Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - instagram : @studywithariffamily

Bekerja untuk program Educational Life. Penelitian saya selama beberapa tahun terakhir berpusat pada teknologi dan bisnis skala kecil. Creator Inc (Bentang Pustaka) dan Make Your Story Matter (Gramedia Pustaka) adalah buku yang mengupas soal marketing dan karir di era sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resolusi 2019: Waktunya Berhenti Belagu

27 Desember 2018   07:09 Diperbarui: 27 Desember 2018   07:27 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesembilan, Indonesia masuk kategori negara dengan mutu pendidikan rendah berdasar data dari The Learning Curve Pearson (2014). Indonesia menempati posisi ke-40 dari 40 negara, dengan nilai minus 2.11. Ini menempatkan Indonesia di bawah negara berkembang lain seperti Meksiko, Brasil, Argentina dan Kolumbia. Dan sulit untuk memungkiri riset ini, karena dari hal buta huruf saja di Indonesia masih tinggi, sebanyak 3,4 juta jiwa atau sekitar 2,07% penduduk Indonesia usia 15-59 tahun masih buta aksara sebagaimana data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Kesepuluh, kita termasuk negara yang paling mudah percaya Hoax, sebagaimana diwartakan oleh Liputan6, Dirjen Aptika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan dari sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia, 65% masayarakat kita mudah terhasut berita bohong. Merujuk pada data dari Centre for International Governance Innovation (CIGI) IPSOS 2017.

Jadi bayangkan, betapa belagunya kita. Nggak suka baca buku, boros enerji. Beli makanan paling banyak, eh makanannya masih pakai acara di 'buang-buang' segala. Sukanya terkoneksi internet tapi bukan buat berkarya, ada berita bohong gampang percaya. Urusan diskon, belanja nomer satu, begitu disuruh cari uang dengan bekerja jadi karyawan, merasa paling nggak bahagia. Gaduh di sosial media, bahkan untuk hal seperti Piala Dunia sekalipun Indonesia toh tak masuk putaran finalnya.

Plus di tambah, masyarakat Indonesia berani menghabiskan Rp 2 Triliun (Kompas, 2011) untuk kembang api pas tahun baru, dan gitu bilangnya kita miskin. Dua Triliun itu bisa buat datangin 2 pemain sekelas Antoine Griezmann ke Liga Indonesia yang konon banyak tepu-tepunya, bisa beli 2 buah Pulau D'Arros di Seychelles yang berada di Benua Afrika atau mendirikan lebih dari 20 rumah yatim piatu. Tapi nyatanya, kita lebih suka membakarnya dalam hitungan menit sebatas melegakan dahaga senang sesaat.

Jadi kalau tahun 2019 mau bikin resolusi, mulailah kita berbenah dari hal yang sederhana, mulai membaca buku, mulai tidak boros, mulai tidak membuang-buang makanan, mulai tak tergoda diskon, mulai memanfaatkan teknologi untuk berbuat lebih. Jika ada berita bohong, verifikasi dulu sebelum mempercayainya. Hal-hal sederhana, yang mungkin bisa membuat kita nggak lagi terlalu belagu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun