Bagi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya pemerhati ketatanegaraan, tanggal 22 Juni menjadi salah satu tanggal penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Delapan puluh tahun lalu, tepatnya 22 Juni 1945 disepakati sebuah dokumen monumental yang dikenal sebagai Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan.
Piagam Jakarta yang setelah direvisi oleh Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 menjadi Pembukaan UUD 1945 ini disusun oleh sembilan orang anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yaitu Soekarno (Ketua), Mohammad Hatta (Wakil Ketua), Mr. Muhammad Yamin, Alexander Andre Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, K.H. Wachid Hasyim, Abdoel Kahar Moezakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo.
Dibalik kesuksesan Panitia Sembilan merumuskan dasar negara, sebenarnya muncul pertanyaan tentang mengapa Panitia Sembilan yang justru merumuskannya, bukan Panitia Delapan yang justru resmi dibentuk seusai sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) tanggal 1 Juni 1945.
Dalam risalah sidang pertama BPUPK disebutkan bahwa Sidang menerima usulan rumusan dasar negara yang disebut Pancasila yang disampaikan Ir. Sukarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945.
Sidang kemudian memutuskan untuk membentuk suatu Panitia Kecil beranggotakan delapan orang yang terdiri golongan Nasionalis diwakili oleh Ir.Sukarno (Ketua), Drs. Muhammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. Alexander Andre Maramis, R.Oto Iskandardinata, Mas Sutardjo Kartohadikusumo sedangkan dari golongan Islam oleh Ki Bagus Hadikusumo dan K.H.Wachid Hasjim (6 orang anggota glongan Nasionalis berbanding 2 orang anggota golongan Islam). Tugas Panitia Delapan ini adalah mengumpulkan usul-usul para anggota BPUPK serta merumuskan Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato yang disampaikan Ir. Sukarno.
Namun seperti diceritakan dalam buku Pendidikan Pancasila untuk kelas VII yang diterbitkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancsasila (BPIP) dan Kemendikbudristek tahun 2023, mengingat situasi perang dunia saat itu dan Jepang masih menduduki Indonesia, maka tidak memungkinkan bagi mereka untuk segera mengkonsolidisasikan diri untuk menyelesaikan tugas yang diamanatkan oleh Sidang Pertama BPUPK (2023: 16).
"Belum sempat mengadakan pertemuan, keanggotaan Panitia Delapan diganti menjadi sembilan orang sehingga menjadi Panitia Sembilan. Penggantian ini dilakukan untuk menghadirkan komposisi keanggotaan panitia yang lebih mewakili dinamika pembahasan tentang dasar negara dalam Sidang BPUPK pertama tersebut, yang merepresentasikan golongan nasionalis religius dan Islamis nasionalis." (2023: 17).
Pembentukan Panitia Sembilan sendiri dilakukan atas inisiatif Ir. Sukarno yang juga merupakan Ketua Panitia Delapan. Ia berinisiatif mengumpulkan anggota Panitia Kecil dengan memanfaatkan sidang Cuo Sangi In ke-VIII tanggal 18-21 Juni 1945. (A.B Kusuma "Lahirnya UUD 1945" diterbitkan oleh FHUI tahu 2004: 21) .
Ir. Sukamo menggunakan kesempatan kehadiran anggota Cuo Sangi In di Jakarta untuk mengadakan sidang Panitia Kecil yang akan mengumpulkan usul-usul anggota BPUPK. Pertemuan itu dilaksanakan di Jawa Hookokai, kantor Ir.Sukamo, bukan di gedung BPUPK, dan perumusannya dilakukan di rumah beliau, JI. Pegangsaan Timur No.56.
Pertemuan itu dihadiri oleh 38 orang. Dalam pertemuan itu dibentuk Panitia Kecil "Tidak Resmi" yang terdiri dari 9 orang atau Panitia Sembilan. Panitia ini menggantikan Panitia Delapan beranggotakan 4 orang golongan nasionalis religius (Drs. Mohammad Hatta, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Muhammad Yamin, Mr. Alexander Andre Maramis) dan 4 orang golongan Islam nasionalis (K.H Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakir, Abikoesno Tjkorosoejoso, H. Agus Salim) sedangkan Ir. Sukarno sebagai ketua sekaligus penengahnya (2023: 17).