Mohon tunggu...
Aris Wahidin
Aris Wahidin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Lulusan UIN Sunan Kalijaga 2009 Kepala SMK Ma'arif NU Bawang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kiai Hasan Ma'ruf: Syeh Subakir Desa Bawang

25 September 2019   12:17 Diperbarui: 25 September 2019   12:44 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam alam pemikiran masyarakat Jawa, seorang pemimpin ideal adalah mereka yang memiliki kriteria satrio pandito sinisihan wahyu atau seorang kesatria yang paham dan taat beragama dan mendapatkan legitimasi spiritual. Masyrakat jawa kuno memandang alam menjadi dua, ada alam bawah yang dihuni oleh manusia, ada alam atas yang dihuni oleh makhluk spiritual, kedua alam tersebut terkait satu sama lain, laksana jasad dan ruh. 

Seorang pemimpin di alam bawah, haruslah dipastikan mendapatkan ijin atau mandat dari alam atas. Citra pemimpin adalah orang yang terpilih mendapatkan mandat dari sumber spiritual, yang mana sumber spiritual bisa berupa tuhan, roh ataupun orang suci yang dianggap memiliki kedekatan dengan sumber spiritualitas seperti; Paus di Vatikan, Oracle di Yunani, Wali /Sunan di Jawa Islam, Nyi Roro Kidul di Mataram Islam, Sabdo Palon Noyo Genggong di Majapahit. Konsep ini terbalik dengan pandangan masyarakat di zaman modern, dimana mandat justru berasal dari alam bawah, vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara tuhan.

Pada Tahun 1400 an Masehi, Sultan Muhammad I mengirimkan 9 juru dakwah yang menguasai berbagai disiplin keilmuan ke Nusantara, satu diantara sembilan orang tersebut adalah seorang ahli dalam bidang meteorologi, geologi, alkhemi yang bernama Syeh Subakir. Melalui keahliannya tersebut syeh Subakir mampu membuat azimah yang dipahat dalam batu meteorit yang dikenal dengan rajah kolo cokro.  

Azimah tersebut bersama sebilah Tombak Panjang khas Persia disemayamkan di Gunung Tidar Magelang Jawa Tengah, tujuan Syeh Subakir adalah melakukan netralisasi dan negoisai alam spiritual tanah jawa yang saat zaman Maja Pahit dikuasai oleh Sabdo Palon atau Ki Lurah Semar Badranaya, saat keduanya bertemu terjadilah adu kesaktian 40 hari lamanya, pada ahirnya terjadilah kesepakatan bahwa Islam dipersilahkan menyebar ditanah jawa, tatanan Hindu Budha ala Majapahit diganti tatanan Islam Demak Bintoro, alam spiritual dengan Sabdo Palon sebagai sentralnya diganti dengan spiritualitas orang suci Wali Songo, namun identitas kebudayaan jawa tidak boleh dihilangkan. 

Konon setelah kespakatan tersebut, Sabdo Palon atau Semar bersama makhluk spiritual pengikutnya menyebar mengasingkan diri ke hutan, laut dan tempat-tempat yang tidak dihuni oleh manusia. Mereka tidak akan mengusik selagi diri mereka tidak diganggu oleh manusia.

Seiring perkembangan populasi penduduk di tanah Jawa, banyak hutan-hutan yang diubah menjadi pemukiman. Sangat dimungkinkan pada saat awal pembukaan hutan menjadi desa pemukiman, ada makhluk halus yang merasa terganggu dengan hadirnya manusia. Salah satu contoh kasus persinggungan antara manusia dengan makhluk halus terjadi di hutan Kebondalem yang kini menjadi salah satu nama dukuh di Desa Bawang. 

Sejak awal dibentuknya tatanan pemerintahan desa pada 1830 Masehi oleh Ronowijoyo sampai dijadikan pusat kawedanan oleh Kolonial Belanda pada tahun 1915 Masehi, tidak sedikit warga desa yang mengalami gangguan dari makhluk halus. Sering ada warga desa yang hilang secara misterius selama beberapa hari, kemudian ditemukan dalam kondisi tidak sadar di dalam rumpun bambu, di atas pohon, di tepi sungai, bahkan selokan (jumblengan) dan tempat-tempat tak lazim lainnya. Pendudukan Desa Bawang menyebut kejadian itu sebagai kejadian orang dibawa Lampor atau Wilwo, sebutan bagi makhluk halus yang gemar menyesatkan penduduk desa.

Kejadin ini menimbulkan keprihatinan yang mendalam bagi pemerintah dan penduduk desa Bawang, sampai akhirnya Wedono Bawang (asisten kadipaten yang berkedudukan di Bawang membawahi Bawang, Reban dan Tersono) berinisiatif mendatangkan orang sakti yang bisa menetralisir tanah Bawang sehingga penduduknya terhindar dari gangguan makhluk halus, khususnya Lampor. Akhirnya didatangkanlah Kiai Hasan Ma'ruf yang berasal dari Banyumas, tetapnya Purwokerto, ke Desa Bawang dengan tujuan membersihkan desa dari anasir-anasir jahat yang berasal dari makhluk halus. Dengan kelebihan yang dimiliki Kiai Hasan Ma'ruf, Desa Bawang bisa dibersihkan dari gangguan makhluk halus. Kiai Hasan Ma'ruf bagi warga Bawang laksana Syeh Subakir bagi tanah jawa. 

Atas jasanya itu, Wedono Bawang menghadiahkan beberapa bidang tanah yang cukup luas bagi Kiai Hasan Ma'ruf, hal ini juga dimaksudkan supaya beliau tidak kembali ke tanah kelahirannya di Banyumas, tapi tetap tinggal di Desa Bawang untuk mengajar agama Islam bagi penduduk desa Bawang. Tujuan ini tampaknya membuahkan hasil ketika Kiai Hasan Ma'ruf berdedia dibangunkan Langgar untuk beribadah sekaligus mengajar, langar itu dikenal dengan sebutan Langgar pondok, kini kita mengenalnya dengan Musholla Darussalam Rt.15.

Kiai Hasan Ma'ruf selain dikenal memiliki kedigdayaan, kedalaman ilmu agama, ia juga ahli dalam menemukan sumber mata air, sehingga saat kemarau panjang melanda desa, penduduk desa Bawang tidak kesulitan mencari air. Kini mata air yang ditemukan oleh Kiai Hasan Ma'ruf dapat penduduk Bawang jumpai di belakang kediaman dr.Nora Rt.15 Keahlian menemukan sumber mata air-yang tidak mengering meski daerah itu tandus ataupun mengalami kemarau panjang- sangatlah jarang dimiliki. 

Beberapa puluh tahun yang lalu, hanya KH. Abdurrosyid dari Gondoriyo, Gunung Pati, yang dikenal memiliki keahlian ini. Menurut Agus Maftuh Abigibril, putera KH. Abdurrosyid yang kini menjadi Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi dan OKI, mencari mata air biasanya dijalankan dengan laku spiritual berpuasa selama 40 hari, kemudian menggunakan bantuan hewan bancet dan orong-orong sebagai pendeteksinya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun