Begini isi cuitan Ferdinand yang dilaporkan;
"Hebat juga si caplin, bawa duit sekoper ke Arab, bayar ini itu beres semua. Agenda politik 2022 menuju 2024 sudah dipanasi lebih awal. Tampaknya presiden akan sangat disibukkan oleh kegaduhan rekayasa caplin demi anak emasnya si asu pemilik bus edan".
Mahfud lebih lanjut juga menyebut bahwa isu tentang kritik terhadap pemerintah ini sudah ada sejak JK menjadi Wakil Presiden, dan pemerintah nampak berada di posisi dilema.
Maksudnya dilema seperti ini, jika kritik tidak ditindak malah menjadi liar, sedangkan jika ditindak pemerintah dianggap anti kritik dan diskriminatif.
***
"Sindiran" Mahfud ini memang dilihat dari satu sisi dapat dianggap cukup telak bagi JK.
Frasa "mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi" ini nampak bagi Mahfud sesuatu yang tendensius mengarah ke pemerintah, padahal warga negara seperti JK juga dapat menggunakannya ketika merasa dirugikan---kasus dengan Ferdinand Hutahaean.
Bahkan jika ditilik lebih jauh, pernyataan Mahfud ini juga seperti mengingatkan bahwa JK pernah punya kesepahaman yang sama soal ini, terkhususnya soal isu pasal karet di UU ITE.
Di situasi Pilpres 2019 misalnya, isu tentang ini dimunculkan oleh  Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang membentuk tim khusus untuk mengkaji bahwa UU tersebut banyak disalahgunakan pihak berkuasa.
JK yang saat itu bertugas sebagai Ketua Dewan Pengarah Timses Jokowi-Ma'ruf memberikan argumentasi bahwa tidak bisa dikatakan sebagai pasal karet, Â karena masih ada seorang hakim yang punya peran penting dalam memutus kasus terkait UU ITE.
"Yang harus menafsirkan itu sehingga tidak menjadi karet ya hakim. Saya kira banyak undang-undang yang pada akhirnya hakimlah yang memutuskan apakah itu sesuai atau tidak," kata JK saat itu, dikutip dari Detik.com.