Mohon tunggu...
Ari Hidayat
Ari Hidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berjuang bersama keluarga

Konsistensi adalah kunci keberhasilan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak

26 Juli 2020   13:51 Diperbarui: 26 Juli 2020   13:40 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kupandang dalam kalbu
Tokoh Agama yang aku mulyakan,
sesaat mereka biasa saja, namun berhias ilmu,
Dimulyakan atau memulyakan aku tidak tahu,
Aku terjaga, kebahagiaanku dengan kebahagianmu berbeda,
aku terasing, tidak ada yang mengenal aku,
yang ada cuman keinginan mereka yang tampak,
Uang bertumpuk, mobil terparkir, rumah rumah mewah,
kau nikmati harta hartaku dengan curang dan penuh dengan Haram,
Aneh aku tidak menyesal,
tidak ada satu hartapun yang mampu membuat aku tersungkur,
aku takut sombongku,
hidup dalam pengasingan,
tahu sakitnya rindu
namun aku bahagia dan menikmati setiap ejekan,
Kini aku paham yang mereka suguhkan adalah ketakutan mereka,
anehnya tiada satupun yang membuat aku takut dari ketakutan mereka,

Berhala berhala manusia,
ada berhala organisasi,
ada berhala kebaikan,
Ada berhala jabatan,
ketenaran yang kosong tak bertaji,
pemimpin bukan satelit yang mengorbit,
Kejayaan merupakan kristalisasi keringat,
yang dipandang tumpukan dosa atau beribu faedah,
yang jelas aku memandangmu bukan karna rupiahmu,
hoooo cermin kehidupan
ternyata cuman ingin tahu namun tetap tidak tahu tentang aku,

Mantra mantra rumi berkata manusia budak keinginannya,
kebal tak terasa saat diri dilindungi qona'ah,

kehausan kehormatan,
aku senyum sejak dulu kau ingin dihormati tapi tak mampu berdiri di kakimu
pemuda pemuda dungu, kebodohan kau jadikan imammu,
mubalig dan ulama' kau jadikan bahan candaanmu,
kau kira kehidupan ini kebohongan,
setiap kata adalah mantra kehidupan,
tiada tahu kapan Tuhan mengabulkan,

jangan kau kira tangan tangan itu kosong,
tangan tangan itu penuh dengan kepalsuan,
Basahnya air nyatanya kering keronta tanpa ilmu,

filosofi kehidupan kau pendekkan sependek nalarmu dalam alkohol,
kau bilang iman padahal akalmu penuh dengan kebinalan,
kau menyelami cercaan kau kira ini taksampai,
sambutnya begitu hangat,
kalian mengira ia menipuku,
pelukan dan dekapannya seakan menyesatkanku,
padahal nikmatnya tak berujung rasa malunya membawa pada saudaranya namun itu dirinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun