Mohon tunggu...
Ari J. Palawi
Ari J. Palawi Mohon Tunggu... Petani Seni dan Akademisi

The Sonic Bridge Between Tradition and Innovation

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Jak Lom u Banda!

28 Agustus 2025   09:30 Diperbarui: 29 Agustus 2025   09:07 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Indeks Prestasi Komulatif"

Selamat datang, wahai mahasiswa dan mahasiswi baru, di kota yang selalu menunggu kedatangan generasi muda, Banda Aceh. Dalam bahasa santai masyarakat, sering terdengar ungkapan "Jak lom u Banda!", yang artinya "datang lagi ke Banda!". Satire ini bukan sekadar sapaan. Ini adalah ajakan, teguran halus, bahkan tantangan! Siapkah kalian menulis bab baru hidup kalian di kota yang penuh cerita ini?

Banda Aceh bukan sekadar ibu kota provinsi. Ia adalah laboratorium sejarah, budaya, dan daya tahan. Dua dekade lalu, gelombang tsunami meluluhlantakkan kota ini, tetapi juga melahirkan ketangguhan yang menginspirasi dunia. Di jalan-jalan Banda, kalian akan menemukan museum yang menyimpan air mata, masjid yang menyimpan doa, serta kedai kopi yang menyimpan percakapan. Kesemuanya siap menjadi ruang belajar di luar ruang kuliah kalian.

Sebagai mahasiswa baru, sebagian dari kalian mungkin akan tinggal di jantung Kopelma Darussalam, rumah bagi Universitas Syiah Kuala dan UIN Ar-Raniry. Namun banyak juga yang belajar di institut, universitas, politeknik, sekolah tinggi kesehatan, akademi swasta, atau pesantren modern. Semuanya sama mulia. Kalian semua adalah bagian dari denyut pendidikan Banda Aceh, dari kelas-kelas teknik dan vokasi yang melahirkan tenaga terampil, hingga ruang seni dan humaniora yang menjaga nurani dan budaya.

Namun jangan lupa, Banda Aceh bukan hanya ruang akademik. Ia juga sebuah kota kehidupan. Pagi hari dimulai dengan azan Subuh yang menggema dari masjid ke masjid, lalu jalanan dipenuhi penjual lontong, timphan, dan kuah beulangong. Siangnya, kalian akan melihat mahasiswa bersepeda motor ke kampus, lalu sore hari Blang Padang dipenuhi anak muda berlari, bermain bola, atau sekadar duduk menikmati sore. Malamnya, kedai kopi kembali ramai, menjadi "kampus kedua" tempat orang berdebat politik, berdiskusi skripsi, atau sekadar bercanda.

Kota ini juga akrab dengan laut. Pantai Ulee Lheue hanya sepuluh menit dari pusat kota: tempat mahasiswa mencari ilham, duduk menatap senja, atau belajar tentang laut yang pernah mendidik Aceh lewat gelombangnya. Di sisi lain, Aceh juga kental dengan budaya Islami. Jangan kaget jika aturan berpakaian atau kegiatan sosial punya nuansa syariah. Namun justru di situlah letak tantangan: bagaimana kalian bisa tetap kritis, terbuka, dan inklusif di tengah suasana yang penuh norma.

Banda Aceh juga mengajarkan keteguhan dalam ingatan. Museum Tsunami, Kapal PLTD Apung, dan monumen-monumen kecil yang tersebar di kota adalah pengingat bahwa hidup ini rapuh. Tapi di balik itu, ada energi solidaritas yang luar biasa. Kalian akan belajar, bahwa masyarakat Aceh mampu bangkit karena gotong royong, karena iman, dan karena ilmu.

Namun, jangan pernah mengira bahwa perjalanan ini akan mudah. Banda Aceh akan menguji kalian bukan hanya dengan ujian semester, tetapi dengan ujian karakter. Di kota ini, kalian akan bertemu perbedaan: antara mahasiswa dari pegunungan Gayo dengan mereka yang datang dari pesisir Aceh Utara; antara yang datang dari Jawa, Sumatera Barat, Kalimantan, bahkan Papua. Semua berkumpul dalam satu ruang belajar besar bernama Banda Aceh. Tantangannya adalah bagaimana perbedaan itu tidak menjadi jarak, melainkan jembatan solidaritas.

Kota ini juga menantang kalian untuk peduli pada sekitar. Banyak desa di Aceh yang masih berjuang dengan kemiskinan, pendidikan terbatas, atau infrastruktur minim. Mahasiswa sejati bukan hanya mereka yang mengejar nilai tinggi, tetapi yang berani turun ke masyarakat, mendengar suara kecil, dan berbuat sesuatu. Di sinilah arti kuliah lapangan yang sesungguhnya: membangun keterhubungan antara pengetahuan dan kenyataan.

"Jak lom u Banda" juga bisa berarti panggilan untuk selalu kembali: kembali ke akal sehat, ke keberanian bersuara, ke kebajikan yang sederhana. Di tengah dunia yang cepat berubah, Banda Aceh mengajarkan kesabaran. Di tengah globalisasi yang serba instan, kota ini mengingatkan bahwa ilmu adalah proses panjang, seperti kopi hitam Aceh yang perlu diseduh perlahan.

Datanglah ke Banda bukan hanya untuk belajar teori, tapi juga untuk belajar hidup. Pelajari bagaimana masyarakatnya menjaga adat sekaligus merundingkan perubahan. Saksikan bagaimana perempuan-perempuan muda membangun ruang inklusif di tengah norma konservatif. Rasakan bagaimana solidaritas tumbuh di masa krisis, dan bagaimana mahasiswa Aceh berdiri di garis depan kritik sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun