Drama Patih Arya Banjar Getas
Dalam Babad Selaparang, keruntuhan Kedatuan atau Kerajaan Selaparang masa Pemban Kertabumi, tidak lepas dari tokoh sentral yang bernama Arya Banjar Getas (Arya Sudarsana) yang berasal dari wilayah Perigi. Diketahui, Arya Banjar Getas adalah Patih ke-5 Kedatuan Selaparang. Akan tetapi, karena insiden yang membuat istri raja terjatuh dan tak sadarkan diri, Raja Selaparang kebingungan dan menuduh Arya Banjar Getas menjadi penyebabnya, sehingga Desa Perigi diserang oleh Pasukan Kedatuan Selaparang.
Hal tersebut membuat Arya Banjar Getas melarikan diri ke Kerajaan Pejanggik. Ia diterima baik oleh Rajanya yang Bernama Pemban Meraja Kusuma. Bahkan, beberapa tahun kemudian ia kemudian tokog penting di Kerajaan Pejanggik. Konflik dengan Raja Pejanggik dimulai, saat Arya Banjar Getas ditugaskan ke Pulau Bali.
Dikabarkan dari tulisan Lalu Lukman, Raja Pejanggik mencoba menodai istri Arya Banjar Getas yang Bernama Lala Junti. Setelah pulang dan mendengar kabar itu, Arya Banjar Getas marah dan memberontak dan memusuh Kerajaan Pejanggik. Dikarenakan kewalahan, menurut Lalu Azhar, Arya Banjar Getas pergi ke Kerajaaan Karangasem di Pulau bali yang dipimpin Anak Agung Karangasem, serta meminta bantuan untuk menyerang Kerajaan Pejanggik dan Kerajaan Selaparang.
Setelah balik ke Pulau Lombok, Arya Banjar Getas berdiam di wilayah Memelaq dan mengumpulkan pasukan sambil menanti pasukan dari Kerajaan Karangasem. Pada 1721, Pasukan Kerajaan Karangasem tiba di Pelabuhan Ampenan. Setelah itu, mereka ke Memelaq bergabung dengan pasukan Arya Banjar Getas.
Karangasem Menyerbu Pejanggik dan SelaparangÂ
Setelah persiapan matang dan bertubi-tubi dari gabungan Kerajaan Karangasem dan pasukan Arya Banjar Getas, pada 1722 Kerajaan Pejanggik akhirnya takluk setelah penyerangan yang berkali-kali. Setahun kemudian, yakni 1723 gabungan pasukan itu mulai menyerang Kedatuan Selaparang hingga tahun 1725.
Dalam peperangan tersebut, kedatuan Selaparang mendapatkan bantuan pasukan Kesultanan Sumbawa di bawah pimpinan Amasa Samawa. Ada versi lainnya juga menceritakan, pasukan dari Sumbawa tersebut pernah ikut melawan kedatuan Selaparang.
Dikarenakan pernah berperang di Pulau Lombok, sebagian bekas prajurit Sumbawa itu kemudian menetap di Lombok dan menjadi cikal-bakal atau nenek moyang dari penduduk desa Rempung, Jantuk, Siren Rumbuk, Kembang Kerang Daya, Koang Berora, Moyot dan yang lainnya. Para penduduk tersebut sebagian besar berbahasa Taliwang hingga saat ini.
Terkait runtuhnya Kedatuan Selaparang pun setidaknya ada beberapa versi. Ada sumber yang bilang akhir dari Kedatuan Selaparang itu tahun 1927, versi lainnya sebelum tahun 1900, dan ada juga yang mencatat 1940.Â
Meskipun dianggap menyerah pada Kerajaan Karangasem dan statusnya diturunkan menjadi Desa atau Kelurahan, tetapi berkat perjanjian dengan Raden Praya, maka pulau itu dibagi menjadi dua wilayah. Meskipun demikian, namun tetap mengakui Kerajaan Karangasem sebagai induk mereka dan sejak saat itu kebudayaan istana Bali dan peradaban Bali juga turut berkembang di Lombok bagian barat. Sedangkan peradaban dan budaya Islam tetap terjaga di wilayah tengah dan timur pulau Lombok. Maka wajar, jika sampai saat ini pulau Lombok masih berjuluk "Pulau Seribu Masjid".Â