Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Elektabilitas Turun Drastis, Prabowo Bingung Menentukan Strategi Selanjutnya?

10 Juni 2020   06:49 Diperbarui: 10 Juni 2020   06:50 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto bersiap menyampaikan pengarahan dalam peringatan HUT ke-12 Partai Gerindra di kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2020). Kegiatan yang dihadiri oleh para kader Partai Gerindra tersebut mengangkat tema Setia Bergerak untuk Indonesia Raya.ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN

Terhadap hasil elektabilitas terakhir, Juru Bicara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak boleh mengatakan bahwa Prabowo tidak pernah memberikan perhatian serius terhadap hasil survei, akan tetapi hal tersebut bisa saja berbeda dengan kenyataannya.

Menarik melihat respon Gerindra di atas. Menurut saya, ada beberapa kemungkinan mengapa hasil survei elektabilitas atau popularitas yang penting untuk menentukan langkah atau strategi politik ke depan,  nampak (sengaja) dihiraukan oleh kubu Prabowo.

Pertama, pihak Prabowo masih sangat yakin akan terus mendapat angka elektabilitas yang tinggi; atau sebenarnya sedang bingung menentukan metode yang tepat untuk menaikkan angka elektabilitas yang turun drastis tersebut.

Hal kedua menurut saya yang paling menarik. Mengapa kubu Prabowo dikatakan akan kebingungan?

 Mari kita lihat terlebih dahulu alasan utama di balik tren penurunan telah diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.

Burhanuddin mencoba menjelaskan ada apa sebenarnya di balik penurunan drastis elektabilitas yang dialami Prabowo yang pada Februari lalu mencapai 22,2 persen namun pada Mei hanya mencapai 14,1 persen.

Penjelasan  Burhanuddin amat logis. Penurunan elektabilitas Prabowo disebabkan karena  saat pandemi Covid-19, adalah kesempatan atau panggung yang amat tepat bagi kepala daerah untuk mendongkrak popularitas.

Hal ini yang menyebabkan elektabilitas Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil naik signifikan, namun hal itu berlaku terbalik bagi Prabowo.

Dijelaskan pula bahwa sebagai Menteri Pertahanan, posisi Prabowo sulit karena tak bersentuhan langsung dengan penanganan Covid-19.

"Kepala daerah dengan populasi pemilih lebih besar, yang pintar mengambil momentum lah yang dapat insentif elektoralnya karena mereka lebih sering tampil di media," kata Burhanuddin dilansir dari  Kompas.com, Selasa (9/6/2020).

Jika pola penanganan pandemi menjadi vital untuk mendongkrak popularitas, apalagi momentum pandemi ini bisa saja akan berlangsung lama maka kemungkinan besar elektabilitas Prabowo akan terus menurun dan ini buruk jika harus bicara proyeksi untuk 2024 nanti.

Artinya, jika berdasar pada analisa Burhanuddin, posisi Prabowo saat ini tentu amat tidak strategis, bahkan terkesan ada pagar yang membatasi agar gerak Prabowo tidak dapat muncul di permukaan.

Rasanya saat terakhir Prabowo muncul di permukaan adalah  ketika dirinya ikut aktif dan tampil di depan untuk terlibat langsung pada proses pengiriman alat kesehatan dari China yang kebetulan sekali melibatkan sarana militer.

Saat itu framing yang terbentuk adalah Prabowo mampu melakukan negosiasi yang sangat baik dengan negara lain di saat pandemi covid, namun sayangnya setelah itu gaungnya perlahan mulai melemah.

Baca Juga : Mengapa Tiba-tiba Narasi Prabowo Sebagai Pengkhianat Muncul?

Lalu apa yang dapat dilakukan oleh Prabowo atau timnya sekarang? Jika kita bicara politik, maka poin penting adalah isu. 

Harus ada isu yang perlu dimunculkan sehingga Prabowo tetap populer di tengah “popularitas” yang dinikmati oleh para kepala daerah sekarang.

Isu apa itu? Saya tentu tidak tahu, harus kubu Prabowo yang memikirkannya. Namun, kebetulan sekali saat ini isu atau narasi bahwa Prabowo sebagai pengkhianat kebetulan tiba-tiba muncul, ini tentu bisa menjadi cara untuk menjaga popularitas Prabowo, meski mungkin tidak disengaja oleh kubu Prabowo.

Hal berikut yang dapat dilakukan adalah menunggu. Menunggu sampai pandemi covid-19 memang betul-betul mereda, dan aktivitas Prabowo sebagai menteri yang dapat menarik simpati dapat dijalani kembali.

Ini sungguh amat penting karena sebelum pandemi, Prabowo amat aktif menjalin kerjasama dengan negara lain di bidang pertahanan, sehingga hal itu mungkin bisa diteruskan dan kelihatan hasilnya sesudah pertemuan kembali terbuka sesudah pandemi mereda.

Sesungguhnya ada momentum jangka pendek yang masih bisa digunakan, yakni Pilkada 2020 ini yang akan berjalan serentak. Ini kesempatan untuk berkampanye sekaligus menyiapkan profil Prabowo untuk Pilpres 2024.

Jika kita amati, riak-riak tentang Pilkada ini sudah mulai bermunculan di permukaan. Jika bertindal cermat, maka momentum ini dapat dimanfaatkan sambil terus berharap agar lari kencang para kepala daerah menaikkan elektabilitas mulai melambat saat “new normal” nanti.

Referensi :  1 -2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun