pemeriksaan, bahwa hormon Shuniyya ini dominan perempuan. Karena itu pula, Shuniyya kemudian diduga berpenampilan layaknya perempuan.
Kasus Aprilia Manganang
Kasus mirip Shuniyya ini juga pernah terjadi terhadap seorang anggota TNI bernama Aprilia Manganang. Awalnya, Aprilia Manganang ini adalah perempuan. Namun kondisi fisiknya sangat mirip laki-laki. Aprilia memiliki tubuh berotot layaknya laki-laki. Mabes TNI kemudian membantu Aprilia melakukan pemeriksaan medis. Hasilnya diketahui kala itu bahwa Aprilia Manganang ini memiliki kondisi medis hipospadia berat, di mana lubang kencingnya (uretra) tidak pada lokasi yang normal. Tidak di ujung kemaluan, tetapi di pangkal kemaluan. Namun, setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, diputuskan bahwa Aprilia Manganang ini adalah seorang pria. Namanya pun berubah seiring dengan pergantian status kelaminnya. Aprilia Manganang kemudian mengubah nama menjadi Aprilio Perkasa Manganang. Nama Perkasa merujuk pada mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa.
Sebab saat itu, Jenderal (Purn) Andika Perkasa yang sangat konsern membantu prajuritnya tersebut mendapatkan kepastian soal status kelaminnya. Setelah bergani status kelamin, Aprilio Manganang pun menikah. Nah, soal Shuniyya Ruhama ini, agaknya perlu dilakukan pemeriksaan ulang. Hasil pemeriksaan sebenarnya perlu disampaikan ke publik. Meski tidak ada kewajiban bagi Shuniyya, tapi hal ini perlu dilakukan untuk meluruskan informasi yang beredar di tengah masyarakat.