Mohon tunggu...
Arkan Adib Wiratama
Arkan Adib Wiratama Mohon Tunggu... -

Suka berenang dan menyelam dalam lautan informasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

#SavePKS, Sebuah Email dari Kawan

18 Oktober 2016   21:56 Diperbarui: 18 Oktober 2016   23:09 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

B. Pemikiran Aktor
Membaca arah organisasi secara sahih melalui bacaan pemikirannya. Saya mengikuti banyak ceramah2 Salim sbg Ketua Majelis Syuro di hadapan kader yg tersebar luas di media sosial.

Ada banyak poin penting yg mendeferensiasi PKS dulu dan sekarang. Beberapa poin pemikiran yg coba saya petakan antara lain;

1. PKS harus menjadikan dakwah sebagai panglima.
Pemikiran ini nampak jelas sbg antitesa dari persepsi Salim ttg realitas perjalanan PKS yg dinilainya terlalu didominasi oleh politik. Pemikiran ini sejak awal menampakkan kontradiksinya bila dihadapkan dgn banyak pemikiran PKS yg sudah dibukukan. Misalnya politik adalah bagian inheren dan integral dari dakwah. Tahapan perjuangan dakwah PKS sudah memasuki tahapan perjuangan politik. Lalu prinsip partisipasi (istilah PKS sbg musyarakah) politik masuk dan menyatukan diri dengan negara. Juga keterlibatan langsung PKS dalam semua pemilu legislatif, pilpres, pilkada dan di beberapa tempat saya melihat PKS ikut kontestasi pemilihan kepala desa. Muncul pertanyaan, apakah pemikiran antitesa ini sbg reorientasi PKS atau manajemen baru aktivitas dakwah dan politik PKS?

2. Perjuangan politik bukan berorientasi kepada kemenangan tetapi keberkahan.
Dalam salah satu buku terbitan PKS, saya menemukan salah satu prinsip dalam kontestasi politik yg dijalankan PKS, yaitu: memunculkan/mendukung calon yg paling besar peluang kemenangannya. Apakah ini reorientasi baru perjuangan politik PKS atau denial (penolakan) PKS thd praktek politik demokrasi yg dinilai tidak puritan?

3. Menghindari pembiayaan dakwah dan politik dari pengusaha.
Pemikiran ini cukup berulang saya temukan. Nampaknya pemikiran ini sbg respon thd kasus korupsi yg melibatkan beberapa tokoh PKS. Dalam praktek, politik dan ekonomi adalah dua sisi dari koin. Tak bisa dipisahkan. Pemikiran baru ini apakah reorientasi PKS untuk menciptakan sumber2 finansial baru dari internal partai? Membersihkan politik dari komitmen dan transaksi - yg mungkin masih bisa tergolong legal? Tapi anehnya Salim masih berkantor di gedung yg - kabarnya - didanai pembangunannya oleh pengusaha. Di sejumlah pilkada, PKS juga mendukung calon dari kalangan pengusaha.

Luas diketahui bahwa PKS memiliki jaringan lembaga zakat yg menghimpun dana dari masyarakat, termasuk pengusaha. Sangat mungkin PKS memanfaatkan sebagian dana ini untuk kepentingan partainya. Apakah ini bukan praktek membiayai partai melalui dana pengusaha?

4. PKS - melalui pernyataan presiden Sohibul - mengusulkan sistem pemilu legislatif proporsional tertutup (berdasarkan nomor urut).
Sistem yg dipraktekkan Orde Baru ini telah direformasi sesuai dengan prinsip demokrasi yg terbuka. Sistem proporsional terbuka - meski berbiaya tinggi - telah meningkatkan tingkat representasi, dan memaksa wakil rakyat terjun aktif ke grass-root. Apakah PKS ingin memutar balik jarum sejarah? Atau ini sbg indikasi ketidakmampuan dan ketidaktahanan PKS dalam menghadapi kompetisi secara terbuka? Memang jika dikaitkan dengan pemikiran poin 1, 2 dan 3 maka bisa dipastikan kapasitas dan kapabilitas PKS dalam kompetisi terbuka akan melemah.

Ada beberapa poin pemikiran baru lainnya yg bisa kita identifikasi dan analisis. Tapi saya cukup mengambil empat poin di atas.

C. Tindakan Politik
Performance dan pemikiran aktor akan dimanifestasikan ke dalam tindakan. Jika di awal saya menyiratkan hipotesis kontradiksi yg (mungkin) terjadi, bagaimanakah tindakan politik PKS saat ini?

1. Pemecatan Fahri Hamzah.
Kasus ini menarik karena ia bisa membawa kita menemukan satu potret penting. Pemecatan yg diawali oleh permintaan mundur dari posisi wakil ketua DPR, dilakukan oleh Salim melalui komunikasi personal dgn Fahri. Kalau pun ada mekanisme organisasi, nampak sekali proses mekanistik tsb dipersiapkan kemudian dan secara "serampangan".

Kasus ini menjelaskan bagaimana Salim menampilkan performance sbg aktor sentral dgn cara personal non-organisatoris untuk memutuskan kebijakan organisasi. Lalu keputusan tsb terhadap sosok yg "dipandang berbeda" secara pemikiran. Jika ditarik ke atas, maka ditemukan indikasi bahwa Salim terus ditekan oleh kekuatan aktor lama. Ketika menghadapi resistensi, maka Salim menggunakan power organisasi - yg celakanya baru diatur kemudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun