Di jantung Samudra Hindia dan Pasifik, membentang zamrud khatulistiwa, Indonesia. Di bawah ombaknya yang biru, tersembunyi keajaiban dunia lain, terumbu karang. Rimbun, berwarna-warni, dan berdenyut dengan kehidupan, mereka adalah "hutan hujan" lautan, rumah bagi jutaan makhluk laut.Â
Namun, belakangan ini, kisah pilu menyelimuti keindahan itu. Mutiara-mutiara laut ini perlahan kehilangan warnanya, memutih, seolah merintih kesakitan. Fenomena ini dikenal sebagai pemutihan karang, dan Indonesia, sayangnya, menjadi salah satu panggung utama tragedi ini.
Dalang Pemutihan
Bayangkan rumahmu tiba-tiba menjadi terlalu panas dan makananmu menghilang. Itulah yang dirasakan karang saat suhu air laut meningkat. Perubahan iklim global adalah biang keladinya, mengirimkan gelombang panas yang tak tertahankan ke pelukan samudra.Â
Karang, yang bersimbiosis dengan alga kecil bernama zooxanthellae (sahabat pemberi warna dan nutrisi), menjadi stres. Dalam keputusasaan, mereka mengusir sahabatnya itu, meninggalkan kerangka putih pucat yang rapuh (Hoegh-Guldberg et al., 2017).
Namun, panas bukanlah satu-satunya musuh. Polusi laut juga turut andil dalam melemahkan benteng pertahanan karang. Limpasan pupuk dan limbah domestik bagai racun yang menggerogoti kesehatan mereka (Fabricius, 2005).
Sedimen dari daratan yang terkikis menutupi mereka bagai selimut debu, menghalangi sinar matahari yang vital bagi zooxanthellae. Tak ketinggalan, aktivitas manusia yang merusak seperti penangkapan ikan dengan bom dan sianida, serta pembangunan pesisir yang serampangan, langsung menghancurkan surga bawah laut ini.
Fenomena Pemutihan Karang dan Dampak yang Menghawatirkan
Indonesia telah menyaksikan beberapa kali air mata putih ini jatuh. Pada tahun 1998, gelombang panas El Nio meluluhlantakkan banyak terumbu karang di seluruh negeri (Wilkinson, 2000).Â
Pemandangan serupa terulang di tahun 2010 dan 2016 (Frieler et al., 2013), meninggalkan luka yang dalam pada ekosistem yang rapuh ini. Bahkan di skala lokal, di mana polusi dan kerusakan fisik merajalela, karang-karang tak berdaya memucat, kehilangan vitalitasnya.
Ketika karang memutih, bukan hanya keindahan bawah laut yang hilang. Dampaknya jauh lebih luas:
Hilangnya Rumah dan Sumber Makanan. Terumbu karang adalah fondasi kehidupan laut. Kematian mereka berarti hilangnya habitat bagi ribuan spesies ikan dan makhluk laut lainnya, mengancam keanekaragaman hayati yang tak ternilai harganya.
Ancaman bagi Nelayan. Laut yang sehat adalah sumber penghidupan bagi jutaan nelayan Indonesia. Rusaknya terumbu karang berarti berkurangnya populasi ikan, pukulan telak bagi ekonomi pesisir.
Pantai yang Rentan. Terumbu karang adalah perisai alami yang melindungi garis pantai dari terjangan ombak dan badai. Tanpa mereka, erosi pantai akan semakin parah, mengancam permukiman dan infrastruktur.
Pariwisata yang Terancam. Keindahan bawah laut Indonesia adalah magnet bagi wisatawan. Terumbu karang yang memutih dan mati akan menghilangkan daya tarik ini, merugikan industri pariwisata yang penting.
Meskipun situasinya genting, harapan masih ada. Kita bisa menjadi pahlawan bagi terumbu karang Indonesia dengan melakukan tindakan nyata:
Mengurangi Emisi, setiap tindakan kecil untuk mengurangi jejak karbon kita berkontribusi pada perlambatan perubahan iklim.
Bijak Kelola Sampah, hindari membuang sampah ke laut dan dukung pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Dukung Pariwisata Berkelanjutan, pilih operator wisata yang peduli pada konservasi laut dan hindari aktivitas yang merusak terumbu karang.
Edukasi dan Aksi, sebarkan kesadaran tentang pentingnya terumbu karang dan dukung inisiatif konservasi.
Terumbu karang Indonesia adalah warisan berharga yang tak ternilai harganya. Jangan biarkan mereka terus menangis putih. Mari bergandengan tangan, menjaga lautan kita, dan memastikan mutiara-mutiara laut ini tetap bersinar untuk generasi yang akan datang.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI