Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menyebut Arief Poyuono Sebagai "Meriam Bambu", Di Mana Posisi Demokrat?

12 Mei 2019   13:30 Diperbarui: 12 Mei 2019   13:42 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arief Puyuono Meminta Dmeokrat Didepak I Gambar : Tribun

"Kami anggap Poyuono ini seperti meriam bambu lah, hanya meletup-letup kencang, tapi burung pipit saja tidak mati  ditembak meriam bambu. Tapi tuduhan terhadap anak-anak SBY kami anggap sangat serius" -- Ferdinand Hutaean. 

Di sebuah acara dialog di salah satu stasiun televisi, Kepala Divisi Advoasi dan Hukum Partai Demokrat , Ferdinand Hutahean terlihat emosi saat merespon tentang pernyataan Arief Poyuono yang meminta agar Demokrat didepak  hingga menyentil kasus korupsi keluarga SBY.

Ferdinand menyebut tidak menganggap Poyuono sebagai sosok yang penting di BPN Prabowo-Sandi. Untuk mendukung pernyataan ini, Ferdinand menceritakan bahwa dirinya tidak pernah  bertemu Poyuono di Kertanegara maupun di beberapa pertemuan penting BPN. "Siapa itu Arief Puyuono?" sebut Ferdinand beberapa kali.

Baiknya bagi BPN Prabowo, Ferdinand sendiri menganggap bahwa pernyataan Arief Poyuono itu adalah pendapat pribadi. Untuk diketahui, Arief Poyuono sendiri memiliki jabatan yang tinggi di Gerindra atau BPN, yaitu Waketum Gerindra.

Pertanyaan penting dari diskusi ini adalah dimana posisi Demokrat seusai kekisruhan yang terjadi? Ferdinand mengatakan bahwa karena Arief Poyuono dianggap Demokrat sebagai seseorang yang  "kurang penting", maka relasi antara Demokrat dengan  BPN Prabowo maupun Gerindra tidak ada masalah  alias masih tetap solid.

Untuk mendukung hal ini, Ferdinand lantas menjelaskan soal klaim kemenangan 62 persen yang dianggap internal demokrat sebagai sesuatu yang tidak rasional. Ferdinand menyebut bahwa soal 62 persen itu, tidak membuat Demokrat meragukan kemenangan Prabowo.

Akan tetapi, Demokrat ingin agar pernyataan angka kemenangan lebih rasional, karena dari hitungan Demokrat, angka kemenangan Demokrat berkisar di antara 54 persen hingga 56 persen saja. "BUkan tujuan kami mendelegtimasi klaim kemenangan Prabowo, tetapi memperkuatnya" kata Ferdinand.

Ada dua hal yang dapat kita pelajari dari pernyataan Demokrat melalui Ferdinand di tengah kegaduhan berurutan yang terjadi.

Pertama,  Demokrat akan terus memberikan kritik internal ketika berada di dalam sebuah koalisi. Demokrat itu selalu menganggap diri "penyeimbang" meski sudah berada satu kongsi. Demokrat akan terus berusaha rasional, di tengah pernyataan rekan satu fiksi yang dianggap tidak rasional.

Tidak ada maksud apa-apa jika dilihat dari sisi ini, kecuali ingin menunjukan bahwa koalisi yang dibangun adalah koalisi yang tanpa rekayasa.

Kedua, Demokrat bisa saja menyiratkan insoliditas yang terjadi sebagai respon terhadap hasil quick count maupun Situng KPU yang hampir selesai. Demokrat sedang menyusun rencana baru atau Demokrat sedang berjalan dengan bermain dua kaki, melihat peluang untuk menyebrang memanfaatkan  kegaduhan yang semakin tajam memabfaatkan kritik tajam Arief Poyuono.

Meskipun Ferdinand berulangkali menjelaskan bahwa Demokrat masih solid dengan koalisi BPN Prabowo, public pasti akan terus bertanya-tanya, kenapa perang opini di depan public terlihat kencang di permukaan.

Ini menunjukan bahwa ada yang belum "selesai" bagi koalisi BPN Prabowo, dan sebenarnya sedang bergeser jika bicara soliditas. Koalisi ini dapat dianggap solid jika bicara Gerindra dan PKS, namun jika bicara Demokrat atau PAN itu adalah hal yang  terjadi amat berbeda.

Jika kita lihat lebih jauh, karakterisitk Demokrat memang akan susah "diprediksi", padahal Gerindra berharap agar semua partai koalisi mau pasang badan untuk apapun yang terjadi. Demokrat tidak demikian adanya.

Ketika Prabowo bersama yang lain sedang berorasi di masa kampanye di GBK, Demokrat masih menyuarakan kritiknya, ketika klaim kemenangan sujud syukur dilakukan, Demokrat menjauh, beralasan tidak mau terjebak di permainan inkonstiusional dan lebih senang mengkaji secara internal angka kemenangan pasti. Itulah Demokrat.

Dari pemaparan ini, untuk menjelaskan bagaimana kepastian posisi Demokrat di koalisi, kita masih perlu menunggu hingga 22 Mei. Jika diibaratkan sedang bermain kartu, Demokrat masih bebas dan terbuka untuk memainkan jalannya kartu sesuai keinginannya.

"Ketika Pilpres usai, koalisi ini akan kita evaluasi. Jika kompetisi dan kita kalah, Demokrat akan pulang ke rumah masing-masing" kata Ferdinand.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun