Seperti komentar salah seorang anggota group Whatsapp di atas bahwa tidak terdapat keramaian atau peristiwa mencekam di tanggal 30 September 1965, kronologi sejarah memang menyebutkan bahwa penculikan berlangsung dini hari 1 Oktober 1965. Penculikan dilakukan setelah tengah malam 30 September menuju 1 Oktober, bukan pada siang atau sore hari tanggal 30 September.
Sebagai contoh, Jenderal AH Nasution dalam laporan kronologinya menyebutkan  bahwa petugas Cakrabirawa mulai disiapkan pada pukul 22.00 WIB malam 30 September, namun instruksi akhir dikerahkan kemudian lewat tengah malam.
Selanjutnya sejarawan Asvi Warman Adam dalam artikel "Beberapa Catatan Tentang Historiografi Gerakan 30 September 1965" (Archipel, 2018), Â menyebutkan bahwa label "Gerakan 30 September" adalah penamaan yang diadopsi kemudian, sementara peristiwa penculikan fisik menyentuh tanggal 1 Oktober.
Dengan kedua pendapat tersebut saja, salah satunya adalah korban sasaran penculikan yang selamat yaitu Jenderal AH Nasution, mustahil dikatakan bahwa "Jakarta sudah ramai karena penculikan" pada tanggal 30 September siang atau malam awal, karena aksi nyata yang menculik jenderal baru dimulai lewat tengah malam.
Lalu mengapa muncul anggapan "ramai 30 September"?
Beberapa faktor bisa menjelaskan mengapa anggapan itu tersebar, seperti nama "Gerakan 30 September" (atau "G30S/PKI") lama menjadi penamaan resmi yang populer. Pada masa Orde Baru, versi resmi G30S/PKI lah yang diajarkan di sekolah dan media sering menekankan unsur dramatis dan penekanan "penculikan di malam 30 September", kadang tanpa membedakan detail waktunya.
Selain itu, tidak semua orang membaca karya sejarah kritis atau jurnal akademik. Narasi popular seperti meme, cerita lisan, potongan film atau sinetron sejarah, lebih mudah diterima dan menyebar tanpa diuji kronologinya secara cermat.
Faktor lain, secara psikologis, orang cenderung mengaitkan atau memaknai peristiwa besar dengan hari sakral (misalnya "30 September") sebagai simbol, meskipun detail teknis tidak pas. Hal ini memudahkan narasi dan mitos beredar.
Jadi komentar "Logikanya 30 September justru sepi--sepi dulu, dan penculikan dilakukan lewat tengah malam," meskipun disampaikan ringan, punya dasar yang cukup kuat bila kita merujuk kronologi historis.
Memang, tidak berarti "sepenuhnya tidak ada gerakan atau mobilisasi" pada 30 September, karena pihak-pihak yang akan menjalankan operasi bisa saja sudah bergerak persiapan, mengorganisir pasukan, brevet pasukan, ataupun mengumpulkan intelijen. Tapi aksi dramatis fisik (penculikan langsung terhadap jenderal) baru terjadi setelah tengah malam.
Dengan demikian, anggapan bahwa "kalau lahir pada 30 September 1965 berarti lahir saat penculikan ramai" adalah ketimpangan interpretasi waktu vs simbol, Â yang lebih cocok disebut "mitos kenangan" daripada rekonstruksi sejarah akurat.