Mohon tunggu...
Aris Baloy
Aris Baloy Mohon Tunggu... Seseorang yang bukan siapa-siapa

Penjelajah samudra kata

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Bayangan di Ujung Sawah

28 Juni 2025   21:00 Diperbarui: 28 Juni 2025   21:00 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Generate gpt

Bu Ros tidak pernah kembali dari sawah malam itu. Ia hanya pamit sebentar kepada suaminya untuk mengambil sabit yang tertinggal di pematang. Waktu Magrib belum benar-benar habis ketika ia melangkah ke luar rumah. Tapi sejak itu, tak ada yang melihatnya lagi.

Pencarian dilakukan malam itu juga. Beberapa warga membawa obor dan senter, menyisir tepi sawah dan pematang yang menghitam dalam kabut. Mereka hanya menemukan satu sandal dan ujung sabit berkarat yang tertancap di tanah. Tidak ada bekas jejak kaki yang menuju ke luar desa. Seolah-olah tanah menelannya hidup-hidup.

Keesokan paginya, semua rumah membicarakan hal yang sama, tapi dengan suara pelan. Ada ketakutan samar yang tidak disebutkan, tapi dirasakan oleh semua orang. Di warung kopi, di halaman musala, di depan sekolah, desas-desusnya menyebar seperti asap tipis. Lalu satu kata kembali dibisikkan: bayangan.

Alya mendengar semuanya dari anak-anak di kelasnya. Ia baru tiga minggu mengajar di SD Tawangpeteng, desa kecil yang terjepit di antara sawah dan hutan. Tempat itu tampak tenang dari luar, dengan padi yang menguning dan udara sejuk. Tapi sejak datang, ia merasa ada yang ganjil.

"Bu Ros lihat bayangan itu, Bu," kata Mur, anak kelas empat yang duduk di bangku paling depan. "Makanya dia diambil."

"Bayangan apa, Mur?" tanya Alya

"Yang berdiri di ujung sawah tiap malam Jumat. Diam aja, enggak pernah gerak."

Alya mengira itu hanya cerita anak-anak. Sampai malam Jumat berikutnya, ia melihatnya sendiri. Dari jendela rumah dinas sekolah, Alya menatap ke pematang sawah yang diselimuti embun. Di sana, dalam gelap samar, berdiri satu sosok tegak. Diam tak bergerak. Seperti patung hitam yang ditanam di batas desa.

Ia mengamati cukup lama untuk tahu bahwa itu bukan batang pohon, bukan tiang listrik, dan juga Alya tidak mengalami halusinasi. Bentuknya terlalu tegak, dan posisinya terlalu pas di ujung jalur pematang.

Esok harinya, ia bertanya kepada kepala dusun, Pak Jariyo.

"Bayangan itu memang ada sejak dulu," jawabnya pelan. "Tapi jangan dicari tahu, Bu Guru. Ndak usah didekati."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun