Berdasarkan ketiga alasan tersebut di atas, ketidakterlibatan ASEAN ternyata membuka jalan bagi kekuatan eksternal untuk masuk lebih dalam ke urusan internal Asia Tenggara. Bila dibiarkan, ini dapat melemahkan otonomi strategis kawasan dan mengikis legitimasi ASEAN sebagai arsitek utama perdamaian regional.
Oleh karena itu, kini saatnya ASEAN lebih percaya diri dalam menyelesaikan konflik internal di Asia Tenggara. Dengan konflik yang berulang dan melibatkan kekuatan global, ASEAN tak bisa terus mengandalkan pendekatan informal atau ad-hoc semata. High Council harus dihidupkan dan diaktifkan sebagai mekanisme resmi penyelesaian konflik.
Mengaktifkan High Council tidak berarti ASEAN harus memaksa anggotanya tunduk, tetapi memberi ruang dialog yang lebih terstruktur, terpercaya, dan bermartabat. Ini juga dapat menjadi momentum untuk menguji efektivitas instrumen ASEAN yang selama ini hanya menjadi teks hukum tanpa aplikasi nyata.
Penutup
Pada akhirnya, ketika negara-negara anggota ASEAN sendiri lebih memilih kekuatan luar ketimbang mekanisme internal yang telah disepakati bersama, itu pertanda bahwa ASEAN menghadapi krisis kepercayaan dari dalam. Mengaktifkan High Council dalam konflik Thailand-Kamboja bukan hanya solusi teknis, tapi simbol kuat bahwa ASEAN masih mampu dan bersedia menyelesaikan persoalan keluarganya sendiri - tanpa harus mengundang "orang luar" ke meja makan rumah sendiri.
Sudah saatnya ASEAN bertindak sebagai organisasi yang dewasa dan percaya diri. Dan High Council adalah langkah pertama menuju kedewasaan itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI