Mohon tunggu...
Ari Junaedi
Ari Junaedi Mohon Tunggu... Pengajar, Konsultan, Kolomnis, Penulis Buku, Traveller

Suka membaca, menikmati perjalanan, membagi inspirasi, bersilaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sensasi "Ngopi" Sambil Melihat Kereta yang Lewat

14 Mei 2023   15:13 Diperbarui: 15 Mei 2023   20:25 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kafe Lima Sebelas, Malang : menikmati kopi sembari melihat kereta api yang melintas (Foto: Ari Junaedi)

Oleh : Ari Junaedi*

Siapa bilang perpisahan harus diratapi dengan duka dan sepi? 

Di Malang, Jawa Timur, salam perpisahan bisa disampaikan dengan tawa dan lambaian tangan serta "ngopi". Bermula dari potongan-potongan video yang cepat menyebar sehingga viral, kehadiran Lima Sebelas Coffee Eatery kini menjadi rujukan yang harus disambangi jika bertandang ke Kota Malang.

Bagi sebagian besar orang, kereta api bukan sekadar moda transportasi. Sosok kereta api bagi anak-anak adalah impian terbesar akan "pergi" yang diidam-idamkan. Bagi remaja, kereta api adalah "jiwa pembebas" untuk bisa mengenal daerah lain.

Sedangkan bagi keluarga muda, kehadiran kerata api adalah cita-cita untuk pergi bersama keluarga kecilnya. Anak-anak harus dikenalkan dengan kendaraan yang berjalan "di atas" rel besi tersebut.

Bagi pria maupun wanita paruh baya, kereta api adalah pilihan transportasi yang nyaman sekaligus aman. Tidak mengkhawatirkan rasa lelah karena tujuan daerah yang dituju bisa ditempuh kereta api dengan tepat waktu.

Kafe Lima Sebelas yang berlokasi di Jalan Trunojoyo 46, Klojen berhasil "menangkap" kerinduan penggemar-pengemar kereta api akan kehadiran moda transportasi tersebut. Setiap kereta yang berjalan pelan meninggalkan Stasiun Kereta Api Kotabaru Malang selalu mendapat lambaian tangan para pengunjung kafe.

Kafe Lima Sebelas, Malang : kejelian melihat peluang usaha kreatif anak muda (Foto : Ari Junaedi)
Kafe Lima Sebelas, Malang : kejelian melihat peluang usaha kreatif anak muda (Foto : Ari Junaedi)

Dengan berlatar belakang kesibukan petugas-petugas stasiun kereta api, lalu lalang lokomotif yang langsir maka kesempurnaan para pecinta kereta api atau penikmat kopi dengan suasana kafe yang lain daripada yang lain menjadi "bertemu".

Kafe Lima Sebelas di Malang itu menjadi simbol kebangkitan usaha kreatif bahwa penikmat kopi dan kuliner merupakan peluang usaha yang masih terbuka. Kehadiran kafe yang didatangi pengunjung tidak harus berada di mal yang bertarif sewa mahal atau di ruko tetapi juga bisa memanfaatkan lokasi-lokasi yang unik.

Kafe Lima Sebelas, Malang : kemasan media sosial yang viral adalah promosi yang jitu (Foto: Ari Junaedi)
Kafe Lima Sebelas, Malang : kemasan media sosial yang viral adalah promosi yang jitu (Foto: Ari Junaedi)

Kafe Lima Sebelas di Malang mengingatkan saya akan kafe Rumah Go'A milik seniman Dik Doank di Kawasan Bintaro, Tangerang, Banten yang berdekatan dengan Stasiun Kereta Api Jurang Mangu. Lokasi nya yang bersebelahan dengan jalur rel kereta api membuat ritual "ngopi" sore menjadi semakin sahdu.

Berbeda dengan ornamen-ornamen seni yang "nyentrik" dan vintage yang ada di Rumah Go'A, hiasan-hiasan yang ada di Lima Sebelas terkesan ala kadarnya. Yang membuat sama adalah suasana kerinduan akan kehadiran kereta api dan nikmatnya rasa kopi yang tersaji.

Lokasi rumah hunian Dik Doank yang dikonversi menjadi kafe Rumah Go'A maupun kafe Lima Sebelas di Malang menjadi pembuktian upaya mengangkat usaha mikro kecil menengah (UMKM) bisa dilakukan dengan banyak cara.

Kafe Rumah Go'A milik Dik Doank di Jurang Mangu, Bintaro, Tangerang, Banten (Foto: Ari Junaedi)
Kafe Rumah Go'A milik Dik Doank di Jurang Mangu, Bintaro, Tangerang, Banten (Foto: Ari Junaedi)

Jangan remehkan ide dan kreativitas anak muda, kerap usaha berskala besar lahir dari ide-ide "gila" mereka. Dari sahabat saya, Ikhwanus Sofa - pengusaha muda kelahiran Banjarmasin yang mukim di Surabaya -- yang kerap berdiskusi di Forum Inkubator dengan mahasiswa-mahasiswa yang kaya dengan gagasan pioner pengembangan usaha, mengakui kalau ide-ide mereka begitu brilian.

Kendala akan akses permodalan dari perbankan butuh kolaborasi dengan pelaku usaha lain untuk bisa mengembangkan gagasan menjadi aksi nyata. Pasca pandemi, kebutuhan warga untuk wisata atau healing apalagi sekedar "keluar" rumah" adalah peluang usaha yang harus "ditangkap" dan dimanfaatkan.

Kafe Rumah Go'A, Bintaro, Tangerang, Banten : keberadaan lintasa rel kereta api menjadi pemikat pengunjung (Foto: Ari Junaedi)
Kafe Rumah Go'A, Bintaro, Tangerang, Banten : keberadaan lintasa rel kereta api menjadi pemikat pengunjung (Foto: Ari Junaedi)
Semarak hadirnya kafe-kafe di berbagai tempat mengingatkan saya akan kafe di Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara yang memanfaatkan lokasi pinggir sungai, kafe di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang jeli memilih pinggir sawah sebagai tempat kafe berdiri.

Warung Kopi Darat di Kotabaru, Kalimantan Selatan juga berada di pinggir sungai dan tidak jauh pula dari pinggir laut sehingga menambah keunikan saat menikmati kopi dan kudapan. Hadirnya kafe-kafe yang menyeruak di Kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat juga memanfaatkan lokasinya yang berada di perbukitan Babakan Madang.

Kotabaru, Kalsel punya warkop yang ikonik : Warung Kopi Darat yang bersisian dengan sungai dan laut (Foto: Ari Junaedi)
Kotabaru, Kalsel punya warkop yang ikonik : Warung Kopi Darat yang bersisian dengan sungai dan laut (Foto: Ari Junaedi)

Dengan harga yang terjangkau untuk ukuran kantong mahasiswa, lulusan sarjana baru pencari kerja atau dosen dengan gaji "kerakyatan" seperti saya ini, menikmati kopi di Lima Sebelas, Malang seperti "memutar" jam kehidupan masa lalu saya saat masih kanak-kanak di Malang di paruh 1970-an.

Naik kereta api, tut..tut..tut..
Siapa hendak turut
Ke Bandung, Surabaya
Banyak penumpang turut
K'ring.. k'ring.. k'ring..
Bunyi kereta api
K'ring.. k'ring.. k'ring..
Bunyi kereta api
Kereta api, aw.. aw..

Sambil menikmati kopi saat laju kereta Api Sri Tanjung jurusa Banyuwangi -- Malang melintas di belakang kafe Lima Sebelas, saya jadi teringat dengan lagu berjudul "Naik Kereta Api". Lagu ini pertama kali dikenalkan di tanah air pada tahun 1930-an.

Sebenarnya lagu ini merupakan adaptasi dari lagu anak-anak dari Amerika Serikat yang berjudul "I've Been Working on the Railroad". Saat itu, Indonesia yang masih bernama Hindia Belanda masih dijajah oleh Belanda dan kereta api merupakan salah satu moda transportasi yang populer.

Lagu "Naik Kereta Api" semakin populer di Indonesia pada era 1950-an hingga 1970-an. Lagu ini sering dinyanyikan oleh orang-orang yang naik kereta api sebagai hiburan selama perjalanan. Dan pada akhirnya, menikmati segelas kopi "berteman" singkong goreng bukan sekedar melepas penat dan mencari inspirasi.

Kini menikmati kopi sembari memutar lorong kehidupan ke masa lalu, saat gawai belum ditemukan dan riuhnya media sosial belum dikenal di masa itu. Masa di saat kita menonton TVRI dan mendengar siaran RRI secara massal... di rumah tetangga yang tergolong berada. Bukan tajir karena menggarong uang rakyat.

Menyambagi kafe bukan sekadar ritual biasa (foto : Ari Junaedi)
Menyambagi kafe bukan sekadar ritual biasa (foto : Ari Junaedi)

*Ari Junaedi adalah akademisi, konsultan komunikasi & kolomnis

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun