Oleh karena itu, tidak semua kartunis merasa kehilangan panggung. Banyak yang justru mulai berevolusi dengan memanfaatkan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pesaing.
Ada kartunis yang belajar menyusun prompt untuk menghasilkan draft visual dengan AI, lalu menyempurnakannya dengan tangan. Ada pula yang menjual jasa pengeditan kartun AI agar lebih personal dan ekspresif, atau menjadikan karyanya bagian dari merchandise digital dan NFT.
Namun, di tengah evolusi yang terjadi, ada hal yang tak boleh hilang yaitu nilai-nilai dasar dari seni itu sendiri: kepekaan, kreativitas, dan cerita di balik setiap gambar. Kartun atau karikatur, lebih dari sekadar gambar lucu, adalah bentuk penghargaan, dokumentasi emosi, dan kenangan visual.
Selain itu, ada rasa hangat yang hanya bisa lahir dari karya manusia: guratan tangan, imajinasi seniman, dan semangat personalisasi yang tak tergantikan.
Oleh sebab itu, profesi kartunis ke depan mungkin tidak akan hilang. Mereka akan tetap ada. Namun kehadirannya akan sangat tergantung pada sejauh mana mereka mampu beradaptasi, memadukan tangan dan teknologi, seni dan sistem, agar tetap relevan di hati para pencinta gambar yang jujur dan bermakna.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI