Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Botak dan Gondrong Kadang Begitu

30 April 2020   08:04 Diperbarui: 30 April 2020   15:27 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak depan Buku Hidup Kadang Begitu, yang ditulis oleh Kang Maman dan Gus Nadir. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Siang dan malam, langit dan bumi, daratan dan lautan, laki-laki dan perempuan, kebahagiaan dan kesengsesaraan.

Begitulah hakekat segala ciptaan Allah SWT yang selalu berpasang-pasangan, seperti disebutkan dalam Firman Allah, "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah." (QS adz-Zaariyat [51]: 49).

Tapi kalau botak dan gondrong berpasangan? Hidup kadang begitu, botak dan gondrong pun bisa berpasangan sepanjang memiliki modalitas mencukupi. 

"Membentuk dynamic duo ternyata harus memiliki modal dan prinsip yang hampir mirip dengan sepasang anak manusia yang saling jatuh cinta. 

Pasangan ya harus PAS, kalau tidak ada "PAS"-nya ya tinggal "ANGAN," begitu tulis Maman Suherman di buku "#HIDUPKADANGBEGITU: Refleksi Tentang Agama, Ilmu dan Kemanusiaan", yang ditulisnya bersama Nadirsyah Hosen.

Secara fisik Maman Suherman (Kang Maman) dan Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) sangat berbeda penampilannya. Kang Maman berkepala plontos, sedangkan Gus Nadir berambut gondrong. Dari sisi profesi keduanya juga berbeda, Kang Maman adalah pegiat literasi dengan pengalaman di bidang penulisan dan kreatif sebagai jurnalis maupun orang TV. 

Buku-bukunya antara lain "Aku takut kehilanganmu", "Sundul Gan" dan NoTulen =Tidak Asli tapi Hamba Allah." 

Sedangkan Gus Nadir yang merupakan putra Alm. K.H Ibrahim Hosen (ahli fiqih dan mantan Ketua MUI) adalah seorang Associate Professor Hukum di Monash Law School, Australia, dengan keahlian hukum tata negara dan fiqih. Beberapa bukunya antara lain "Ngaji Fiqih",  "Islam Yes Khilafah No", "Kiyai Ujang di Negeri Kanguru" dan "Tafsir Al Quran di Medsos"

Dengan karakteristik dan latar belakang yang tampak berbeda, terasa unik ketika melihat keduanya bergotong royong membuat sebuah buku dengan tema serius yaitu agama, ilmu dan kemanusiaan. 

"Aktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut sesungguhnya nyata, dihayati dan sudah lama dipraktekkan dalam kehidupan."

Namun ibarat pasangan ganda badminton yang bisa bermain kompak walau kadang tinggi badannya berbeda, kedua penulis tersebut sepertinya juga ingin menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan, namun keduanya bisa menjadi pasangan PAS bukan ANGAN. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun