Aku membantu Mira pada bagian pendaftaran di stand donor darah. Jantungku berdegup kencang, kaget luar biasa ketika aku melihat Rendy ada di antrian pendaftaran. Seketika perasaanku kacau, antara takut, sebal dan juga rindu. Ya, terkadang aku masih merindukannya.
Tak bisa mengelak akhirnya kami ketemu. Diapun sama kagetnya denganku. Mira yang mengetahui kehadiran Rendy disana mulai mengawasiku.
"Tolong jangan ganggu Lydia lagi, dia sudah punya pacar", begitu kira-kira pesan Mira kepada Rendy ketika Mira mengambil darah Rendy.
Alih-alih langsung pulang, Rendy malah asyik mengobrol denganku. Asik mengobrol membuatku lupa akan keberadaan Anwar sampai Anwar datang menemuiku untuk mengajak makan siang.
Akhirnya kuperkenalkan Anwar sebagai pacarku, dan Rendy sebagai temanku. Anwar menawarkan makan siang bareng Rendy tapi untunglah Rendy menolak. Dia memilih pulang.
Anwar tidak bertanya sedikitpun tentang Rendy, sikapnya biasa saja. Menjelang sore acara selesai lalu Anwar langsung mengantarku pulang.
Sejak pertemuanku di acara donor darah itu, Rendy mulai menghubungiku. Aku mulai menikmati kembali hubunganku dengan Rendy walaupun tidak ada pernyataan kami kembali bersama. Aku masih merasakan cinta Rendy yang tidak berubah. Hubunganku dengan Anwar mulai hambar.
Berkali-kali Mira mengingatkanku agar tidak menyia-nyikan Anwar tapi aku tidak mendengarkannya.
"Lydia, dari awal aku tidak pernah melihat masa lalumu. Aku mencintaimu apa adanya ketika pertama kali kita bertemu. Akhir-akhir ini kamu berubah setelah kamu bertemu Rendy. Apa kau masih mencintainya dan mengharapnya kembali?", tanya Anwar suatu kali kepadaku.
Aku kesal dengan semua percakapan kami sore itu. Lalu kuputuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Anwar.
Bukannya sedih layaknya orang yang sedang putus cinta, aku malah berasa lebih bebas dengan perasaanku.
**Bersambung