Mohon tunggu...
Arip daramawan
Arip daramawan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Menyukai anime, sepak bola, dan pendidikan, berharap dapat bermanfaat dan menjadi manusia yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Opini: Menjaga Marwah Sistem Hukum Indonesia di Tengah Ancaman Intervensi Politik

20 Juni 2025   10:50 Diperbarui: 20 Juni 2025   10:50 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sc ( https://unsplash.com/photos/brown-wooden-tool-on-white-surface-veNb0DDegzE)

Sistem hukum Indonesia merupakan sistem campuran yang mengadopsi unsur-unsur hukum adat, hukum Islam, dan hukum Eropa Kontinental. Sistem ini secara konstitusional dirancang untuk menjamin keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, dalam praktiknya, penerapan hukum kerap kali tidak berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah intervensi politik terhadap proses penegakan hukum, yang dapat merusak independensi lembaga yudikatif serta mencederai prinsip-prinsip negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

Fenomena ini tampak jelas dalam kasus penonaktifan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, pada akhir tahun 2024. Firli dinonaktifkan oleh Presiden setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Keputusan ini menimbulkan polemik di masyarakat. Di satu sisi, publik menilai langkah tersebut sebagai bentuk ketegasan dalam penegakan hukum. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa tindakan tersebut mencerminkan campur tangan kekuasaan eksekutif dalam ranah lembaga independen, yang seharusnya bebas dari pengaruh politik. Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka sistem hukum kita berisiko terjebak dalam "rule by law", di mana hukum dijadikan alat kekuasaan, bukan sebagai pilar keadilan.

Menurut Mahfud MD (2020), sistem hukum Indonesia sejatinya telah memiliki struktur normatif yang cukup kuat. Namun, kelemahan terbesar terletak pada aspek implementasi, yang tidak lepas dari budaya hukum masyarakat Indonesia yang masih lemah. Hal ini sejalan dengan pandangan Satjipto Rahardjo bahwa hukum bukan hanya teks undang-undang, tetapi juga praktik sosial yang hidup di tengah masyarakat. Dalam kasus KPK, meskipun Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menonaktifkan pimpinan KPK yang menjadi tersangka, seharusnya kebijakan tersebut tetap mempertimbangkan prinsip kehati-hatian, independensi kelembagaan, serta transparansi publik.

Rendahnya budaya hukum di Indonesia juga tercermin dari minimnya kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. Berdasarkan survei LSI Denny JA pada Januari 2025, hanya 38% responden yang menyatakan percaya terhadap lembaga peradilan, dan hanya 26% yang percaya pada KPK pasca-kasus Firli Bahuri. Ketidakpercayaan ini menunjukkan bahwa reformasi hukum di Indonesia tidak cukup hanya dilakukan secara struktural, tetapi juga harus menyentuh aspek kultural dan moral masyarakat hukum. Tanpa perubahan budaya hukum, maka hukum akan terus-menerus terjebak dalam ketimpangan antara teks dan pelaksanaan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, ada beberapa rekomendasi strategis yang perlu dipertimbangkan. Pertama, pemerintah dan DPR harus memperkuat independensi lembaga penegak hukum melalui reformasi regulasi, mekanisme rekrutmen pimpinan lembaga hukum, serta pengawasan internal yang lebih kuat. Kedua, penting untuk mengintegrasikan pendidikan etika dan hukum dalam kurikulum pendidikan nasional guna membentuk kesadaran hukum sejak dini. Ketiga, peran masyarakat sipil, media independen, dan kalangan akademisi sangat penting untuk mengawal jalannya proses hukum agar tetap berjalan secara transparan, adil, dan akuntabel.

Pada akhirnya, sistem hukum Indonesia akan terus diuji oleh dinamika politik dan sosial yang berkembang. Namun, untuk tetap menjaga marwah negara hukum, supremasi hukum harus ditegakkan secara konsisten dan bebas dari tekanan politik. Kasus KPK menjadi pengingat bahwa tanpa reformasi menyeluruh---baik dalam aspek struktur maupun budaya---sistem hukum Indonesia akan selalu berada dalam bayang-bayang kekuasaan. Maka, sudah saatnya seluruh elemen bangsa berkomitmen untuk memperkuat integritas hukum demi masa depan Indonesia yang adil dan berkeadaban.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun