Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Trip

Pendakian Gunung Bismo via Sikunang, Bisa Dapat 4 Puncak Dan Bawa Oleh-Oleh Kentang Dieng Lho!

16 Mei 2025   06:42 Diperbarui: 16 Mei 2025   08:50 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puncak Indraprasta 2.365 Mdpl Gunung Bismo (dokumentasi pribadi)

Dataran tinggi Dieng yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, merupakan surganya para pecinta pendakian gunung. Selain Gunung Prau, Gunung Bismo pun menyuguhkan panorama alam yang tak kalah cantik, serta memiliki keunikannya sendiri.

Gunung Bismo atau Bisma memiliki ketinggian 2.365 Mdpl, menawarkan keindahan sunrise dan sunset dari puncaknya. Mengawali pendakian, kamu akan melewati ladang luas warga desa yang banyak ditanami kentang.

Kentang Dieng disukai karena memiliki rasa yang khas dengan tekstur lembut, cenderung manis, kulit bersih dan umbinya lebih tahan lama.

Desa Sikunang merupakan jalur pendakian terpopuler menuju ke puncak Gunung Bismo. Pendaki akan melewati tiga pos sebelum ke puncak yang pertama. Puncak tertingginya ialah Puncak Indraprasta yang berada pada elevasi 2.365 Mdpl.

Tiket pendakian Rp. 30.000/orang. Bagi kamu yang ingin menghemat waktu dan tenaga, tersedia layanan ojeg gunung sampai ke Pos 2. Tarif ojek siang hari Rp. 30.000, sedangkan malam hari Rp. 40.000.

Waktu tempuh dari basecamp ke Pos 2 jika jalan kaki sekitar 1 jam, Sedangkan kalau naik ojek, bisa ditempuh hanya dalam waktu 15 menit. Cepat atau lambatnya jika jalan kaki, tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor pengalaman dan kesiapan fisik tiap individu.

Pada hari sabtu pagi (10/5/2025), saya bersama teman-teman dari Gereja Kristen Jawa (GKJ) Sidomukti Salatiga melakukan tektok ke puncak Gunung Bismo. 

Kami memilih via Sikunang karena merupakan jalur pendakian tercepat. Dalam grup WhatsApp pendakian, kami semua sepakat untuk berjalan kaki saja, dari basecamp ke puncak, sekalian untuk mengetes seberapa bugar stamina kami.

Kami berkumpul di GKJ Sidomukti hari jumat malam (9/5/2025) pukul 21:00 WIB. Kami rental mobil termasuk sopir.  Kapasitas tempat duduk 15 orang, sesuai dengan jumlah peserta. Setelah segala sesuatunya lengkap, pukul 21:48 kami pun berangkat.

Hari sabtu dinihari pukul 00:45 akhirnya kami tiba di Basecamp Sikunang, setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam.

Basecamp Sikunang berada di Desa Sikunang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Lokasi parkir sudah dipadati oleh kendaraan bermotor para pendaki. Weekend selalu ramai, apalagi selama long weekend ini.

Tidak ada tempat istirahat yang tak dipenuhi pendaki, termasuk warung makan. Kami pun istirahat seadanya, ada yang sambil berdiri, menunggu pendakian ke puncak yang baru boleh dilakukan pada pukul 3:00. Katanya sih demi keselamatan para pendaki.

Istirahat seadanya di Basecamp Sikunang (fokumentasi pribadi)
Istirahat seadanya di Basecamp Sikunang (fokumentasi pribadi)

Jalan beraspal yang tak terlalu lebar di depan basecamp, silih berganti dilalui kendaraan yang menuju ke Bukit Sikunir. Mereka ingin menikmati keindahan sunrise dengan mendaki secara minimal. Sedangkan kami, ingin menikmati keindahan sunrise menurut versi kami sendiri.

Sekitar pukul 2:50, seorang petugas dari Basecamp Sikunang mendatangi kami, lalu memberikan beberapa lembar peta pendakian. Ia kemudian memberikan briefing tentang prosedur keselamatan, kenyaman dan kelestarian alam yang harus dipatuhi. Kemudian, tektok kami ke puncak Gunung Bismo pun dimulai.

Udara mulai terasa sangat dingin, sehingga saya pun perlu melapisi tubuh saya ini dengan jaket parasut lain yang lebih tebal. Nanti setelah jalan beberapa saat, tubuh ini pastinya akan terasa hangat. 

Melansir dari diengplateau.com, dataran tinggi Dieng memiliki suhu udara yang cukup dingin. Di siang hari suhu udara berkisar antara 12 - 20 derajat Celsius, sedangkan pada malam hari berkisar 6 - 10 derajat Celsius. Sedangkan di musim kemarau, suhu udara bisa mencapai 0 derajat Celsius. 

Suhu udara dingin ekstrem kerap terjadi di dataran tinggi Dieng pada puncak musim kemarau, yaitu di bulam Juli - Agustus. Akan turun embun es. Masyarakat lokal menyebutnya "Mbun Pas", yang bisa merusak tanaman dan menyebabkan gagal panen. 

Bagi kamu yang ingin mendaki ke gunung-gunung yang ada di Dieng plateau atau dataran tinggi Dieng, perlu persiapan yang lebih matang jika mau mendaki di bulan Juli dan Agustus. Salah satu penyebab hipotermia bagi pendaki adalah suhu gunung yang dingin.

Kami lalu berjalan memasuki perkampungan. Jalan sedikit menurun. Tak ada aktivitas warga karena masih terlalu pagi. Suara langkah kaki para pendaki yang melintas di depan dan samping rumah warga desa Sikunang, seakan bunyi alunan musik yang menina bobokan mereka.

Kemudian kami melintasi sebuah jembatan. Sekarang kami sudah berada di ladang warga yang luas, menapaki jalan kecil yang dicor semen sedikit menanjak. Sinar senter dan headlamp yang kami bawa dan kenakan menerangi pagi yang gelap.

Dari kejauhan kami bisa melihat asap cukup tebal membumbung ke langit dan mendengar suara mesin yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Teknologi ini merubah panas bumi menjadi listrik. Lokasinya masih berada di Desa Sikunang.

Kemudian setelah pertigaan kecil, kami ke arah kiri menaiki jalan tanah setapak yang berundak. Kerap kali kami berhenti jika ada pendaki di depan yang berhenti. Saya hanya berucap dalam hati, ternyata di gunung pun bisa terjadi kemacetan seperti di jalan raya.

Pukul 3:22 , kami sampai di Pos 1. Perjalanan dari basecamp kesini sekitar 29 menit. Kami pun langsung melanjutkan perjalanan ke Pos 2.

Setelah berjalan sekitar 30 menit dari Pos 1, akhirnya kami tiba di Pos 2. Dari basecamp sampai Pos 2 butuh waktu 59 menit. Lebih cepat dari waktu yang kami perkirakan. 

Di Pos 2 kami istirahat sebentar di sebuah shelter. Duduk sambil melemaskan otot-otot kaki kami sebelum melanjutkan pendakian lagi.

Dari Pos 2 menuju ke Pos 3, kami baru merasakan tantangan pendakian yang sesungguhnya. Trek yang kami lalui cukup terjal, untungnya tak terlalu panjang.

Pukul 4:26 kami sampai di Pos 3, setelah berjalan selama 34 menit dari Pos 2. Dari Pos 3 pun trek tanah masih menanjak. Kami jalan di punggungan gunung sampai ke puncak pertama, yaitu Puncak Tugel yang berada di ketinggian 2.332 Mdpl.

Puncak Tugel 2.332 Mdpl Gunung Bismo (dokumentasi pribadi)
Puncak Tugel 2.332 Mdpl Gunung Bismo (dokumentasi pribadi)

Dari Puncak Tugel ke Puncak Nemu-Nemu 2.348 Mdpl, jaraknya sangat dekat. Hanya sekitar 6 menit. Saat ini sudah hampir pukul 5:00. Kami sudah tidak membutuhkan senter dan headlamp lagi. 

Saya sungguh terpesona dengan keindahan sunrise dari puncak Gunung Bismo. Pengalaman indah yang menjadi candu bagiku. Mentari pagi yang muncul menyinari langit dan puncak-puncak gunung, menciptakan pemandangan unik dan spektakuler.

Dari sini saya bisa melihat kecantikan beberapa gunung lainnya, diantaranya Gunung Sindoro, Sumbing, Kembang, Prau dan Bukit Sikunir. Sedangkan Gunung Slamet, Merbabu dan Merapi juga terlihat walaupun kecil.

View sunrise dari puncak Gunung Bismo (dokumentasi pribadi)
View sunrise dari puncak Gunung Bismo (dokumentasi pribadi)

Akhirnya pada pukul 5:45, sebagian dari kami sudah berada di Puncak Indraprasta, puncak tertinggi dari pendakian Gunung Bismo via Sikunang. Total waktu dari basecamp sekitar 2 jam 52 menit. Sudah termasuk istirahat dan mengambil dokumentasi.

Meskipun Gunung Bismo tidak memiliki campsite yang luas, namun menawarkan pemandangan alam yang cantik, dan jalur pendakiannya pun cukup ramah. Nyaman untuk pendakian tektok karena puncak tertingginya bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 3 jam berjalan kaki dari basecamp.

Puncak Indraprasta 2.365 Mdpl Gunung Bismo (dokumentasi pribadi)
Puncak Indraprasta 2.365 Mdpl Gunung Bismo (dokumentasi pribadi)

Saya dan beberapa teman pendaki menyempatkan diri ke puncak yang lain, yaitu Puncak Gandhara 2.354 Mdpl. Saya mengetahui namanya dari peta pendakian karena di puncak itu tak ada tulisan apapun. Ini adalah puncak ke 4 yang bisa saya capai. Puncak Gandhara merupakan puncak tertinggi dari jalur pendakian lain.

Peta jalur pendakian (dokumentasi pribadi)
Peta jalur pendakian (dokumentasi pribadi)

Di puncak Gandhana, kami bertemu dengan dua orang turis dari Kanada, Sarah dan Sam. Saya cukup lama mengobrol dengan mereka. Mereka berdua liburan di Indonesia selama 40 hari. Setelah mendaki Gunung Bismo, Sarah dan Sam akan ke Gunung Merbabu, Bromo, Kawah Ijen, Lombok dan Taman Nasional Komodo. 

Bersama turis Kanada, Sarah dan Sam (dokumentasi pribadi)
Bersama turis Kanada, Sarah dan Sam (dokumentasi pribadi)

Puncak Gandhara (dokumentasi pribadi)
Puncak Gandhara (dokumentasi pribadi)

Setelah Sarah dan Sam pergi, kami memutuskan kembali turun untuk istirahat sebentar dengan teman-teman lain yang menunggu di bawah naungan pohon di dekat Puncak Indraprasta. 

Mas Joko, seperti pada pendakian-pendakian sebelumnya, selalu membawa kompor portable atau kompor gunung, serta membawa air mineral yang cukup banyak untuk menyeduh kopi dan mie instan, dan tentunya membawa juga buah semangga. 

Teman-teman yang lain pun berbaik hati telah berinisiatif membawakan jajanan berupa arem-arem, pisang rebus, donat, telur ayam rebus, biscuit dan lumpia. Mendaki gunung bersama mereka perut ini terasa kenyang terus.

Setelah istirahat cukup dan rasa lelah kami hilang, kami memutuskan untuk turun ke basecamp. Berjalan melalui punggungan gunung ketika terang sungguh menyenangkan. Banyak view indah yang menjadi santapan mata kami.

Setelah Pos 1 kami pun memasuki ladang warga. Disepanjang jalan setapak, kami menjumpai banyak pohon "Pepaya Gunung", yaitu Carica Dieng yang buahnya menyerupai buah pepaya, namun ukurannya lebih kecil dan memiliki rasa yang unik. Manisan carica mudah dijumpai di toko oleh-oleh khas Dieng.

Carica Dieng (dokumentasi pribadi)
Carica Dieng (dokumentasi pribadi)

Sebelum sampai ke basecamp kami menyempatkan untuk membeli kentang pada warga yang sedang memanennya. Kami masing-masing membeli 2 kg. Per kilonya seharga Rp. 11.000. Untungnya, Mas Joko sudah menyiapkan plastik lorek yang cukup besar dan kuat. 

Petani itu tidak menggunakan timbangan ketika memasukkan kentang ke tas plastik. Hanya perkiraan saja, dan setelah saya angkat terasa lebih berat dari 2 kg.

Setelah sampai rumah, istri saya menimbangnya. Ternyata beratnya 3,7 kg! Wow senangnya dapat kentang Dieng segar dan murah. Istri saya mengolahnya menjadi "Kroket Kentang". Camilan enak, gurih, dan mengenyangkan.

Sungguh menyenangkan bisa menggapai puncak Gunung Bismo, dan pulangnya bawa oleh-oleh kentang Dieng. Yuk! Mendaki ke Gunung Bismo via Sikunang, mumpung warga lokal sedang panen kentang.

Kentang Dieng dan hasil olahannya
Kentang Dieng dan hasil olahannya "Kroket" ( dokumentasi pribadi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun