Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

3 Faktor yang Membuat Timnas U-22 Dibantai Vietnam

10 Desember 2019   21:19 Diperbarui: 11 Desember 2019   00:27 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas U-22 Vietnam meraih Emas SEA Games setelah Mengalahkan IndonesiaI Gambar : Antara FOTO

Bukan medali emas tapi perak yang didapatkan oleh timnas U-22, sesudah dikalahkan oleh Vietnam dengan skor telak 0-3. Vietnam mencetak gol melalui Doan Van Hau (Menit ke-40 dan 71) serta gol dari Kapten tim, Do Hung Dung di menit ke-59.

Pecinta timnas pasti amat kecewa tetapi ya sudahlah, hasil tidak dapat berubah lagi. Osvaldo Haay dkk sudah berjuang sekuat tenaga, berikan penghormatan tertinggi bagi anak-anak muda ini. Mereka sudah bekerja keras sejak dari laga awal di fase grup hingga partai puncak.

Akan tetapi tak ada salahnya kita sedikit mengupas mengapa Garuda Muda dapat kembali dikalahkan oleh Vietnam di babak final? Untuk menjawab pertanyaan ini paling tidak ada 3 (tiga) faktor yang dapat dikemukakan.

Pertama, cederanya Evan Dimas. Mau tidak mau saya akan mengatakan ini sebagai faktor utama. Skenario Indra Sjafri untuk menguasai lini tengah punah setelah Evan Dimas kelar. Bola bergerak lebih banyak di belakang tetapi susah sampai di depan karena lini tengah kehilangan kreativitas tanpa Evan.

Serangan Garuda Muda menjadi monoton karena terpaksa hanya mengandalkan pergerakan sayap tanpa tusukan dari lini tengah yang mumpuni seperti yang dilakukan timnas saat melawan Myanmar.

Indra mencoba memasukan Syahrian Abimanyu, akan tetapi gaya bermain Syahrian berbeda sekali dengan Evan, pergerakan tetap lambat dan masih terlalu banyak delay yang membuat bola tertahan di lini tengah.

Ketika coach Indra Sjafri masih pusing mencari solusi, Vietnam sudah mencetak satu gol. Keadaan memang semakin sulit tanpa Evan.

Kedua, kelemahan lini belakang dalam mengatasi bola dari set piece. Ada tiga  sumber gol dari tim lawan, yakni open play, set piece atau kesalahan sendiri. 

Dua dari tiga gol Vietnam diciptakan melalui set piece. Ini berarti penyakit timnas U-22 yaitu kelemahan lini belakang tidak diobati dengan baik oleh tim kepelatihan.

Gol pertama dicetak melalui set piece setelah pelanggaran terjadi di luar kotak penalti. Pemain Vietnam, Doan Van Hau terlihat dengan mudah menyundul bola hasil crossing Hung Dung dari titik pelanggaran.

Gol ketiga juga hampir sama, bola yang sempat ditepis penjaga gawang kita, berhasil dicocor kembali oleh Van Hau tanpa kawalan berarti dari pemain belakang kita.

Jika penyakit ini tidak selesai, Garuda Muda diprediksi tidak akan ke mana-mana.  Mengapa? Salah satu kegagalan tim dalam set piece diakibatkan kelemahan postur tubuh sehingga gagal berduel udara. Menghadapi Vietnam saja sudah kesulitan seperti ini apalagi menghadapi negara-negara yang memiliki keunggulan postur tubuh,seperti negara Eropa. Perlu evaluasi mendalam tentang persoalan ini.

Ketiga, kualitas Indra Sjafri masih di bawah kualitas Park Heng-Seo. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada coach Indra Sjafri, jalannya pertandingan telah menunjukan adu taktik antara kedua pelatih, dan harus diakui pelatih Vietnam unggul atas Indra dari berbagai segi.

Park Heng-Seo memilih dengan tepat bagaimana Vietnam bermain melawan timnas Indonesia. Perhatikan bagaimana Park Heng-Seo menginstruksikan anak asuhnya untuk bermain dengan zona marking daripada man to man marking.

Park Heng-Seo, menyadari bahwa secara skill dan kecepatan pemain Vietnam mungkin kalah dari timnas kita, tetapi soal disiplin menjaga pertahanan Vietnam yang dibuat Park Heng-Seo mampu bermain ala Italia dengan cattenacio sambil menunggu kesalahan dibuat oleh timnas Indonesia.

Telak, strategi Park Heng-Seo berjalan mulus, bahkan ketika coach Indra baru menyadari bahwa merubah menjadi strategi 4-4-2 dari 4-3-3 adalah pilihan yang tepat setelah tertinggal dua gol, Park Heng-Seo sudah lebih dahulu dengan cerdas menempatkan tambahan gelandang di tengah dan mengeluarkan striker andalannya. Vietnam semakin kokoh di tengah dan membuat alur pergeralan bola pemain Indonesia menjadi tetap lamban dan lambat.

Coach Indra tidak bisa dikatakan gagal, hanya nampaknya untuk level yang lebih tinggi atau senior, kita membutuhkan pelatih yang lebih piawai untuk cepat mengambil keputusan ketika terjadi jalan buntu sekaligus memiliki fleksibilitas dalam hal formasi. 

Keunggulan Park Heng-Seo yang memang telah berprestasi dengan Vietnam, membuat suporter Vietnam tak enggan untuk mengibarkan bendera Korea Selatan di tribun.

Akhirnya, mimpi timnas U-22 meraih emas memang sudah kandas, tetapi mimpi untuk melahirkan timnas yang berkualitas jangan terus berhenti. Jadikan ini sebagai pengalaman, bangun manajemen kepelatihan yang lebih solid, niscaya keberhasilan akan datang pada waktunya.

Sayangnya bukan sekarang. Penantian 28 tahun itu harus lebih lama lagi, minimal sampai SEA Games berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun