Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Penulis, Pemerhati hubungan internasional, sosial budaya, kuliner, travel, film dan olahraga

Pemerhati hubungan internasional, penulis buku Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. http://kompasiana.com/arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kenangan Menjadi Penonton Perdana Film Pengkhianatan G30S/PKI

30 September 2025   07:20 Diperbarui: 30 September 2025   11:45 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Penumopasan Pengkhianatan G30S/PKI, Sumber: PPFN

Kenangan menonton film Pengkhianatan G30S/PKI untuk pertama kalinya itu masih begitu membekas. Sebagai mahasiswa baru, tentu ada rasa bangga ketika bersama-sama dengan ribuan rekan seangkatan, berjaket kuning, duduk di dalam gedung megah JCC dan menjadi penonton pertama ketika film tersebut rilis.

Saat layar lebar mulai menampilkan adegan awal film, suasana hening, seakan seluruh ruangan tertarik masuk ke dalam kisah sejarah yang divisualisasikan begitu dramatis.

Adegan penculikan para jenderal, teror malam di Lubang Buaya, hingga penggambaran penderitaan keluarga korban benar-benar menghadirkan rasa ngeri dan haru.

Sebagai penonton muda yang baru memasuki dunia kampus, film ini bukan sekadar tontonan, tetapi seperti sebuah pelajaran sejarah yang hidup, yang menggugah kesadaran akan pentingnya menjaga ideologi Pancasila. Saat itu, rasa takut bercampur dengan amarah, sekaligus muncul rasa hormat terhadap para pahlawan yang gugur.

Bagi saya pribadi, menonton film tersebut bukan sekadar kewajiban yang diberikan oleh pemerintah, melainkan juga menjadi semacam rites of passage atau ritual kebangsaan yang memperkuat identitas sebagai generasi penerus yang harus menjaga negeri ini agar tragedi serupa tidak terulang kembali.

Namun, kini suasana itu telah berubah. Setelah era reformasi, film ini tidak lagi menjadi tontonan wajib di sekolah-sekolah maupun televisi nasional. 

Pemerintahan Presiden BJ Habibie melalui Menteri Penerangan Yunus Yosfiah dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Juwono Sudarsono menghentikan penayangan wajib film tersebut pada 1998 karena dinilai film ini tidak selaras dengan semangat Reformasi.

Karena itu, generasi sekarang banyak yang hanya mendengar namanya, sebagian bahkan sama sekali belum pernah menontonnya. Tentu saja ada alasan, baik dari sisi akademis maupun politik, karena film ini dianggap sarat muatan propaganda Orde Baru.

Meski demikian, kenangan saya menonton film tersebut tetap menjadi pengingat bahwa sejarah, betapapun kontroversial cara penyajiannya, adalah cermin yang tidak boleh diabaikan.

Generasi hari ini memang tidak diwajibkan lagi menonton film itu, tetapi kewajiban moral untuk memahami sejarah tetap ada. Sebab tanpa mengenang masa lalu, kita bisa kehilangan arah di masa depan.

Maka, pengalaman pertama menonton Pengkhianatan G30S/PKI itu bagi saya bukan sekadar nostalgia, melainkan juga pesan yang masih relevan mengenai ideologi Pancasila harus tetap dijaga, bahwa bangsa ini harus belajar dari luka sejarahnya, dan bahwa generasi muda harus terus kritis dalam menyikapi setiap narasi, baik yang ditayangkan di layar lebar, maupun yang hadir di balik layar politik bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun