Mohon tunggu...
Arif Uopdana
Arif Uopdana Mohon Tunggu... Lainnya - uopdana 1993

Fakir ilmu

Selanjutnya

Tutup

Nature

Limbah pertambangan (Tailing)

1 Juni 2020   19:59 Diperbarui: 15 September 2020   09:20 2005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jebolnya bendungan tailing tambang di Mariana, Brazil. Tahun 2015

Video jebolnya bendungan tailing tambang milik Vale di Brazil. Tahun 2019

PENDAHULUAN

Salah satu limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan adalah limbah tailing. Penjelasan mengenai limbah tailing telah sedikit saya jelaskan di tulisan saya sebelumnya. 

Pengelolaan tailing yang berupa lumpur (slurry) adalah dengan mengumpulkan atau mengendapkan tailing di kolam waduk, dan memantau air yang keluar dari kolam waduk agar tidak menimbulkan dampak negatif terutama bagi kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.

Di kolam waduk material padat lambat laun akan mengendap ke dalam kolam. Dan air di kolam waduk akan dialirkan untuk digunakan kembali atau  dialirkan ke sungai untuk dibuang. Untuk memastikan agar air yang keluar dari kolam telah memenuhi persyaratan lingkungan, sebelum dibuang ke sungai, air dalam kolam harus lebih dulu diolah di instalasi pengolah limbah (IPAL) sehingga memenuhi persyaratan baku mutu air limbah.

Dalam pengelolaan limbah tailing sering mengalami kegagalan dan berdampak cukup besar bagi manusia, lingkungan, ekonomi, serta keberlanjutan operasi perusahaan pertambangan itu sendiri.

KASUS KEGAGALAN BENDUNGAN TAILING

Laporan yang diterbitkan oleh Komisi Internasional untuk Bendungan Besar  “Bulletin International Commission on Large Dams (ICOLD) 121 tahun 2001”, melaporkan bahwa sampai tahun 2000 telah tercatat 221 kali terjadi musibah besar pada bendungan limbah tambang, yang telah menelan korban jiwa cukup banyak, antara lain : bendungan limbah tambang Aberfan inggris tahun 1966 korban lebih dari 100 orang. Mufillira  Zambia tahun 1970 : 89 Orang, Bufallo Creek USA 1972 : 125 Orang, Stava Italia 1985 : 269 orang. Dan beberapa kasus kegagalan penanganan limbah tailing lainnya seperti Merriespruit pada tahun 1994, Los Frailes pada tahun 1998, Kolontar pada 2010 dan Mount Polley pada 2014 dan jebolnya tailing dam OK Tedi Mining di Tabubil, PNG, Tahun 1984. Pada bulan Mei 2016, BHP Billiton digugat secara hukum sejumlah US$ 58 milyar di Brazil, setelah jebolnya bendungan tailing menewaskan 19 orang.

Insiden kegagalan bendungan tailing menunjukkan bahwa tidak hanya dapat menyebabkan kematian, namun dapat (biasanya) mengakibatkan kerugian sepertiga dari kumpulan modal pasar, biaya pembersihan dan kerugian langsung yang lebih dari US$100 juta (dolar tahun 2014) dan biaya kemungkinan tuntutan kelompok hingga dua kali lipat (Vick 2014), dengan 60% rata-rata kemungkinan penutupan permanen tambang.

Jebolnya bendungan limbah tambang (tailing) di lokasi tambang Córrego do Feijão milik Vale di Brasil, 25 Januari 2109 dan menwaskan 248 orang memunculkan perhatian terkait risiko besar pertambangan yang secara mengejutkan ternyata masih belum ditangani secara memadai oleh banyak perusahaan tambang. Fasilitas bendungan limbah tambang (tailing) yang terdiri atas batuan yang telah hancur, air, dan bahan kimia pengolahan bijih  memunculkan beberapa risiko paling umum dan paling besar bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup di sekitar lokasi tambang. Fasilitas semacam ini kemungkinan besar sangat rentan terhadap terjadinya rembesan, yang dapat menyebabkan kontaminasi air tanah dan air permukaan. Bendungan limbah tambang (tailing) yang tidak stabil dapat jebol dan membawa dampak yang dahsyat, dengan lepasnya limbah dalam jumlah besar yang dapat mengakibatkan kematian, mengubur rumah, menghancurkan mata pencaharian, menutupi sungai, dan menyebabkan dampak jangka panjang yang serius terhadap pekerja, masyarakat setempat, dan lingkungan hidup.

Hasil dari 2018 Responsible Mining Index (RMI), mengungkapkan hal yang mengkhawatirkan bahwa banyak perusahaan tambang terbesar dunia tidak dapat 'memahami dan menunjukkan' seberapa efektif mereka menangani risiko kegagalan bendungan limbah tambang (tailing) dan rembesannya. Sebanyak 30 perusahaan tambang yang dinilai dalam RMI 2018, hanya meraih skor rata-rata 22% untuk pelacakan, peninjauan, dan tindak lanjut dalam upaya memperbaiki manajemen risiko limbah tambang mereka, yang mana dalam hal ini skor Vale sedikit di atas rata-rata. Lima belas dari 30 perusahaan tersebut tidak menunjukkan bukti bahwa mereka turut melacak seberapa efektif mereka menangani risiko tersebut. Meskipun 17 perusahaan menunjukkan tanda-tanda dilakukannya peninjauan untuk melihat seberapa efektif langkah-langkah manajemen risiko limbah tambang mereka, tidak ada bukti dari keseluruhan perusahaan tersebut bahwa mereka telah secara terbuka mengungkapkan sejauh mana mereka mengambil tindakan sistematis berdasarkan tinjauan dimaksud untuk memperbaiki cara mereka mengatasi risiko terkait limbah tambang.

Hasil yang lebih luas dari RMI 2018 memperlihatkan bahwa perusahaan kerap tidak memberikan informasi yang memadai tentang cara mereka mengelola risiko sosial dan lingkungan hidup, terutama dalam memberikan informasi yang bermakna terkait kinerja di tingkat lokasi tambang. Pekerja, masyarakat yang terkena dampak pertambangan, pemerintah dan investor sering kali tidak diberi tahu tentang risiko yang ada dan seberapa baik perusahaan menangani risiko tersebut. Perusahaan mungkin saja enggan mengungkapkan secara terbuka informasi yang berpotensi merugikan dan bersifat sensitif ini, akan tetapi kehidupan dan mata pencaharian pekerja dan masyarakat bergantung pada diambilnya langkah-langkah perlindungan yang memadai.

Tahun 2015, Lindsay Newland Bowker dan David Chambers mengkaji data kegagalan bendungan limbah tambang di masa lalu. Serta, data proyeksi produksi bijih tambang hingga 2019, dan memperkirakan terjadinya 11 kerusakan sangat serius antara 2010-2019 (Terbukti dengan terjadinya bencana Córrego do Feijão, Brazil. tahun 2019 lalu). Para peneliti di World Mine Tailings Failures lantas turut memperhitungkan kejadian-kejadian terbaru dan merevisi jumlah tersebut menjadi 14 kejadian yang sangat serius dalam dekade ini.

Dengan turunnya cadangan global logam dan mineral yang siap di tambang, industri pertambangan telah mulai mengekstraksi bijih (ore) tambang yang kualitasnya lebih rendah. Volume dan sifat limbah tambang (tailing) yang dihasilkan dari kegiatan tersebut membuat limbahnya jauh lebih banyak dan sulit untuk disimpan secara aman, sehingga secara signifikan meningkatkan risiko jebolnya bendungan limbah. Margin keuntungan yang lebih kecil dari kegiatan operasi berkualitas rendah ini membawa risiko tambahan yaitu dilakukannya penghematan biaya yang lantas mengurangi penanaman sumber daya/investasi pada manajemen aspek keamanan terkait limbah tambang/tailing.

Apa yang dapat dilakukan perusahaan tambang untuk mengurangi risiko kegagalan bendungan limbah tambang yang bisa berdampak begitu dahsyat? Pertama, perusahaan dapat lebih bersungguh-sungguh mempertimbangkan risiko saat merancang, merencanakan, dan membangun bendungan limbah. Laporan UNEP tahun 2017 menyerukan kepada perusahaan, regulator, dan masyarakat untuk mengadopsi tujuan bersama untuk mencapai nihil-kerusakan pada fasilitas penyimpanan limbah tambang, dan merujuk kepada rekomendasi panel yang meninjau bencana Mount Polley, 2014: bahwa “aspek/atribut keselamatan harus dievaluasi secara terpisah dari pertimbangan ekonomi, dan biaya hendaknya tidak menjadi faktor penentu” dalam mengelola limbah tambang (tailing).

Jenis bendungan yang menyebabkan bencana di Brasil belum lama ini - yakni bendungan yang merupakan bagian dari sederetan bendungan yang dibangun ke arah hulu dari tanggul asli - merupakan jenis bendungan limbah tambang (tailing) yang paling mungkin mengalami gagal-bendung.Vale sekarang telah berkomitmen untuk menghentikan operasi semua bendungan yang dibangun dengan metode arah hulu dan perusahaan lain jelas dapat mengikuti langkah yang sama. Penghentian dan pembongkaran bendungan arah hulu dan pemindahan limbah tailing ke fasilitas penyimpanan yang lebih aman akan membutuhkan tingkat transparansi dan biaya yang sangat besar sehingga regulator dari pihak pemerintah dan para investor perlu mendukung semua upaya untuk meniadakan bendungan-bendungan yang diketahui memiliki risiko terbesar.

Responsible Mining Foundation (RMF) mendorong  perusahaan tambang untuk memperhatikan langkah-langkah dasar berikut ini untuk memastikan terlaksananya pengelolaan risiko limbah tambang (tailing) yang lebih bertanggung jawab :

  • Berkomitmen untuk menjaga standar keselamatan yang setinggi mungkin di semua negara/yurisdiksi, lebih dari sekadar kepatuhan terhadap ketentuan hukum apa pun.
  • Berkomitmen untuk tidak menggunakan sungai, danau, atau laut untuk membuang limbah tambang (tailing).
  •  menempatkan akuntabilitas dan tanggung jawab atas pengelolaan limbah tambang (tailing) pada level tertinggi di perusahaan.
  • Berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi untuk pendekatan yang lebih aman dan berisiko lebih rendah dalam hal penyimpanan limbah tambang (tailing).
  • Mengadopsi teknologi terbaik yang ada sejak fase awal pengembangan proyek.
  • Mendesain bendungan limbah tambang (tailing) dengan faktor keselamatan tingkat tinggi, yang memperhitungkan kejadian ekstrem dan stabilitas permanen setelah penutupan.
  • Memastikan bahwa lokasi bendungan limbah tambang (tailing) berada jauh dari permukiman masyarakat dan fasilitas pekerja.
  • Melakukan peninjauan internal dengan frekuensi yang cukup sering atas kinerja fasilitas limbah tambang dan memastikan bahwa tindakan korektif dilaksanakan sesuai jadwal dan dengan anggaran yang memadai.
  • Memungkinkan dilakukannya peninjauan dan audit independen atas proses pencarian/penyelidikan dan pemilihan lokasi, desain, konstruksi, operasi, penutupan, dan setelah penutupan fasilitas limbah tambang, dan dengan melakukan pengungkapan terbuka atas temuan yang diperoleh.
  • Mengupayakan agar semua informasi terkait risiko limbah tambang (tailing) dapat diakses publik, termasuk semua tinjauan internal dan eksternal, kesiapsiagaan menghadapi kondisi kedaruratan dan rencana tanggap kedaruratan, serta semua informasi yang relevan tentang jaminan keuangan yang disediakan untuk penanggulangan bencana dan pemulihan sesudahnya.

Dalam era penurunan kualitas bijih tambang dan peningkatan volume limbah (tailing), tidak hanya aspek optimalisasi biaya saja yang perlu diperhatikan, melainkan yang lebih penting ialah memastikan bahwa pertambangan mampu menghidupkan perekonomian, meningkatkan kehidupan masyarakat, dan menghormati lingkungan hidup negara produsen.

PENAMPUNGAN TAILING 

Dalam pembangunan penampung tailing pada prinsipnya terdiri dari dua komponen yaitu urugan atau tubuh bendungan tailing (tailing dam) dan kolam pengendapan material (kolam waduk). Pada kolam waduk, material padat akan mengendap dan terpisah dengan material layang. Material di kolam waduk terdiri dari endapan material padat dengan berbagai konsistensi dan cairan permukaan yang berupa air yang berasal dari aliran permukaan atau hujan yang jatuh langsung di atas kolam waduk.

Ada beberapa macam cara penampungan tailing yang memenuhi persyaratan dasar : Pemilihan lokasi dan tipe pengelolaan akan dipengaruhi oleh pertimbangan kemanan, ekonomi, faktor-faktor topografi, klimatologi, hidrologi, geologi, dampak lingkungan hidup, maupun kemudahan operasi.

Bendungan limbah tambang memiliki beberapa sifat yang sama dengan bendungan penampung air, oleh karena itu pada awal penyiapan desain dapat digunakan teknologi bendungan penampung air pada umumnya. Tetapi bendungan limbah tambang memiliki perbedaan pada teknik pelaksanaan konstruksi dan operasinya, dan memiliki perbedaan pada material yang ditampung baik secara fisik maupun kandungan kimianya. Selain itu, bendungan limbah tambang didesain untuk kemudian dihapuskan fungsinya setelah operasi penambangan. Tidak untuk dioperasikan sepanjang masa. Pelaksanaan konstruksi biasanya bersamaan dengan operasi.

Dalam pembangunan bendungan limbah tambang harus memiliki perencanaan teknik yang baik dari aplikasi teknik sipil dan geoteknik pada desain, pelaksanaan kontruksi dan operasi bendungan limbah tambang agar memenuhi kaidah keamanan bendungan dan lingkungan.

Tindakan yang lebih serius untuk mencegah kerusakan bendungan limbah tambang (tailing) sangat diperlukan untuk menghindari risiko terjadinya dampak yang fatal bagi pekerja, masyarakat setempat, serta kerusakan lingkungan hidup yang luas dan besarnya biaya pembersihan dan perbaikan akibat kerusakan tersebut. Serta dampak yang mendalam pada inti perusahaan dan kemampuan untuk mengembangkan proyek-proyek masa depan. Dalam kasus ekstrim, kegagalan penampung tailing telah sangat mengikis nilai saham karena pasar mengantisipasi biaya untuk pembersihan dan gugatan kelompok (class action), penangguhan operasi dan mungkin penutupan tambang. Selain itu juga hilangnya reputasi perusahaan dan dicabutnya izin sosial untuk beroperasi.

Bulletin 121 (2001), Komisi Internasional untuk Bendungan Besar (ICOLD), memberikan laporan komprehensif penyebab utama kegagalan dan insiden penampungan tailing (tailing dam) di seluruh dunia dan mengidentifikasi insiden yang meliputi:

  • Kurangnya pengendalian neraca air.
  • Kepatuhan untuk merancang yang kurang memadai.
  • Pengendalian bangunan yang buruk.
  • Kurangnya pemahaman secara umum tentang fitur yang mengendalikan operasi yang aman.

 Kegagalan  dinding penahan tailing adalah (dalam urutan prevalensi) karena:

  • Ketidakstabilan lereng
  • Pembebanan gempa
  • Luberan
  • Fondasi tidak memadai
  • Rembesan.

Insiden tailing tampaknya lebih umum di mana bangunan hulu dikerjakan, dibandingkan dengan bangunan hilir, terutama di daerah seismik aktif. Dinding bendungan tailing dibangun dengan menggunakan metode hilir yang dilakukan mirip dengan tanggul penahan air. Bulletin 121 (2001) ICOLD juga menyimpulkan bahwa perencanaan dan pengelolaan tailing dam  yang sukses dapat memperoleh keuntungan yang besar dari:

  • Keterlibatan pemangku kepentingan
  • Penelitian menyeluruh dan penilaian risiko
  • Dokumentasi yang komprehensif
  • Pengelolaan tailing terpadu ke dalam perencanaan tambang, operasi dan penutupan.

Dalam Pemilihan lokasi untuk penampungan tailing dipengaruhi oleh faktor kepemilikan tanah serta tata gun lahan tanah saat ini dan masa yang akan datang di lokasi yang dimaksud dan daerah sekitarnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi antara lain adalah sebagai berikut :

  • Kedekatan ; Kedekatan lokasi dengan tempat pengolahan akan mengurangi biaya transportasi
  • Volume Timbunan Penutup (Embankment Recovery) ; Lokasi dengan rasio volume tampungan yang lebih besar disbanding volume timbunan pada umumnya lebih dikehendaki, walaupun hal ini tidak membatasi penggunaan material tailing untuk  pembangunan bendungan.
  • Topografi ; Lokasi dengan lereng amat curam harus dihindari karena akan membutuhkan timbunan yang sangat tinggi, dan menyebabkan kesulitan akses atau menimbulkan resiko stabilitas.
  • Aliran permukaan alamiah ; lokasi dengan daerah tangkapan air yang luas sedapat mungkin dihindari
  • Elevasi ; sebaiknya dipilih lokasi yang elevasinya mendekati sama dengan elevasi pabrik pengolahan. Lokasi yang jauh lebih tinggi daripada lokasi pengolahan membutuhkan biaya lebih tinggi untuk pemompaan, sebaliknya lokasi yang jauh lebih rendahdaripada tempat pengolahan membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk pemompaan air jika air harus dikembalikan ke tempat pengolahan.
  • Kondisi Fondasi ; walaupun dasar fondasi kedap air dan bentuk tampungannya bagus, tetapi kalau kondisi fondasinya jelek, sebaiknya dihindari. Persyaratan fondasi bagi bendungan tailing, umumnya sama dengan bendungan penampungan air.
  • Lokasi Tambang Potensial ; Lokasi yang diperkirakan memiliki sumber daya mineral yang dapat dieksploitasi, harus dihindari.
  • Keberadaan Manusia ; pusat hunian penduduk dan kawasanaktivitas manusia harus dihindari.
  • Gangguan visual ; lokasi yang terlindung dari pandangan umum lebih diutamakan
  • Sensitivitas Lingkungan ; lokasi dengan spesies flora dan fauna yang terancam punah   harus dihindari.
  • Pertimbangan- pertimbangan air tanah ; lokasi yang akan menyebabkan rembesan berlebih (sesuai peraturan lingkungan yang berlaku) dari kolam waduk ke air tanah harus dihindari, terutama jika air tanah dimanfaatkan sebagai sumber air minum. Apabila tidak ada lokasi lainnya, maka alternatifnya adalah dengan memasang lapisan kedap air di seluruh dasar kolam waduk agar akuifer tidak terganggu.
  • Erosi ; lokasi yang sangat rentan terhadap erosi air atau angina harus dihindari.

Berbagai cara penampungan akan memerlukan pertimbangan dalam sistem pembuangan yang terkait dengan metodenya :

  • Penghantaran, atau transportasi tailing
  • Konstruksi bendungan
  • Pengalihan, atau pengaliran alamiah
  • Pengendapan dalam kolam waduk
  • Evakuasi kelebihan cairan permukaan dan aliran alamiah
  • Pencegahan penceraman di luar tempat pengendapan.

Ada tujuh komponen pokok yang diperlukan untuk masing-masing cara pembuangan tailing :

  • Sistem untuk menghantar tailing ke lokasi pembuangan
  • Timbunan atau bendungan untuk menahan tailing agar tetap berada dalam lokasi
  • Pengaturan/pengelakan aliran alamiah
  • Sistem pengendapan tailing di kolam waduk
  • Fasilitas untuk evakuasi kelebihan air permukaan berlebihandari kolam waduk.
  • Upaya perlindungan kawasan sekitar dari polusi
  • Instrumentasi dan sistem  pemantauan agar dapat dilakukan pengawasan yang akurat terus-menerus terhadap integritas structural bendungan dan kolam waduk dan pengawasan terhadap kualitas seta dampak alirannya pada lingkungan. Instalasi harus mengikuti manual pabrik serta pedoman yang berlaku, sederhana pengoperasiannya, tahan terhadap ancaman kimiawi dan sesuai untuk operasi jangka panjang.

Di Indonesia pembuatan bendungan limbah tambang (tailing) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2010 tentang Bendungan.

PEMBUANGAN TAILING KE LAUT DALAM

Perkembangan pembuangan tailing yang mudah adalah mengganti dengan rangkaian pipa menuju ke laut dalam (Deep sea tailing placement-DSPT). Partikel-Partikel kasar akan menumpuk di dekat titik pembuangan, sedangkan partikel-partikel yang lebih halus tersebar menjauh atau mendekat tergantung sifat koagulasi partikel, oleh gelombang dan arus. Tapi cara ini sering menimbulkan masalah dengan lingkungan.

Di Indonesia sendiri metode pembuangan limbah ke laut diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PERMEN LHK) Nomor P.12/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2018 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Dumping (Pembuangan) Limbah Ke Laut. Sebagaimana dimaksut Dalam pasal 2 ayat (2) huruf a dan pasal 2 ayat (3) huruf a Pembuangan limbah B3, Pertambangan mineral tailing diperbolehkan. Dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 3 huruf a, huruf b, huruf, c, dan huruf d.

PENUTUP

Tantangan utama bagi perusahaan pertambangan untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat di mana mereka beroperasi dan memperoleh dukungan dan izin dari pemangku kepentingan untuk melaksanakan bisnis pertambangan. ‘Izin sosial untuk beroperasi’ hanya dapat diperoleh dan dipertahankan jika proyek pertambangan direncanakan, diimplementasikan dan dioperasikan dengan memasukkan konsultasi yang bermakna dengan para pemangku kepentingan, khususnya dengan masyarakat tuan rumah. Proses pengambilan keputusan, termasuk di mana mungkin proses desain teknis, harus melibatkan kelompok kepentingan yang relevan, dari tahap awal konseptualisasi proyek sampai (Life of Mine) LoM dan seterusnya.

Konsultasi pemangku kepentingan, berbagi informasi dan dialog harus terjadi di seluruh tahap dari desain, operasi dan penutupan tailing dam, sehingga sudut pandang, keprihatinan dan harapan dapat diperhitungkan untuk semua aspek perencanaan dan pelaksanaan. Keterlibatan berkala dan bermanfaat antara perusahaan dan masyarakat yang terkena dampak sangat penting untuk mengembangkan kepercayaan dan mencegah konflik.

‘Prinsip pencegahan’ harus diperhitungkan pada saat mempertimbangkan dampak operasi tambang, khususnya tailing dam. Prinsip menyatakan bahwa di mana ada ancaman bahaya serius atau permanen pada orang atau lingkungan yang diidentifikasi dengan jelas, kurangnya kepastian ilmiah yang lengkap janganlah digunakan sebagai alasan untuk menunda tindakan pencegahan hal-hal yang membahayakan orang atau degradasi lingkungan.

Yang lebih penting lagi adalah bahwa perusahaan dapat menahan diri untuk tidak melakukan penambangan di daerah-daerah di mana kerusakan bendungan limbah tambang paling mungkin terjadi, hingga ditemukannya teknologi manajemen limbah tambang yang lebih aman. Resiko kerusakan paling besar terdapat pada bendungan limbah tambang yang besar, curam, dan sudah tua di zona tropis di mana aktivitas seismik dan peristiwa cuaca ekstrem dapat mempercepat kerusakan bendungan.

 

Refrensi 

ICOLD (2001). Tailings Dams Risk of Dangerous Occurrences: Lessons Learnt from Practical

Experiences. Bulletin 121 (hlm. 145). Paris, Prancis: International Commission on Large Dams (ICOLD).

RMF-Research-Insight-on-Tailings-Dam-Failure.pdf

Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2010 tentang Bendungan.

PERMEN LHK Nomor P.12/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2018 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Dumping (Pembuangan) Limbah Ke Laut

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun