Saat menuliskan ini, Kota Kupang lagi sedang hujan deras, bahkan lagi badai. BMKG memang sudah mengingatkan sebelumnya bahwa ada bibit siklon selama beberapa hari menjelang penghujung tahun.
Saya memang kuatir soal kondisi alam ini, tetapi tidak sekuatir jika peringatannya adalah tentang datangnya badai seroja yang pernah memporak-porandakan kota.
Badai Seroja pada Maret lalu memang menakutkan siapapun yang mempunyai napas. Preman paling hebatpun di Kota Kupang saya percaya pasti akan memanjatkan doa.
Segarang, dan sekeras batu karangpun, jika soal alam, maka tak ada yang hebat.
Di tengah derasnya hujan ini, saya lalu membaca linimasa twitter yang kebetulan topiknya membahas tentang gesture dari Il Capitano, kapten Timnas Indonesia Asnawi Mangkualam saat merespon kegagalan penalti pemain Singapura dalam laga semifinal Piala AFF 2020 yagn berakhir dengan kemenangan Indonesia, 4-2.
Yang menyaksikan laga dramatis tadi malam itu pasti ingat. Asnawi memegang tangan Faris Ramli, sang eksekutor dan mengucapkan sesuatu.
Terbelah dua pendapat tentang gestur Asnawi. Ada yang merasa bahwa tindakan Asnawi itu biasa saja, dan banyak juga yang merasa bahwa tindakan Asnawi itu tidak sopan, tidak menghormati lawan dan sebagainya. Asnawi bahkan diminta tidak menjadi kapten lagi. Aih.
Saya kira, pendapat kedua, terlalu berlebihan, dan herannya dilakukan oleh pendukung timnas sendiri.
Apalagi setelah yang diucapkan Asnawi diketahui adalah ucapan "terima kasih". Ini malah perlu dicontoh.
Saya kira kita setuju bahwa di lapangan hijau, mengucapkan "terima kasih" itu sebuah kebaikan, di tengah ucapan-ucapan lain yang tak tertangkap kamera, dan terjadi di lapangan hijau, dan tidak pernah dikomentari terlalu berlebihan seperti ini. Â