Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menyingkap Hambatan Investasi

29 Juni 2017   10:53 Diperbarui: 30 Juni 2017   09:36 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Three Arrows of Investment - sumber gambar : https://www.cfoinnovation.com

Sumber Informasi : UNCTAD - FDI Report 2017
Sumber Informasi : UNCTAD - FDI Report 2017
Berdasarkan preferensi MNE (Multinational Enterprises), Indonesia berada pada peringkat empat bersama dengan Thailand (dengan jumlah pemilih yang sama besarnya yaitu 11). Tetapi berdasarkan preferensi IPA (Investment Promotion Agency), Indonesia tidak termasuk dalam 15 (lima belas) pilihan. Kondisi ini perlu didalami karena IPA sangat mempengaruhi keputusan investasi dari MNE, juga dalam membentuk persepsi terhadap negara tujuan investasi.

Salah satu penghambat dalam pilihan investasi dapat dilihat darliai kajian OECD terhadap aliran FDI yang menyangkut Restrictiveness Index (Indeks Hambatan). Gambaran perkembangan Indeks Hambatan Indonesia diberikan pada Peraga-7.

Restrictiveness Index India China Indonesia - koleksi Arnold M.
Restrictiveness Index India China Indonesia - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : OECD - FDI 

Berdasarkan survei OECD, sejak 2011 indeks hambatan Indonesia cenderung meningkat yang maknanya hambatan masih banyak dan bertambah dalam implementasi FDI; sementara Tiongkok dan India tren indeksnya turun.

Dari September 2015 hingga Juni 2017 sudah 15 (lima belas) paket stimulus perekonomian diterbitkan pemerintah demi mendorong aliran investasi masuk ke Indonesia. Tetapi pada kenyataannya masih banyak hambatan yang dirasakan dan dikeluhkan para penanam modal asing; hal yang sama juga disuarakan IPA (Investment Promotion Agency) dengan tidak memberikan preferensi terhadap Indonesia sebagai negara tujuan investasi. Sering sekali soal peringkat kemudahan bisnis (EODB : Ease of Doing Business), Competitiveness Index, atau Credit Rating dipandang sebagai pertimbangan investasi; tetapi ternyata hal tersebut bukan yang utama.

Investasi, khususnya infrastruktur, mempunyai perspektif jangka panjang dan didalamnya berkaitan dengan daya beli masyarakat juga kondisi sosial politik demi menjamin kelanggengan (viability), pengembalian, serta keuntungan usaha. Dengan prakiraan pertumbuhan PDB Indonesia yang berada di atas 5%, daya beli masyarakat akan juga meningkat. Tetapi pada sisi sosial politik, suasana gejolak dan ketidakpastian (uncertainty) akan menjadi ancaman terhadap usaha dan menurunkan minat untuk berinvestasi. 

Pilihannya tinggal bergantung pada inisiatif pemerintah untuk meningkatkan investasi yang selanjutnya akan mengundang minat dari non pemerintah untuk turut berinvestasi. Sejalan dengan sistem otonomi daerah, sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dengan kebijakan serta peraturan perlu menjadi perhatian sehingga tidak menimbulkan kontroversi atau kebingungan bagi pendatang yang merupakan penanam modal. 

Hal yang sangat penting adalah kesepakatan bersama sebagai satu bangsa dalam ikatan NKRI; niat dan tekad bersama pemerintah, masyarakat dan para pemangku kepentingan yang berkaitan dengan masalah sosial politik untuk dapat menghadirkan suasana nyaman dan aman demi menyingkap hambatan aliran investasi masuk ke Indonesia. 

Semoga !

Arnold Mamesah - 29 Juni 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun