Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Memahami Lionel Messi

19 Januari 2021   08:42 Diperbarui: 19 Januari 2021   21:00 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lionel Messi seusai Kartu Merah I Gambar : edit Caughof Inside

Ingatan saya lalu kembali ke zaman di mana Messi yang baru berusia 17 tahun memporak-porandakan Los Galaticos yang masih diperkuat Zidane, Ronaldo Brasil, Beckham, Roberto Carlos, dan Raul Gonzales.

Saya menyaksikan Messi belia. Seperti seorang anak kecil yang sedang bergembira di arena permainan, Messi bermain dengan lepasnya. Dia berlari, lalu ketika bola bergulir Messi menjadi salah satu instrumen yang membentuk orkestra indah di antara dirinya Ronaldinho, Xavi, Eto'o, dan Iniesta.     

Barca di sekitar Messi lalu dibangun dengan pondasi serupa. Setelah kepergian Ronaldinho, pelayan sekaligus teman bermain Messi tetap dijaga agar membuat anak ajaib ini terus bersenang-senang. Puncaknya ketika Xavi dan Andres Iniesta, serta Neymar---yang dianggap sebagai pengganti Ronaldinho, membuat Messi mencapai puncak kegembiraannya.

Namun waktu terus berjalan. Sepeninggal Xavi dan Iniesta, beban Messi sudah bertambah berat. Neymar juga tak tahan berada di bawah bayang-bayang Messi, sehingga minta pindah ke klub lain.

Tak mengapa, Messi sudah semakin dewasa, terus beradaptasi dengan keadaan. Bersama Luis Suarez saja, Messi sudah puas, keduanya masih membuat Barca tampil cemerlang.

Akan tetapi, mau tak mau Barca tahu bahwa mereka harus bersiap untuk masuk ke era baru dan melakukan transisi pasca era Messi cs. Manajemen juga ingin lekas bersiap dan jujur bahwa era kejayaan Messi cs perlahan-lahan akan mulai redup.

Luis Suarez, satu dari sedikit orang yang memahami Messi, dipaksa dan ditendang keluar. Messi sebenarnya sama sekali tak sendirian sepeninggal Suarez. Masih ada Sergio Busquets, Jordi Alba, dan Gerard Pique. Hanya sayang, ketiganya harus diakui sudah tidak berada di puncak permainan mereka.

Sang skipper Pique sudah rentan fisik. Terus bergulat dengan cedera panjang. Busquets tanpa Xavi Iniesta seperti makanan tanpa garam, hambar. Busquets tak bisa berbuat apa-apa, kebingungan.

Sedangkan, Jordi Alba hanya bisa menjadi pelipur Messi di lapangan, dia hadir tapi sudah terbatas. Alba meskipun memahami bola seperti apa yang diinginkan Messi tapi tak bisa lagi tampil spartan sepanjang 90 menit seperti dulu.

Messi berusaha memahami bahkan mau berkorban di keadaan seperti ini. Gaya dan posisi main diubah. Dia mau menjadi target man ketika Griezmann tak sesuai ekspektasi, atau dia mau turun lebih ke dalam ketika Coutinho memang tak bisa diharap. Messi terus mencoba dan mencoba.

Akan tetapi Messi akhirnya lelah. Secara psikis Messi tahu bahwa dia tak lagi muda, secara mental dia merasa sudah tak punya partner yang sehati lagi. Sendirian tak akan mudah memikul beban yang berat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun