Mohon tunggu...
Arif Khunaifi
Arif Khunaifi Mohon Tunggu... Administrasi - santri abadi

Manusia biasa dari bumi Indonesia .:. Ingin terus belajar agar bermanfaat bagi alam semesta... .:. IG & Twitter: @arifkhunaifi .:. Facebook: Arif Khunaifi .:.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kupingku Telu, Kabeh Lemu-lemu

20 Mei 2018   05:49 Diperbarui: 20 Mei 2018   05:52 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku juga menyadari dari dari diriku pula kadang orang mendapatkan dosa karena digunakan bisik-bisik tetangga dan mendengarkan keburukan orang lain. Lemah, lesu dan loyo rasanya kalau aku digunakan begini.

***

Oh ya, kalau boleh cerita. Dulu aku sempat suenang pool dan pede ketika mendengar ada anak-anak di Jawa yang bernyanyi,

"Kupingku telu, kabeh lemu-lemu..."

Setelah aku dengarkan berkali-kali ternyata aku salah. Yang mereka sebut bukan aku, tapi kucing. Pantesan saja kok lanjutannya kabeh lemu-lemu. Kalau kupingku telu (tiga) memang ada benarnya. Dua yang terlihat oleh mata, sedangkan yang satu terdapat dalam hati manusia.

Jadi, kalau ada manusia yang mendengarkan adzan, namun tidak mendatangi masjid. Atau ada yang mendengarkan nasihat kebaikan tapi tidak mengamalkan. Yang budeg bukan telinga dhohirnya, tetapi telinga hatinya.

Dulu aku juga sering dijiwir oleh guru ngaji maupun guru sekolah madrasah. Rasa sakitnya sementara namun setelah itu nikmatnya luar biasa. Begitulah kalau aku dipegang oleh orang sholeh yang ikhlas hatinya dalam mengajarkan ilmu penuh dengan cinta walaupun sepertinya kereng dan kasar.

Teman-teman dalam tubuhku yang lain juga bercerita ada getaran luar biasa setelah aku dijiwir para guru tersebut. Hati, otak, tangan dan mulut justru mulai bersemangat untuk belajar lebih baik lagi. Tidak ada niatan mulut untuk mengadu ke orang tua, karena kalau mengadu justru aku kena jiwir untuk kedua kalinya. Kasihan aku kata mereka. Hehe...

Akhir-akhir ini, terutama tahun 2000 ke atas, aku jarang dijiwir oleh para guru. Konon sudah tidak ada lagi guru yang menjiwir aku karena takut masuk penjara. Pantesan saja aku warnaku sudah tidak pernah merah seperti dulu.

Ada hal yang paling menjengkelkan bagiku yang semoga dengan tulisan ini manusia menyadarinya. Yakni ketika kupingku disumpeli sesuatu lalu kemudian keluar darinya suara musik yang keras menghentak-hentak. Seandainya aku bisa berontak, maka akan kulempar alat itu jauh. Sayangnya aku tidak bisa melempar seperti tangan atau menendang seperti kaki.

Lumayan sih, walaupun dengan alat itu kalau digunakan untuk mendengarkan murattal a-Qur'an atau shalawatan Habib Syeh. Hehe...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun