Ada yang bergeser dalam dunia pergerakan mahasiswa selama hampir satu windu belakangan. Jokowi telah merubah iklim demokrasi di kampus atau ruang akademik kampus menjadi berubah total.
Kampus selain mahal, menindas, ia juga kehilangan integritas kata Eko Prasetio. Tesis Eko Prasetio terbukti di kampus hari-hari ini. Selain semakin sepi dengan mimbar akademik, kampus semakin terpinggirkan atau berjarak dengan rakyat.
Masa mahasiswa yang penuh dengan kebebasan ekspresi, wacana yang melimpah dan juga pencarian pengembangan bakat dimatikan dengan satu konsep, "kampus merdeka".
Kampus sebagai ruang yang mendukung kebebasan akademik dan ruang tumbuhnya intelektual melalui mimbar akademik akhirnya menjadi mati suri.
Kampus merdeka yang lekat dengan proyek dan kerjasama industrial dengan perusahaan-perusahaan justru mematikan gerakan demokrasi yang lekat dengan perjuangan dan kepedulian terhadap isu sosial.
Di dalam TempurungÂ
Bila kita baca autobiografi Indonesianis Benedict Anderson dalam bukunya Hidup Di Luar Tempurung maka kita akan melihat aktivisme Anderson yang tidak hanya bergulat dengan persoalan bahasa, ruang disiplin akademik yang ketat dan pergerakan dunia. Jangan salah, intensitas dan disiplin akademik Anderson yang ketat membuat dirinya tumbuh menjadi intelektual terkemuka sekaligus pengamat yang baik tentang zamannya pada saat itu. Kesadaran dan kepedulian Anderson membuat ia menjatuhkan penelitiannya di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Bagaimana pengalaman Anderson jika dihubungkan dengan fenomena mahasiswa kita hari ini? Ada anomali yang kentara saat melihat mahasiswa sekarang yang menurut Zaenal Arifin  Mochtar, dosen UGM makin merosot. Semakin malas diskusi, semakin malas baca.
Susah rasanya membayang mahasiswa sekarang yang menekuni disiplin akademik ketat ala Anderson tetapi juga punya rasa perhatian terhadap isu kekinian dan dituangkan dalam tulisan.
Pergeseran yang lain yang nampak adalah gerakan mahasiswa yang seperti anak ayam kehilangan induknya. Mereka ditinggal senior seniornya dan berjuang tanpa mengajak kaum dan jejaring kota para buruh dan lsm untuk bersama menyuarakan aspirasi ke jalan.
Ruang DigitalÂ
Mahasiswa era sekarang berada di dua ruang. Di ruang digital dan ruang nyata. Di ruang nyata mereka bergelut dengan tugas kuliah dan juga ruang kelas. Sementara di ruang digital mereka melakukan aktivitas apapun untuk eksistensi mereka sekaligus menjadikan media sosial mereka sebagai mega phone untuk menyuarakan kepedulian dan aksi mereka.
Kita tahu sifat media sosial yang selalu tidak bisa utuh sebagai alat untuk bersuara layaknya demonstrasi maupun diskusi akademik. Di tangan anak muda ternyata media sosial memiliki potensi besar memukul bahkan merongrong isu dan memperjuangkan demokrasi.
Apa yang kita kenal dengan "#" kenyataannya mampu merubah dan membuat Presiden Prabowo mencabut izin empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat.
Meski belum sepenuhnya dikatakan "menang", apa yang dilakukan anak muda dengan hastag  #SaveRajaAmpat menunjukkan kekuatan dan pergeseran demokrasi dari ruang nyata ke ruang digital.
Kepedulian, aksi dan juga tindakan demokrasi kali ini bergeser dari demonstrasi di jalanan menuju ke ruang digital.
Sama seperti ketika Jokowi yang maju kala itu yang begitu masif dengan hastag #SalamDuaJari, kini gerakan #SaveRajaAmpat mampu membuka mata dunia tentang kenyataan yang memilukan betapa serakah dan bengisnya manusia. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI