Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Akhirnya Anthony Ginting Kandas, Chen Long Tampil Sempurna

1 Agustus 2021   13:18 Diperbarui: 1 Agustus 2021   13:54 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anthony Ginting Dikalahkan Chen Long di Semifinal Olimpiade Tokyo 2020I Gambar : ANTARA via Kompas.com

Seperti koor paduan suara, orang rumah yang menyaksikan laga antara Anthony Ginting melawan Chen Long  di semifinal Olimpiade Tokyo 2020 berkata; Ginting sudah berusaha tetapi Tuhanlah yang menentukan.

Ah, frasa ini memang benar, jika bicara perspektif takdir, tetapi jika bicara soal teknis, maka sesederhana ini; Chen Long tampil lebih baik dari Ginting, bahkan menurut saya mendekati sempurna.

Di rumah, saya bisa dikatakan paling optimis bahwa Ginting akan menang akan Chen Long, bahkan saya berkoar bahwa kemenangan atas Chen Long bisa dikatakan akan lebih mudah dari kemenangan atas tunggal Denmark, Anders Antonsen.

Ada dua alasan, pertama, head to head Ginting atas Chen Long yang tergolong baik. Ginting menang 8 kali dari 12 pertemuan atas Chen Long. 

Tulisan berbagai media bahkan menyanjung Ginting sebagai satu dari dua orang di muka bumi yang bisa melakukan itu. Salah duanya adalah Lee Chong Wei. Hebat kan?

Alasan kedua adalah gaya permainan Ginting. Saya kira ini adalah faktor yang utama. Ginting tidak disukai oleh Chen Long karena Ginting sering mengajak duel di depan net. 

Netting Ginting sering membuat Chen Long mati langkah dan tidak mampu mengembalikan dengan baik.

Akan tetapi dua catatan itu hancur-sehancurnya dalam laga semifinal tadi. Yang di atas kertas catatan head to head, kepala ke kepala, jadi seperti kaki ke kaki, tak ada guna, karena Chen Long malah melibas Ginting dengan mudah, straight set, 21- 16, 21- 10.

Soal pola permainan. Hmm, ini yang saya bahkan tak habis pikir. Chen Long tampil tanpa cela di depan net, bahkan membuat Ginting terpaksa banyak melakukan banyak kesalahan sendiri di daerah kekuasaannya tersebut.

Ginting memang sempat merubah pola permainan dengan bermain agresif di interval kedua, tujuannya adalah menyerang kedua sisi Chen Long dengan smash tajamnya. Ternyata, roh apa yang memasuki Chen Long, pertahanan Chen Long kuat sekali.

Anthony Ginting dibuat frustrasi, tak ada obat lagi bagi Ginting. 

Di set kedua, dengan gaya permainan tersebut, Chen Long bahkan unggul jauh hingga 20-10, dan Ginting sudah nampak sangat kelelahan. Akhirnya set kedua ditutup dengan 21-11.

Kekuatan Mental Ginting yang Belum Siap Dibanding Chen Long

Apa yang sebenarnya terjadi? Sedari awal, saya sadar bahwa Olimpiade ini memang khusus, ingin menjadi nomor satu disini, harus siap bukan saja soal teknis tetapi secara mental. Mental Ginting belum siap dengan tekanan yang menyertainya.

Ginting memang sangat diharapkan melangkah lebih jauh. Prestasinya sampai ke semifinal, adalah pencapaian luar biasa karena mengakhiri penantian selama 17 tahun. Ginting menyamai pencapaian Taufik Hidayat dan Sony Dwi Kuncoro di Olimpiade Athen 2004.

Kemarin, seusai menang atas Antonsen, linimasa bergemuruh. Berharap Ginting dapat melangkah lebih jauh dan lebih hebat. Gambar diri Ginting bahkan dipasang berdampingan dengan Taufik Hidayat yang meraih medali emas di Athena 2004.

Sah-sah optimisme itu melangit, tetapi jangan sampai itu membebani Ginting. Kasihan juga. Ginting belum tentu siap dengan beban sebesar itu, dia ingin main lepas, selepas-lepasnya.

Berbeda dengan Chen Long. Optimisme kita terhadap Ginting melupakan satu hal bahwa Chen Long adalah peraih medali emas di Olimpiade Rio 2016, yang berarti Chen Long adalah juara bertahan di ajan prestisius ini.

Inilah yang membedakan Chen Long dalam laga tadi. Chen Long bisa bermain taktis dan amat tenang. Lalu perhatikan gesturnya setelah menang atas Ginting, dia santai sekali, tidak berteriak histeris, melepas raket, dan terbaring kayak mau tidur. Tidak.

Chen Long mungkin berpikir, dia sudah meraih yang terbaik di Rio 2016 lalu, jadi ini hanya seperti perjalanan ulangan, jadi tetap tenang dan santai, jangan tegang. Ini tentu saja sangat membantu.

Biasanya pelatih, atau tim pendamping memiliki cara agar menciptakan suasana seperti itu di sekeliling pemain. Seperti mengatakan bahwa anggap saja ini turnamen biasa, jangan terbeban, bermain lepas dan sebagainya.

Akan tetapi akan sulit. Kemarin saja seusai menang atas Antonsen, Ginting diwawancarai salah satu stasiun televisi swasta dan host bahkan menyebut bahwa Ginting disaksikan salah satu pejabat negara. Untuk apa? Biarkan saja, puji Ginting, tetapi jangan bebani dia dengan hal-hal sepele.

Olimpiade 2024 Masih Menunggu Ginting

Lalu bagaimana Ginting ke depannya? Saya masih sangat optimis, dan berharap Ginting dapat menuntaskan perjalanan di Tokyo dengan medali perunggu. Besok, Ginting akan berhadapan dengan Kevin Cordon, pembuat kejutan asal Guatemala.

Saya berharap, medali itu akan menjadi penanda untuk Ginting yang akan lebih baik, di Olimpiade mendatang. Banyak hal yang bisa dipelajari dari Olimpiade pertamanya ini, yang tidak bisa dikatakan buruk. Ginting tahu bagaimana mengontrol mentalnya di olimpiade sehingga akan semakin baik di ajang berikut.

Di usia yang masih 24 tahun, harapan itu tentu terbuka lebar. Bukan hanya satu olimpiade, bahkan kita masih bisa berharap untuk dua olimpiade. Lihat saja, Chen Long yang masih kuat dan perkasa di usia 32 tahun. Ginting pasti bisa melakukannya. 

Kita tunggu Ginting yang berbeda, di olimpiade berikut. Terima kasih Ginting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun