- Angsuran kredit yang lebih ringan.
Kementerian PKP perlu memahami bahwa pengelolaan dan penggunaan dana jaminan sosial wajib hukumnya harus dikelola oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), sebagaimana amanat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 47 Ayat 1 maupun UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Tidak boleh digunakan di luar peruntukan untuk para pekerja dan buruh.
Pemerintah mesti mengerem ambisinya untuk menggunakan saldo Jaminan Hari Tua (JHT) milik buruh untuk program 3 juta rumah. Sebagai catatan, program pemerintahan Prabowo Subianto untuk penyediaan 2 juta rumah di pedesaan dan 1 juta rumah di perkotaan pernah dijanjikan saat kampanye Pilpres. Â
Program itu membutuhkan dana sekitar Rp 53,6 triliun. Adapun alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025 hanya Rp 5,27 triliun. Ketimpangan tersebut akan ditambal dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan yang terus meningkat mencapai Rp 776,8 triliun per September 2024.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Sungguh, PP ini memberatkan para pekerja pada saat ini yang kondisinya barat jatuh tertimpa tangga.
Pada awal kekuasaan periode pertama Presiden Jokowi berjanji mewujudkan  Program Sejuta Rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya untuk kaum pekerja atau buruh. Ternyata janji itu tidak terwujud. Dan pada akhir masa jabatannya periode kedua, Jokowi justru memberikan kado pahit untuk pekerja berupa potongan gaji buruh untuk mendukung program tabungan perumahan rakyat atau Tapera.
Perlu dicatat bahwa potongan gaji buruh hasil memeras keringat dan membanting tulang itu ditujukan kepada seluruh pekerja, termasuk pekerja mandiri atau bukan penerima upah. Ironisnya modal awal dari pemerintah hingga triliunan untuk modal awal badan penyelenggara Tapera hingga kini belum terlihat signifikan hasilnya. Nampaknya badan ini menunggu kucuran keringat buruh dulu, baru kemudian bergerak. Program kerja badan Tapera juga tidak jelas. Mestinya harus transparan dan bisa memberi gambaran kapan buruh bisa menerima rumah, atau buruh terpaksa gigit jari terus menunggu realisasi rumah. Kondisi buruh yang kini mudah di PHK dan terpaksa berganti-ganti perusahaan semakin menyulitkan buruh menggapai rumah lewat Tapera. Publik meragukan kegunaan dan dibuat bingung terkait dengan ketidak jelasan program Tapera. Padahal pemerintah telah mengalokasikan Rp 2,5 triliun sebagai modal awal program Tapera dalam APBN 2018. Suntikan modal ini dikucurkan untuk Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Eksistensi Tapera hingga saat ini masih amburadul. Tidak ada sinkronisasi antara UU Tapera dengan UU Nomor 1 Tahun 2011 tanggal 12 Januari 2011 tentang Perumahan dan Kawasan. Yakni terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
Masih hangat dalam ingatan buruh terkait program pemerintahan Presiden Joko Widodo yang berjanji membangun 10.000 unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang diperuntukkan bagi pekerja dan dibangun di 14 provinsi. Ternyata janji itu hilang tertiup angin lalu. Penulis masih ingat, janji Jokowi terkait rencana pembangunan rumah tersebut akan dimulai saat Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2015. Biaya pembangunannya diambil dari APBN. Namun janji tinggal janji, program diatas tidak optimal, baik jumlah maupun sebarannya.
Sempat terjadi groundbreaking yang dilakukan Presiden Jokowi di Ungaran Jawa Tengah. Unit rusunawa pekerja ini merupakan bagian dari janji program pembangunan "Sejuta Rumah" yang dicanangkan oleh pemerintahan Jokowi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pengesahan Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) saat itu langsung mendapatkan resistensi dari pihak pengusaha. Kalangan organisasi pekerja juga meragukan sejauh mana efektivitas dan manfaatnya bagi para pekerja. Apakah eksistensi Tapera merupakan berkah atau justru malah menjadi musibah bagi pekerja. Mengingat pada saat ini sudah ada sederet potongan dalam struk gajinya.