Mohon tunggu...
Sabarniaty Saragih
Sabarniaty Saragih Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga dengan tiga anak

Tampil apa adanya dan selalu berusaha melakukan yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cita-citaku Menjadi Supir, Salahkah?

11 Agustus 2020   01:23 Diperbarui: 11 Agustus 2020   01:18 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Memangnya kenapa sih kalau aku pengen jadi supir?",katanya waktu itu.

Dia masih berumur 3 tahun ketika ia bercita-cita ingin menjadi supir mobil ambulans, supir bis dan supir mobil damkar. Sebagai ibu saya hanya mendukung cita-citanya seraya mengingatkan bahwasanya untuk mencapai cita-cita dia harus rajin belajar dan berdoa.

Lalu suatu waktu ada yang bertanya kepadanya: "Diego, nanti kalau sudah besar mau jadi apa?"

"Jadi supir mobil ambulans, supir bis dan supir pemadam kebakaran", katanya bangga.

"Kalau mau jadi supir doang Diego tidak perlu sekolah. Cita-cita kok supir. Kapan bisa kaya kalau jadi supir. Supir pesawat sih oke, keren, pilot", katanya sambil tertawa.

Anakku kelihatan kecewa dengan respon orang yang menanyakan cita-citanya tadi. Diapun bertanya kepadaku: "Ma, memangnya kenapa sih kalau aku bercita-cita jadi supir? Emang benar kalau jadi supir tidak perlu sekolah?"


"Boleh kok kamu bercita-cita jadi apa saja. Jadi supir juga bagus. Sekolah itu tetap penting. Memangnya kenapa kamu ingin jadi supir?"

"Aku mau jadi supir ambulans biar bisa membawa orang sakit cepat-cepat ke rumah sakit, jangan sampai dia mati", katanya.

"Oh bagus itu", kataku dengan nada bangga.

"Aku juga mau jadi supir mobil pemadam kebakaran supaya bisa bantuin orang-orang yang rumahnya kebakaran. Aku bisa cepat-cepat bawa mobilnya", katanya bertambah semangat.

"Wah bagus banget. Trus kalau jadi supir bis?", kataku semakin penasaran.

"Aku mau bantuin Mama ke kantor. Mama kan pernah terlambat kerja karena bisnya lama trus bos Mama marah. Aku mau jadi supir bis yang cepat-cepat biar Mama jangan terlambat lagi", katanya dengan senyum.

Tiba-tiba aku kehabisan kata-kata dan hanya bisa tersenyum dan memeluknya.

Seiring usianya bertambah, cita-citanya pun mulai berubah.

**Saat dia mulai masuk TK.

"Ma, cita-citaku jadi banyak", ungkapnya.

"Oh ya, apa saja?", tanyaku antusias.

"Sekarang nambah satu, mau jadi pembalap", katanya senang.

Dalam hati kok iya masih berhubungan dengan supir haha...
"Keren tuh. Emangnya kenapa kamu mau jadi pembalap?", tanyaku.

"Aku mau jadi juara balap supaya dapat hadiah. Hadiahnya piala sama uang lho Ma, aku lihat seperti itu di tontonan", ucapnya memberi penjelasan.

Aku bingung harus komentar apa selain berkata bagus dan harus rajin berlatih.

**Saat dia kelas 1 SD

Berbeda dari cita-cita sebelumnya, kali ini dia bercita-cita jadi astronot. Dia terinspirasi dari buku ilmu pengetahuan yang dibacanya dan beberapa majalah Mombi.

"Ma, aku mau jadi astronot. Aku ingin pergi ke luar angkasa, ingin lihat luar angkasa. Aku ingin tahu kok Tuhan bisa menciptakan luar angkasa sekeren itu", katanya suatu kali.

"Tau darimana kalau luar angkasa itu keren?", tanyaku.

"Aku lihat di buku ini loh Ma. Aku jadi tertarik mau kesana", lanjutnya.

"Oh berarti kamu harus rajin belajar. Tidak boleh malas, harus belajar matematika", kataku.

"Memangnya astronot harus pintar matematika?", tanyanya. Mungkin dia kuatir karena dia tidak pernah suka pelajaran berhitung. Ketika diajari berhitung selalu beralasan otaknya capek. Katanya kalau berhitung bisa memakai kalkulator karena kalkulator diciptakan untuk membantu manusia.

**Saat dia kelas 2 SD
Keinginan terkuatnya adalah keluar angkasa. Merasa susah jadi astronot karena harus belajar matematika, dia mencari jalan lain agar bisa ke luar angkasa. Dia pernah membaca artikel di majalah Mombi. Di majalah itu dikatakan bahwasanya mulai tahun 2020 akan dibuka wisata luar angkasa. Tentunya wisata ini dibandrol dengan harga mahal. Dia seperti mendapat angin segar.

"Ma, kalau nanti aku tidak bisa jadi astronot, aku mau jadi orang kaya saja",katanya.

"Lho kok berubah?",tanyaku.

"Iya, aku tidak mau belajar matematika. Katanya kalau mau jadi astronot harus pintar matematika. Jadi aku pikir kalau aku tidak bisa jadi astronot, aku mau jadi orang kaya saja. Sekarang sudah ada wisata luar angkasa tapi harganya mahal, cuma orang kaya yang bisa bayar", katanya.

"Tahu darimana ada wisata luar angkasa?", tanyaku karena kupikir dia cuma mengada-ada.

"Ini loh, Mama baca deh", katanya sambil menyodorkan majalah.

"Oh", kataku.
"Semua orang bercita-cita jadi orang kaya. Sekarang bagaimana caranya supaya kamu bisa kaya? Cita-citamu apa? Mau kerja apa?" lanjutku.

"Aku sedang memikirkan gimana caranya kaya tanpa harus bekerja", katanya.

Alamak, cara apa pula nih. Mungkinkah?
"Tidak ada kaya tanpa bekerja. Semua butuh usaha", kataku.

"Iya, aku sedang berusaha memikirkan cara menjadi kaya tanpa bekerja", katanya lagi.

Akh ya sudahlah, akupun hanya geleng-geleng.

**Sekarang dia kelas 3 SD

Seminggu lalu ketika menonton berita: "Ma,,,benar sudah ada wisata luar angkasa, sudah 600 orang yang daftar. Yes, aku bisa keluar angkasa" katanya antusias.

"Ongkosnya berapa Cuplis?", tanyaku gregetan.

"Hampir 1 Milyard.  Brarti aku harus punya uang 1 Milyard, aku akan memikirkan cara supaya punya uang sebanyak itu. Aku mau wisata luar angkasa, aku sudah tidak sabar", katanya menggebu-gebu.

"Uangnya darimana?", tanyaku.

"Aku akan memikirkannya", jawabnya.

Akh semoga cita-citamu tercapai ya Nak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun