Tulisan di bawah menjelaskan terkait tradisi adat Rebo Pungkasan di Jawa, isinya saya ambil dari tulisan sahabat saya Ust. M. Yaser Arafat, M.A.* seorang dosen Sosiologi UIN Sunan Kalijaga yang juga peneliti Budaya Jawa-Islam. Tulisan tersebut judul aslinya "Rebo Pungkasan di Jawa: Rabu Terkhir Sapar. Hari Mulai Sakitnya Kanjeng Nabi Saw".Â
Orang Jawa biasanya akan mengadakan atau doa permohonan agar diberi keselamatan pada malam Rabu terakhir bulan Sapar. Biasanya disebut Rebo Pungkasan. Ada pula yang menyebut Rebo Wekasan. Di Aceh, kata mahasiswa saya yang meneliti di sana, acara ini disebut Rabu Abeh. Mengapa diadakan ?"
Selama kami menelusuri geliat tradisi Rebo Pungkasan ini, berhubungan dengan upaya orang Jawa-Islam untuk mengambil pelajaran dari peristiwa sakitnya Kanjeng Nabi Muhammad saw, yaitu sakit kepala, pada hari Rabu, tepat di akhir bulan Sapar (al-Shalihi al-Syami, - - -', 1993: 237). Setelah memerintahkan ekspedisi pasukan ke Syam di bawah komando Usamah bin Zaid (Haikal, Cet. 42, 2014, 571). Selepas 13 hari sakit, Kanjeng Nabi saw meninggal tepat pada Senin, 12 Rabiul Awal.
Setelah satu-dua hari sakit, Kanjeng Nabi saw diperintahkan untuk berziarah ke makam Baqi' pada malam hari. Setelah berziarah, sakitnya bertambah dahsyat. Mulai tidak bisa mengimami salat pada 8 Rabiul Awal, tepatnya hari Kamis. Lalu digantikan oleh baginda Abu Bakar al-Shiddiq.
Orang Jawa-Islam berkaca pada kisah ambruknya Kanjeng Nabi Muhammad saw ini. Sehingga mereka mengadakan agar Allah swt berkenan menyelamatkan dari berbagai penyakit, bala, dan semacamnya. Kira-kira, orang Jawa-Islam membahasakannya begini: "Lha wong junjungan kami saja bisa terkena penyakit di Rabu akhir Sapar, apalagi kami umatnya ini".
Dalam Serat , pahala amal saleh dalam itu dihadiahkan kepada baginda Abu Bakar al-Shiddiq, yang dibahasakan dengan: . Mengapa kepada sang khalifah awal itu? Tentu saja karena sosoknya adalah pengganti Kanjeng Nabi saw dalam mengimami salat kaum muslimin. Dan, itu sebagai "isyarat" Kanjeng Nabi saw akan dipilihnya Abu Bakar sebagai khalifah pasca wafatnya.
Di Wonokromo, Bantul, diwujudkan dengan membuat lemper raksasa. Warga masyarakat per-RT juga membuat lemper. Kemarin kata Pak Mustamid yang merupakan Dukuh Jejeran, setiap RT diarahkan untuk membuat lemper sekira 200 biji. Mengapa lemper? Lemper ini adalah simbol dari sedekah. Ia dikaitkan sebagai simbol api amarah (lampor) yang harus "dibuang" dengan membasuhnya dengan "air" sedekah. Di berbagai daerah di Jawa akan bersemarak dengan pembuatan berbagai makanan yang semuanya merupakan materi sedekah.
Salah-satu amalan lain yang dilakukan oleh orang Jawa-Islam pada atau Rabu terakhir bulan Sapar adalah: mandi air tujuh sumur, atau air tujuh mata air, atau air tujuh kali, atau ari tujuh laut. Ini hadis sahih bahwa di saat awal-awal sakit itu, Kanjeng Nabi saw meminta istri-istrinya untuk diguyuri dengan air tujuh mata air (' ) (al-Bukhari, no. 198).
Dengan demikian, amaliyah yang diamalkan oleh orang Jawa-Islam dan kaum muslimin di Nusantara, jelas itu memiliki dasar. Tidak ngawur.
Salamun ngalaikum thibtum ya Ahla Mataram...