Mohon tunggu...
Arjuna S
Arjuna S Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik SARA Menjadikan Indonesia SengSARA !

17 September 2018   14:04 Diperbarui: 17 September 2018   13:57 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SARA merupakan akonim dari Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan, yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Dalam konsep SARA ada pengertian konflik horisontal yang disebabkan oleh suku, agama dan ras dan juga konflik vertikal yang bersumber pada perbedaan "ekonomi-politik" antargolongan. 

Di tegah gentingnya instabilitas politik di Indonesia saat ini, mengakibatkan konflik akibat isu SARA terus terjadi. Meningkatnya Isu SARA sebagai "senjata" untuk meraih tujuan, yakni tujuan politik atau ekonomi. Ibarat komoditas yang laris manis, isu SARA selalu saja diproduksi dan direproduksi meski rambu regulasi sudah banyak diterbitkan di Indonesia

"Keadaan demokrasi dan politik hari ini memang sangat menyakitkan. Isu SARA dimanfaatkan dan dibawa-bawa ke politik," ucap Guru Besar sekaligus Sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola saat embuka Focus Group Discussion dengan tema 'Mekanisme Penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pileg, Pilpres 2019 Secara Demokratis'.

Munculnya berbagai Isu SARA akhir-akhir ini, menjelang tahun-tahun politik, merupakan sebuah upaya dari sekelompok oknum yang memiliki kepentingan dalam tahun-tahun politik. Mereka akan mencoba membuat lawan mereka buruk bagi suatu kelompok masyarakat sehingga mereka mendapat keuntungan tanpa memikirkan keadaan situasi dan kondisi di masyarakat nantinya. Isu SARA pada nyatanya, lebih berbahaya daripada politik uang karena akan berdampak panjang.

Masyarakat Indonesia harus mulai memahami bahwa seyogyanya isu-isu SARA akhir-akhir ini sebenarnya dimanfaatkan oleh sekelompok oknum-oknum politik untuk mencapai tujuannya. Padahal kenyataannya, sejak bangsa Indonesia merdeka hingga saat ini adalah karena mengesampingkan SARA dan bersatu atau dikenal dengan slogan "Bhinneka Tunggal Ika". Namun semua seakan kontras dengan semboyan yang selama ini selalu kita bicarakan, kejadian yang ada di lapangan justru jauh dari makna Bhinneka Tunggal Ika. Banyaknya konflik yang terjadi karena keberagaman suku, agama, atau apapun itu adalah indikasi bahwa tidak semua orang paham akan makna semboyan negara kita tersebut.

Jika mereka mengaku paham akan makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika, mereka justru akan memahami perbedaan tersebut sebagai keberagaman yang akan memperkaya negeri mereka. Tetapi yang terjadi adalah keberagaman tersebut dijadikan alasan untuk menonjolkan perbedaan prinsip dan pendapat antar kelompok dan golongan. Apabila kita ditelaah lebih lanjut, sangatlah jelas bahwa isu-isu SARA ini adalah isu buatan sekelompok oknum politik yang memiliki suatu kepentingan dan tujuan menjelang tahun-tahun politik mendatang dan secara tidak langsung mulai merusak kebersamaan dan persatuan di Indonesia. Mereka membuat isu-isu ini seolah sebagai hal yang lumrah dan dibuat seolah adalah suatu bentuk membela kepercayaannya. Sehingga apabila hal semacam ini dibiarkan maka dimasa mendatang dapat menjadi sebuah proses dinamika politik yang tidak sehat.

"Hasil survei LIPI menunjukkan bahwa isu SARA tidak signifikan terjadi di tingkat akar rumput. Isu SARA terjadi di Pilkada DKI karena kecenderungan manipulasi dan dikapitalisasi elite politik," ujar peneliti LIPI Prof. Dr. Syarif Hidayat.

Survei ini dilakukan terhadap 145 ahli bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam, yang tersebar di 11 provinsi selama kurun waktu April hingga Juli 2018. Survei ini sebagai bagian pelaksanaan kegiatan survei "pemetaan kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan menjelang pemilu serentak 2019: dalam rangka penguatan demokrasi" yang merupakan bagian dari program prioritas nasional (PN) tahun 2018.

Survei ahli yang dilakukan oleh tim peneliti LIPI tersebut, diketahui merupakan tindakan persekusi yang belakangan marak terjadi di masyarakat mayoritas disebabkan oleh penyebaran berita hoaks (92,4 persen), ujaran kebencian (90,4 persen), radikalisme (84,2 persen), kesenjangan sosial (75,2 persen), perasaan terancam oleh orang atau kelompok lain (71,1 persen), sedangkan aspek "relijiusitas" (67,6 persen) dan ketidakpercayaan antarkelompok/suku/agama/ras (67,6 persen).

Persentase itu menurut dia menunjukkan bahwa isu SARA tidak begitu signifikan terjadi di tingkat akar rumput melainkan hanya merupakan isu yang dipolitisasi para elite politik. Selain itu, hal tersebut juga menunjukkan bahwa saat ini isu SARA hanya merupakan sebuah permainan yang telah diatur oleh oknum tertentu untuk suatu kepentingan. Penyebaran isu SARA saat ini sangat mudah dan cepat meluas, tingginya angka pemakai media sosial dan peminat media massa juga merupakan faktor yang sanagat mempengaruhi cepatnya penyebaran isu SARA tersebut.

Oleh karena itu sebagai warga negara Indonesia, sudah saatnya untuk mulai membudayakan membaca banyak buku soal kenegaraan dan bersifat dingin terhadap isu-isu SARA. Jangan mau dengan mudah dijadikan alat politik, diprovokasi, bahkan digerakkan dan dikotak-kotakkan oleh isu-isu SARA untuk tujuan politik. Karena pada nyatanya para pendahulu kita sudah menunjukkan bagaimana cara berbhinneka tunggal ika yang baik. Selain itu, juga dibutuhkan kesadaran bersama untuk menjaga suasana kondusif dengan tidak memainkan isu SARA. Ada hal-hal lebih substantif dalam kehidupan berbangsa bernegara, yaki usaha mencapai kesejahteraan bersama-sama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun