Selain itu, bentrokan sosial akibat kebijakan yang tidak sensitif bisa menimbulkan tuntutan maladministrasi, yang dapat diperiksa oleh Ombudsman.Â
Dugaan Pelanggaran: Ranah Etik dan HukumÂ
DPRD menyelidiki 12 dugaan pelanggaran. Dugaan pelanggaran ini bisa mencakup aspek etik, administratif, maupun pidana. Jika DPRD menemukan bukti kuat, mereka dapat mengajukan usulan pemberhentian kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri, sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah (UU No. 23/2014).Â
Artinya, jalan pemakzulan bukan hanya soal politik, tetapi juga dapat berlandaskan hukum formal.Â
Prinsip Akuntabilitas dan Transparansi Â
Sebagai pejabat publik, Sudewo terikat pada prinsip akuntabilitas dan transparansi. Kasus ini menunjukkan dugaan pelanggaran prinsip tersebut. Jika dibiarkan, maka akan mencederai asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) sebagaimana diatur dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih.
Kesimpulan Hukum
Secara hukum, posisi Sudewo juga rapuh. Pengembalian uang korupsi tidak menghapus tindak pidana, kebijakan PBB bisa digugat secara administratif, dan dugaan pelanggaran dapat berujung pada pemakzulan. Semua jalur hukum terbuka, baik melalui KPK, PTUN, maupun mekanisme DPRD.
Penutup
Kasus Bupati Pati Sudewo memperlihatkan bagaimana panggung politik dan panggung hukum saling berkelindan. Dari sisi politik, ia menghadapi krisis legitimasi, tekanan partai, dan sorotan nasional. Dari sisi hukum, ia menghadapi potensi jerat pidana korupsi, gugatan administratif atas kebijakan, hingga mekanisme pemakzulan.
Apakah Sudewo mampu bertahan? Itu tergantung pada dua hal: soliditas politik yang menopangnya dan proses hukum yang menjeratnya. Namun, dari dua sisi analisis di atas, satu hal pasti: kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa kekuasaan tanpa legitimasi dan tanpa kepatuhan hukum hanya akan melahirkan krisis yang berlapis.