Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dasi Roni

18 Desember 2019   16:08 Diperbarui: 18 Desember 2019   16:18 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Pixabay.com

Siang itu Roni berjalan kaki menuju perusahaan-perusahaan yang ditaksir sudi menerima dirinya, dan dompet Roni bertambah tipis ketika ia makan lagi di rumah makan tepi jalan yang di parkirannya berjejer mobil-mobil mewah. Akal sehat pemuda tersebut seakan hilang ketika sampai di kota.

Bangkrut dan tak punya pekerjaan seharusnya menjadi pelajaran mahal bagi Roni untuk menjalani kehidupan.

***

Roni melintasi jalanan Kota Pontianak dengan senyum merekah. Ia mengacungkan jari tengah ke arah sebuah minimarket yang pernah menolak lamaran kerjanya dulu. 

Jika Roni menyeberangi jalan, bahkan mobil mewah sekali pun tak berani meski sekadar membunyikan klakson. Dia begitu terkenal, apalagi di kalangan ibu-ibu rumah tangga.

Bahkan gadis-gadis muda tak bisa menahan senyum kalau Roni lewat. Dasi kantoran berwarna biru yang terpasang di sekitar lehernya menambah kesan misterius. Sudah lama ia bermimpi bisa mengenakan dasi dan tampil elegan di depan banyak orang. Sekaranglah waktunya!

Roni kemudian meludah di depan sebuah kantor penjualan peralatan makan yang juga pernah menolak lamaran kerjanya dulu. Ia merasa dicurangi setelah mengetahui kabar burung bahwa yang diterima bekerja di situ adalah teman-teman dari orang nomor satu di perusahaan.

"Nepotisme bangsat!" teriak Roni. Urat lehernya tampak timbul-tenggelam.

Praktik nepotisme di sebagian kalangan di Kota Pontianak bukan hal tabu. Menyejahterakan orang-orang terdekat yang tidak potensial dianggap lebih baik daripada prinsip fairplay di dunia kerja.

Di tengah jalan, seorang kolega menyapa Roni. Mereka membicarakan tentang penjualan dalam jumlah yang sepertinya lumayan. Tidak satu pun ada orang berani mendekatinya jika sedang seperti itu. Bisnis besar, begitu Roni sering berkata.

Sengatan panas Kota Pontianak tidak menyurutkan semangat Roni, karena ia telah bertahun-tahun membangun "bisnis" yang kini menopang hidupnya. Hubungan Roni dan kawan-kawan pun kembali membaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun