Hari ini di salah satu WAG saya ramai dengan unggahan foto kuliner toge goreng, lengkap dengan foto pedagangnya.
Toge goreng sendiri adalah kuliner yang  berasal dari daerah Jawa Barat, Indonesia. Tepatnya, toge goreng adalah makanan yang banyak dijumpai di kota Bogor, Jawa Barat. Toge goreng telah menjadi salah satu ikon kuliner Bogor dan sangat populer di kalangan wisatawan dan penduduk lokal.
Namun di tengah keterkenalan dan kenikmatannya, banyak yang tidak menyadari atau peduli bahwa toge goreng ternyata bukan digoreng melainkan direbus.
Ya, meskipun namanya "toge goreng", yang menyiratkan bahwa toge tersebut telah digoreng, tetapi sebenarnya direbus.
Nama "toge goreng" telah digunakan secara luas di Indonesia, terutama di daerah Jawa Barat. Banyak pedagang dan penjual makanan menggunakan nama ini untuk menjual kuliner berbahan dasar toge, tahu dan oncom yang direbus dengan bumbu kecap dan bawang putih.
Pengulangan nama yang dilakukan sejak lama membuat orang percaya bahwa toge tersebut telah digoreng, meskipun sebenarnya direbus di atas nampang berisi air.
Pengulangan nama "toge goreng" yang membuat orang mempercayai bahwa toge tersebut telah digoreng merupakan contoh efek ilusi kebenaran (illusion of truth effect) dimana kebohongan yang diulang-ulang dapat menjadi kebenaran dalam pikiran orang.
Menurut para psikolog, efek ilusi kebenaran adalah fenomena psikologi di mana seseorang lebih cenderung mempercayai informasi yang telah mereka dengar sebelumnya, bahkan jika informasi tersebut tidak benar. Hal ini terjadi karena otak kita cenderung mengingat informasi yang telah kita dengar sebelumnya dan menganggapnya sebagai kebenaran.
Kebohongan dapat menjadi kebenaran melalui beberapa cara, seperti:
- Pengulangan: Kebohongan yang diulang-ulang dapat membuat kita lebih cenderung mempercayainya. Oti sebabnya, orang yang berbohong akan terus berbohong agar kebohongannya tidak diketahui dan berubah menjadi kebenaran.
- Sumber informasi yang kredibel: Jika kebohongan disampaikan oleh sumber informasi yang kredibel, kita lebih cenderung mempercayainya.
- Kurangnya informasi yang akurat: Jika kita tidak memiliki informasi yang akurat tentang suatu topik, kita lebih cenderung mempercayai kebohongan.