Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review Film "The Whale (2022)": Obesitas, Penyesalan, dan Tanggung Jawab

17 Maret 2023   20:29 Diperbarui: 18 Maret 2023   21:12 3143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Whale 2022 (KOMPAS.com)

Sebagai anggota generasi 90an, Brendan Fraser memiliki tempat yang spesial di hati saya. Aktor yang membintangi film-film klasik seperti George of the Jungle dan The Mummy Trilogy tersebut merupakan salah satu sosok signifikan yang menghiasi masa kecil saya ketika menonton film bersama teman-teman di kota kami (Waktu itu masih nonton pake CD,  jadi film yang ada hanya itu-itu saja)

Sempat hilang lama dari mata para penggemar film, Brendan kembali hadir dengan sebuah mahakarya apik penuh drama, The Whale yang bernuansa jauh berbeda dengan karya-karya sebelumnya.

Film karya sutradara Darren Aronofsky ini berhasil melesatkan nama aktor Brendan Fraser hingga memenangkan berbagai penghargaan seperti, Academy award, Satelite Award, serta Critic's Choise award untuk aktor terbaik.

Berbagai penghargaan tersebut sangat pantas didapatkan oleh Brendan karena penampilan luar biasanya yang melebihi ekpestasi terliar saya.

Seperti apakah ceritanya?

Izinkan saya untuk membawa teman-teman menyelami film drama terbaik dalam satu dekade terakhir versi saya.

Film ini bercerita tentang Charlie (Brendan Fraser) seorang penderita obesitas akut karena depresi setelah kehilangan kekasihnya yang bunuh diri.

Adegan pertama dibuka dengan menampilkan layar video chat perkuliahan dimana Charlie mengajar mata kuliah pembuatan karya tulis secara online. 

Kotak layar milik Charlie nampak gelap karena ia tidak menyalakan kamera pada komputer. Adegan tersebut menunjukan bahwa Charlie telah menutup diri dari dunia luar dan tidak ingin menunjukan kondisinya pada orang lain, perasaan malu yang dapat dimengerti oleh semua orang yang pernah menderita obesitas, termasuk saya.

Setelah selesai mengajar, Charlie menghabiskan malam dengan memuaskan diri sambil menonton film dewasa. Ditengah orgasmenya, Charlie terkena serangan jantung dan nyaris kehilangan nyawa. 

Kekacauan itu mengenalkan kita pada Thomas (Ty Simpkins), seorang pengkotbah yang kebetulan lewat di rumah Charlie. Ia menerobos masuk dan menawarkan bantuan, namun Charlie memintanya untuk membacakan naskah ulasan buku klasik "Moby Dick" yang ditulisnya.

Setelah Thomas membaca naskah itu, Charlie kembali menenangkan diri dan memintanya untuk menelepon Lizz (Hong Chau) sahabatnya yang seorang suster rumah sakit. 

Lizz datang dan memeriksa Charlie dan mengatakan bahwa hidupnya tidak lama lagi karena semua organ dalamnya sudah rusak parah. Wanita itu meminta Charlie untuk pergi kerumah sakit, namun Charlie menolak dengan alasan ia tidak mempunyai uang.

Charlie yang kini berada di ujung usia memutuskan untuk kembali berkomunikasi dengan putrinya, Ellie (Sadie Sink). Ia merasa bersalah karena telah meninggalkan Ellie setelah bercerai dengan istrinya.

(!!Spoiler Alert!!) Hal itu terjadi karena Charlie berselingkuh dan menjalin hubungan sesama jenis dengan mantan muridnya, Dave yang juga merupakan saudara angkat Lizz.

Karakterisasi tokoh utama yang "abu-abu" menghadirkan penilaian ganda dari para penonton. Di satu sisi, saya merasa sangat kasihan pada kondisi Charlie yang harus menderita sendirian karena penyakitnya.

 Kematian Dave membuat Charlie kehilangan segalanya. Impiannya untuk hidup bahagia bersama orang yang ia cintai seketika sirna ketika Dave ternyata tidak bahagia dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Namun di sisi lain, saya juga menganggap Charlie sebagai ayah egois, yang meninggalkan tanggung jawabnya untuk kepuasan pribadi. 

Sebagai seorang pria, tidak seharusnya kita melepaskan diri dari keluarga hanya demi kesenangan sesaat seperti jatuh cinta lagi (terlepas dari bentuk hubungan yang homoseksual maupun heteroseksual). Hal itulah yang membuat saya begitu membenci karakter Charlie.

Konflik internal yang diperankan dengan total oleh Brendan Fraser berhasil menyajikan drama mendalam yang secara pribadi, tidak pernah saya temui dalam film lainnya.

Jujur saja, saya kaget dengan jangkauan acting Brendan Fraser yang terkenal dengan peran bernuansa komedi hingga aksi, ternyata mampu menenggelamkan saya kedalam lautan emosi yang berbeda. (sedih iya, marah iya)

Tema dalam film ini juga patut untuk mendapat perhatian. The Whale menggunakan teknik komparasi yang efektif ketika film ini menyinggung buku "Moby Dick" karya penulis legendaris, Herman Melville. Buku ini menjadi kunci cerita yang menghubungkan karakter Charlie dengan putrinya Ellie.

Moby Dick merupakan paus yang diburuh oleh kapten Ahab dan narator dalam buku, Shamael yang mungkin harus saya bahas dalam review terpisah.

Secara sederhana, Moby Dick melambangkan perlawanan manusia terhadap takdir tuhan.  Kapten Ahab menentang keberadaan paus tersebut yang merengut nyawa para pelaut, sama seperti Charlie dan Ellie di dalam film yang menentang takdir yang menerpa mereka.

Percakapan karakter Charlie dan Thomas, si Pengkothbah menunjukan bagaimana Charlie menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada kekasihnya. 

Sementara itu, Ellie melihat dunia dengan kacamata kebencian, karena rasa bencinya terhadap sang ayah yang meninggalkan dirinya di usia 8 tahun untuk hidup menjadi pasangan gay. 

Namun sebagai seorang ayah, Charlie tak ingin melihat Ellie terjerumus dalam penderitaan yang sama. Ia mewariskan semua uang yang didapat dari mengajar untuk putrinya sebagai bentuk tanggung jawab finansial, tanpa sepeserpun ia gunakan untuk berobat ke rumah sakit. 

Selain itu Charlie juga berusaha mengingatkan putrinya akan jati diri sebagai seorang gadis yang baik yang peduli terhadap penderitaan dunia melalui narasi sempurna akhir cerita yang saya harap dapat ditonton sendiri oleh teman-teman setelah membaca review ini.

Konflik bermuara dalam ledakan mahadahsyat  ketika pada ending cerita, ulasan "Moby Dick" menjelma menjadi penghubung jiwa Charlie dan Ellie, bahwasanya penyesalan hanya dapat disembuhkan melalui tanggung jawab.

Itulah review singkat tentang film "The Whale" yang begitu menggugah cara pandang saya dalam menulis cerita. Konflik lokal yang dikemas secara kompleks, penampilan dari aktor-aktor berkelas, hingga penempatan tema yang efisien menghadirkan pengalaman menonton film drama yang tak mampu diungkapkan melalui kata-kata, sekeras apapun saya mencoba.

Oleh karena itu, saya melarang teman-teman untuk melewatkan film yang berisi penampilan comeback  Branden Fraser tersebut, serta ikut berenang bersama saya dalam samudra mahakarya sutradara  Darren Aronofsky.

Terimakasih sudah membaca. :)

Sumber:

1, 2

Image: movieguide.org
Image: movieguide.org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun