Angin laut membawa semilir bau asin yang khas ke sebuah dermaga di Semporna, sebuah distrik di Pantai Timur Sabah, Malaysia. Langit biru, matahari bersinar penuh, dan di atas air yang tenang, puluhan perahu tradisional sejak sehari sebelumnya berlayar anggun dengan umbul-umbul khas berwarna merah, putih dan kuning emas menjulang tinggi.
Hari ini, 29 Juni 2025 bukan hari biasa, ini adalah Pesta Regatta Lepa, sebuah perayaan akbar tahunan yang menjadi kebanggaan suku Bajao di Sabah.
Di hari ini, kota kecil pesisir ini berubah menjadi panggung budaya terapung. Perahu-perahu "lepa"Â - yang dalam bahasa Bajao berarti "perahu"Â - bersaing dalam keindahan. Dihiasi bunga-bunga, tirai-tirai renda, bahkan miniatur rumah adat, perahu ini seolah menyatu dengan semangat para pendayung yang mengenakan busana tradisional penuh warna.
Di darat, tenda-tenda aneka rupa menawarkan berbagai produk distrik Semporna, baik produk olahan laut ataupun pertanian. Para wisatawan dan warga lokal bersatu dalam gelak tawa dan tepuk tangan pertandingan mendayung atau menangkap bebek.
Regatta Lepa sendiri bukan sekadar pesta. Ia adalah cermin sejarah panjang dan identitas mendalam suku Bajao, salah satu suku laut tertua di Asia Tenggara.
Suku Bajao, sering dijuluki sebagai "Gypsi Laut" atau pengembara laut, memiliki sejarah yang membentang ratusan tahun silam. Mereka dipercaya berasal dari wilayah kepulauan Filipina Selatan dan menyebar hingga ke pantai-pantai Kalimantan, Sulawesi, dan tentu saja Sabah di Malaysia.
Di Kalimantan Utara, suku Bajao dapat dijumpai antara lain di Tana Tidung, Tarakan, dan Bulungan. Sementara di Kalimantan Timur dapat dijumpai di Berau. Adapun di Sulawesi Selatan dapat dijumpai di Selayar.
Berbeda dengan masyarakat daratan, banyak Bajao secara tradisional hidup di atas perahu, menjadikan laut sebagai rumah, dapur, tempat bermain, dan bahkan tempat melahirkan. Mereka memiliki kemampuan menyelam luar biasa, bahkan ada yang bisa menahan napas selama lebih dari lima menit di bawah air, tanpa alat bantu. Laut bagi mereka bukan sekadar sumber penghidupan, melainkan bagian dari jiwa mereka.
Seiring perkembangan jaman, sebagian besar masyarakat Bajao kini sudah menetap di rumah-rumah panggung di atas air, di perkampungan seperti Kampung Batu di Semporna.
Meski begitu, kehidupan laut tetap membentuk denyut nadi mereka: memancing, menyelam, meramu teripang, dan menari bersama ombak.