Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tumbal Arwah Jelangkung - 7

25 Februari 2016   16:42 Diperbarui: 10 April 2016   19:14 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, Lina sudah turun dari jok sepeda motornya sembari mengucapkan terima kasih pada Donni yang telah memberikan tumpangan.

Sesuai dengan apa yang dikatakan ibunya, Lina meminta kunci rumah pada pak Togar. Dia mengenal pak Togar yang sudah lama menjadi tetangganya. Pak Togar adalah sosok lelaki berperawakan tinggi, besar dengan perut agak buncit. Ia adalah seorang duda beranak tiga. Satu orang anaknya sudah menikah dan dua orang lagi sedang menempuh pendidikan tinggi di luar kota. Tinggallah pak Togar sendiri di rumah yang ditempatinya.

Lina sudah membuka pintu rumah dan bersiap masuk. Lehernya menoleh ke kanan dan kiri, siapa tahu makhluk itu sedang mengintainya dari kejauhan. Merasa sudah aman, Lina menyelonong dan mengunci pintu rapat-rapat.

Lina menjalani malam hari dengan perasaan biasa. Sambil mengobrol dengan temannya via handphone, ia juga menyambar remote, menekan tombol ON untuk menyalakan TV. Jari telunjuknya masih sibuk mencari tayangan yang diinginkannya. Tapi, selera Lina dalam memilih film terbilang unik.

Biasanya, para perempuan akan memilih sinetron atau drama percintaan, tapi ia lebih memilih menonoton film laga atau action thriller yang menampilkan adu tembak, perkelahian, dan ceceran darah. Baginya, film-film seperti itu akan menumbuhkan keberanian dan kesigapan dalam menyelesaikan masalah. Ia kurang menyukai film bernuansa romantis karena ia berpikir pasti ending-nya akan berakhir bahagia. Sang pria dan wanita yang merupakan tokoh utama akan bertemu dan menikah. Mereka bahagia selamanya seperti yang tertulis dalam skenario—it’s very mainstream.

Namun, Lina agak geram melihat TV-nya tak menyiarkan film-film action kesukaannya. Yang ada, malah sinetron-sinetron yang hanya menampilkan adegan berpacaran di kalangan pelajar. Ia langsung mengganti siaran sinetron dengan acara debat politik. Ini masih lebik baik ditonton daripada sinetron yang tidak jelas apa maknanya.

Di dalam layar kaca, dua orang politikus beradu argumen di dalam sebuah forum. Ia serius mengamati cara mereka mempertahankan pendapat mereka atau mungkin silang pendapat. Namun di tengah keseriusannya, ia diusik oleh suara derap kaki dari arah dapur.

Tap!Tap! Tap!   

“Siapa yang berada di dapur, ya?“ ujar batin Lina.

Lina terdiam sesaat. Dalam hatinya, ia masih menerka-nerka siapa pemilik suara derap kaki itu. Hanya dia seorang di sana, tak ada orang lain. Tak mungkin pula, suara kaki kucing. Ia tak suka kucing karena bulu-bulunya gampang lepas dan membuatnya bersin-bersin. Jadi, ia tak mungkin memeliharanya.

Pikirannyatertuju pada satu kemungkinan—pencuri. Kali ini, ia agak cemas karena bisa saja pencuri itu datang berkolompok dan membawa senjata tajam. Dirinya berdelusi bagaimana jika para perampok itu menyandra, memperkosanya habis-habisan lalu dibantai secara sadis. Sunguh tak terbayangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun