Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Penulis, Pemerhati hubungan internasional, sosial budaya, kuliner, travel, film dan olahraga

Pemerhati hubungan internasional, penulis buku Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. http://kompasiana.com/arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena One Piece dan Perlunya Belajar dari Pramugari

5 Agustus 2025   13:42 Diperbarui: 5 Agustus 2025   15:27 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pramugari sedang menyampaikan cara penyelamatan saat penerbangan, Sumber foto: dokpri Aris Heru Utomo

Nilai-nilai Pancasila adalah "masker oksigen" yang menyelamatkan bangsa ini dari turbulensi sosial, krisis identitas, hingga perpecahan ideologi yang sampai saat ini terbukti mampu mempersatukan masyarakat Indonesia yang beragam suku, agama dan bahasa. 

Namun sayangnya, Pancasila kerap kali dianggap hanya sebagai hafalan upacara, bukan sebagai petunjuk hidup berbangsa dan bernegara  yang perlu terus-menerus disadari dan dipraktikkan.

Oleh karena itu, fenomena pengibaran bendera bajak laut semestinya menjadi semacam pengingat bahwa penguatan wawasan kebangsaan bukanlah soal sejarah masa lalu. Ia justru menjadi kebutuhan di era globalisasi dan banjir budaya luar. 

Kita tidak bisa hanya mengandalkan ingatan historis atau romantisme masa lalu. Nilai-nilai itu perlu diulang, dijelaskan, didialogkan, dan dikontekstualisasikan---seperti halnya pramugari yang terus menyampaikan prosedur keselamatan di setiap penerbangan.

Di sinilah peran negara, para pendidik, tokoh agama, pemimpin masyarakat, hingga pemegang kebijakan sangat penting. Mereka adalah "pramugari kehidupan" yang bertugas menyampaikan pedoman bersama kepada publik---yakni Pancasila. Mereka harus hadir dengan cara yang tidak menggurui, tetapi menyentuh dan membumi, terutama kepada generasi muda yang hidup dalam era serba visual dan cepat.

Mengajarkan Pancasila bukan semata-mata soal menjejalkan lima sila ke dalam kepala siswa. Ia harus hidup dalam praktik sehari-hari. Seperti simulasi evakuasi dalam pesawat, nilai-nilai Pancasila harus dilatih dalam kehidupan nyata: di ruang kelas, media sosial, ruang keluarga, dan ruang-ruang publik lainnya. Kita harus menyiapkan "penumpang masa depan" yang tidak hanya hafal, tetapi paham, sadar, dan tanggap terhadap nilai-nilai yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa.

Jika kita lengah, dan tidak menyematkan "masker nilai" kepada diri sendiri, maka ketika turbulensi datang---baik berupa konflik, intoleransi, maupun disintegrasi---kita tidak tahu harus berpegang pada apa. Dalam konteks inilah, Pancasila menjadi perisai sekaligus petunjuk arah. Ia bukan hanya simbol di dinding, tetapi prinsip hidup yang menuntun setiap individu menuju keselamatan bersama.

Akhirnya kehidupan bebangsa dan bernegara adalah perjalanan panjang. Dan ibarat suatu penerbangan panjang, kita tidak pernah tahu kapan turbulensi terjadi. Karena itu, petunjuk keselamatan---baik yang teknis maupun moral---perlu terus diulang, direfleksikan, dan dihidupkan. 

Seperti pramugari yang tak pernah bosan memberi arahan, kita pun harus terus menanamkan dan menjaga nilai-nilai kebangsaan.

Pancasila adalah masker oksigen nilai bangsa. Sebelum kita membantu membentuk masyarakat yang kuat dan bersatu, pastikan kita sendiri sudah mengenakannya dengan benar. ****

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun