Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Permenkes PSBB, Cara Jitu Pempus Mengontrol Pemda agar Tidak Seenaknya Menetapkan Status "Lockdown"

5 April 2020   09:45 Diperbarui: 5 April 2020   09:59 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Dok. Kompas.com

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020  akhirnya diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Permenkes ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Adapun PP PSBB adalah turunan dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Wilayah

Setelah diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk dikebut dalam waktu dua hari, akhirnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) ini diteken oleh Menkes Terawan Agus Putranto pada 3 April 2020 yang berisi 19 pasal..

Dalam Permenkes ini disebutkan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).

Jika diperhatikan, maka paling tidak ada dua hal besar yang terlihat krusial dalam isi Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 ini, yakni bagaimana teknis pelaksanaan di lapangan dalam hubungan aktivitas masyarakat selama status PSBB dan kedua, adalah bagaimana Pemerintah Daerah dapat menerapkan status PSBB ini.

Dalam pengamatan penulis, terutama dari penekanan pemerintah pusat, hal kedua, adalah sasaran utama dari lahirnya Permenkes ini, tanpa meniadakan vitalnya hal pertama.  Hal ini juga didukung oleh pernyataan Jokowi saat menelurkan PP tentang PSBB.

"Dengan terbitnya PP ini, para kepala daerah tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Semua kebijakan di daerah harus sesuai peraturan dan berada dalam koridor dalam PP dan keppres tersebut,"kata Jokowi.

Penulis menilai sisi ini setelah melihat bagaimana respons Kepala daerah atas terbitnya  Permenkes PSBB ini.

Misalnya, Gubenur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang merasa segera perlu menimbang  perlu tidaknya PSBB dan  akan berkoordinasi dengan daerah lain (Kota, Kabupaten) untuk memikirkan tentang penetapan PSBB ini.

"Sekarang PSBB ini harus diusulkan oleh kabupaten, kota dan provinsi ke Menkes. Ini terus melakukan komunikasi. Jadi kalau misal daerah A, B, atau C merasa perlu PSBB kita akan koordinasikan baru kita usulkan. Bukan kemudian Pemprov yang langsung," kata Khofifah di rumah dinasnya di Surabaya, Sabtu (4/4).

Mari kita simak, beberapa  pasal tentang ini, yaitu pasal 2 dan 3,

Pasal 2
Untuk dapat ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan
b. Terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Pasal 3
(1) Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota.

(2) Permohonan dari gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.

(3) Permohonan dari bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu kabupaten/kota.

Jika kita perhatikan maka Khofifah Indar Parawansa mengerti bahwa usulan status dari Kota, Kabupaten di wilayahnya tentu harus dikoordinasikan lebih dahulu di wilayah Provinsi lalu baru diteruskan ke Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Kesehatan.

"Apakah pertimbangan-pertimbangan daerah yang akan mengusulkan akan kita koordinasikan baru kita ambil keputusan berarti ini Pemprov akan mengajukan PSBB atas usulan kabupaten/kota tertentu dengan pertimbangan tertentu," ucap Khofifah lebih  lanjut.

Hal ini juga yang diminta oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kepada Walikota Tegal, Dedy Yon Supriyono  yang sudah buru-buru menetapkan status lockdown lokal di kotanya.

Sesudah terbit PP PSBB tiga hari lalu,  Ganjar sudah meminta para kepala daerah tidak buru-buru memutuskan status PSBB untuk diajukan ke Menkes Terawan. Menurut Ganjar segala aspek harus dipertimbangkan, dari koordinasi sampai kesiapan anggaran.

"Cara ini jauh lebih baik. Daripada statement dulu, nanti kebingungan. Lebih baik, menyiapkan dulu baru statement," ucap Ganjar, Kamis (2/4).

Hal ini terasa penting karena penetapan PSBB ini jika dilihat dari Permenkes PSBB khususnya dalam Pasal 7, dibutuhkan berbagai kajian seperti  epidemiologis; dan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, dan keamanan.

Pemerntah Pusat tentu akan bersikap hati-hati, karena peristiwa kegagalan lockdown di India,  disebabkan salah satunya ketika koordinasi kurang matang, dan persiapan setiap wilayah (negara bagian) untuk melakukan penetapan lockdown yang terpusat oleh PM Narendra Modi ternyata buruk sekali, termasuk di dalamnya kajian untuk penyiapan logistik dan sebagainya.

Pemerintah tentu berharap dengan adanya koordinasi, implementai di daerah yang tentu berbeda secara karakteristik wilayah dan situasi dapat efektif dilakuan, dan akhirnya tidak menimbulkan polemik di tengah masyarakat di tengah semangat untuk mencegah penyebaran covid-19.

Referensi

Referensi

Sumber Permenkes Lengkap 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun