Mohon tunggu...
A Zainudin
A Zainudin Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Sastra

Menulis sesuai kata hati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan yang Melawan dengan Api

5 Agustus 2020   07:47 Diperbarui: 5 Agustus 2020   08:11 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sumber: indosport

Aku memasuki arena pertandingan dengan langkah ringan, meski hatiku kebat-kebit.  Sedikit grogi.  Maklum ini adalah pertandingan finalku tahun ini di kejuaraan resmi terbesar dunia.  Lawanku adalah andalan tuan rumah, pemain peringkat satu dunia saat ini.  

Tingginya yang nyaris 180cm mau tak mau membuat lawan-lawannya terintimidasi.  Bukan hanya serangannya yang tajam dan bertenaga, namun staminanya juga luar biasa.  Tekniknya nyaris sempurna ditunjang mental yang sangat terjaga.

Semua lawan-lawannya dibuat tak berkutik dan menyerah dua set langsung di babak-babak sebelumnya.  Semua serangan atau penempatan tipuan seolah tak mempan menghadapi keuletan sekaligus pertahanannya luar biasa. Bila semua tak mempan, maka lawan tinggal menunggu kekalahan saja.

Sementara aku?  Mungkin dia kali ini meremehkanku.  Seorang pemain yang mewakili negara tanpa riwayat prestasi spektakuler yang berperingkat di bawahnya.  Kejutan-kejutan yang kubuat di babak-babak sebelum partai puncak ini barangkali tidak terlalu membuatnya khawatir.  

Apalagi pertandinganku sebelumnya cukup berdarah-darah.  Hanya sekali aku menang straight set, yaitu di babak pertama, melawan pemain negara benua Amerika yang Namanya masuk ke daftar pemain juga karena dia dianggap terbaik di benuanya.

Di babak kedua, aku mulai menemui kesulitan saat melawan muda Indonesia yang baru saja mentas dari level yunior.  Aku kalah mudah di set pertama, dan harus bermain alot di set kedua sebelum menang mudah di set ketiga.  Keunggulan serangannya hanya mampu merepotkanku di set awal sebelum bola-bola lambungku mulai membuat dia kesulitan di set kedua dan akhirnya nafasnya habis di set ketiga.  

Aku sendiri sudah agak hafal tipe pemian negara terkenal bulutangkis itu.  Skil ajaib namun tidak didukung fisik dan stamina yang memadai.  Apalagi mentalnya.  Mudah sekali grogi jika lawan tidak mati-mati.  Beda jauh dengan pendahulu mereka, idolaku, sebagai pemain yang sama-sama bertubuh tidak tinggi, Susi Susanti.

Babak-babak selanjutnya menjadi jalan yang makin terjal.  Dua kali melawan tuian rumah,keduanya unggulan, juga pemain muda tapi serangan dan determinasinya luar biasa.  Nyaris saja aku kalah jika aku tidak terus menguatkan diriku untuk terus bertahan.  

Kukombinasikan bola-bola lob serang yang susah dimatikan serta penempatan yang membuat mereka lari-lari ke seluruh lapangan.  Kakiku lincah menjangkau setiap bola yang juga diarahkan ke setiap sudut-sudut lapanganku.  Mungkin wajah imutku, yang tak menampakkan kegusaran dan ketakutan, membuat lawan akhirnya gentar juga.

Di babak semi final, pemain Jepang yang berada di peringkat lima besar dunia sangat merepotkanku.  Di awal kami sama-sama jarang mati sendiri, dan tak ada angka yang mudah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun