Mohon tunggu...
Ario Aldi L
Ario Aldi L Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Menulis ketika senggang, semakin banyak belajar semakin tidak tau apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tuan dan Nyonya yang Lucu

30 Juli 2020   00:43 Diperbarui: 30 Juli 2020   00:40 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
relief, pixabay.com


"Ah, sekarang masuk hari Jum'at. Padahal beberapa menit yang lalu masih hari Kamis. Sebentar. Sejak kapan manusia bisa menentukan nama yang tepat untuk suatu waktu? Ini aneh. Tapi kebanyakkan manusia berkata bahwa hal tersebut adalah lumrah. Baik. Akan kukesampingkan hal itu terlebih dahulu. Kabarnya kamu dalam beberapa hari terakhir ini jarang makan. Apa karena aku? atau karena apa?"

"Tidak tuan. Aku makan pada waktu dan jam yang sama setiap harinya. Hanya saja menu yang biasa kumakan terasa hambar belakangan ini. Aku sudah bertanya pada kawan-kawanku. Bahkan sempat berkonsultasi pada dokter. Tapi tidak ada jawaban yang dapat menuntaskan rasa hambar ini. Apa tuan juga mengalami hal yang sama?"

"Tidak. Aku selalu memakan apa saja yang dihidangkan untukku. Tidak terkecuali. Kebetulan kemarin, bahan dapur yang biasa kubeli tidak ada. Jadi kemarin aku hanya memakan makanan siap saji dan minum sereal dua kali sehari."

"Sungguh menarik tuan. Aku menjadi iri. Apa karunia Tuhan tidak mengenaiku?"

"Karunia Tuhan itu luas nyonya. Tentunya nyonya tidak dapat berkata begitu saja perihal kasih sayang Tuhan, sehingga nyonya bisa semudah itu mengatakan bahwa Tuhan sedang pilih kasih pada makhluknya."


"Ah, begitu. Tapi kiranya tuan, apa hal ini masuk akal?"

"Masuk akal bagaimana?"

"Baru kali ini aku kehilangan selera makan selama berhari-hari, bahkan hingga detik ini."

"Mungkin aku punya sedikit solusi atas keresahanmu."

"Maksudnya bagaimana tuan?"

Baca : Remy Sylado dalam Bait Mbelingnya

"Ini adalah hal yang mendasar nyonya.. Nyonya tentu ingat bagaimana cita rasa makanan yang dihidangkan pertama kali di depan nyonya, saat nyonya baru sadar bahwa nyonya sudah tumbuh dewasa."

"Aku masih tidak mengerti tuan."

"Begini nyonya, rasanya saya tidak pantas berbicara panjang lebar bahkan terdengar seperti menggurui nyonya. Tapi akan saya jelaskan. Saat pertama kali nyonya mengenal cita rasa makanan, tentu di lidah nyonya bisa sedikit memilah. Komposisi apa saja yang dituang dalam semangkuk sup yang dihidangkan di depan nyonya."

"Benar, aku mengingatnya. Bagaimana tuan tahu?"

"Sekali lagi maafkan saya nyonya. Saya hanya menerka. Kiranya apa yang saya alami juga tidak hanya saya seorang yang mengalaminya."

"Tuan terlalu berbelit-belit. Saya tidak tau apa yang tuan maksud."

"Ini adalah hal yang umum nyonya. Kita tentu dilahirkan dari rahim seorang ibu. Proses alami seperti itulah yang banyak terjadi dalam kehidupan kita. Sadar atau tidak, manusia berusaha menghilangkan fakta tersebut."

"Tadi tuan berbicara dengan cita rasa makanan. Sekarang tuan berbicara tentang rahim ibu. Jawaban yang saya cari masih belum ketemu tuan."

"Sepertinya nyonya sudah tau mengapa nyonya tidak kunjung menemukan jawaban tersebut."

"Ah, maafkan saya tuan. Terimakasih atas makan malamnya."

Wanita itu pergi dengan raut wajah yang memerah. Pertemuan yang absurd. Terjadi di sebuah kota dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah.

 Artikel lainnya : Dehidrasi Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun