Sosok perempuan berwujud mengerikan itu sudah menghilang dari hadapannya. Lina sudah bebas dari belenggu yang menyiksa mentalnya. Ia memalingkan badan lalu berlari tergopoh-gopoh dari rerimbunan pohon bambu itu.
Heru dan Donni sudah lama keluar dari rumah itu. Keduanya tengah gelisah menunggu kedatangan Lina. Tak begitu lama keduanya membicarakan Lina, ia muncul di hadapan mereka dengan napas terengah-engah.
“Lin, kamu lama banget di sana. Tapi, kenapa kamu? Seperti melihat setan saja,“ ujar Heru.
“Aku gak apa-apa kok. Lebih baik kita cabut dari sini. Perasaanku mulai tidak enak.“ Lina berpura-pura mengelus tengkuknya sambil mengajak mereka berdua beranjak dari sana.
Di perjalanan, Lina memikirkan kejadian saat dirinya bertemu dengan sosok makhluk halus mengerikan tersebut.
Kau akan mati...
Ini bukan sebuah gertakan biasa. Ancaman itu semakin nyata ketika sosok itu menunjuk padanya. Matanya kembali was-was, mengamati setiap pergerakan yang mencurigakan. Ia cemas, jika makhluk itu, mengikutinya ke tempatnya pergi dan melangkah. Kini, hanya pada Tuhan, diamenggantungkan keselamatan dirinya.
Di tengah kekhawatiran melanda, sesuatu tampak bergetar dan bercahaya berada di dalam saku depannya. Ternyata, handphone-nya menampilkan sebuah pesan masuk. Lina mengambil dan membuka pengunci tombol.
Lina, mama, bapa dan adikmu pergi menjenguk tante Lisa yang telah selesai bersalin. Mungkin, kami akan pulang tengah malam. Makan malam sudah mama sediakan di kulkas. Oh ya, kunci rumah sudah mama titipkan pada pak Togar. Â
Lina membaca jeli SMS ibunya yang masuk ke handphone-nya dan—sial!
Dia akan menghabiskan satu malam di rumahnya sendirian. Ini adalah bencana besar untuknya. Namun, ia berusaha menguatkan dirinya agar tak dikuasai ketakutan berlebihan. Tapi, tak dipungkirinya ketakutan itu sudah bertumbuh liar layaknya rumput.