Mohon tunggu...
Septian Nur Arifin
Septian Nur Arifin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sebagai pengembang data

Suka treveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tragedi Wamena yang Tidak Terungkap Hingga Kini

19 Januari 2024   10:53 Diperbarui: 23 Januari 2024   08:29 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

               

MAKALAH CIVIC EDUCATION

WAMENA 2003 DALAM PANDANGAN HAM

 

 

 

 

 


Oleh:

Septian Nur Arifin

23702310656

 

 

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU DAKWAH MOHAMMAD NATSIR

TAHUN AKADEMIK 2023/2024

 

KATA PENGANTAR

 

 

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim 

Segala puji bagi Allah , Rabb seluruh alam, yang terus-menerus mengurus langit dan bumi, yang mengatur seluruh makhluk. Yang mengutus para rosul, semoga shalawat dan salam dari-Nya tercurah atas mereka semua. Penulis memuji-Nya atas segala nikmat-Nya dan penulis memohon tambahan dari karunia dan kedermawanan-Nya. 

Alamdulillah, Penulisan Makalah berjudul “WAMENA 2003 DALAM PANDANGAN HAM” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu dalam rangka memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Civic Education. Makalah ini membahas mengenai polemik yang terjadi pada ketidakadilannya sistem hukum. Dalam penulisan makalah ini ditulis dengan sumber buku dan artikel yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia.

Penulis ingin mengucapkan special syukon untuk Thoriq selaku ketua Asrama Rusunawa yang telah bersedia meminjamkan kebutuhan penulis dalam rangkan menyelesaikan makalah ini, saya ucapkan terima kasih pula kepada teman-teman yang telah membantu memotivasi saya supaya pengerjaan makalah ini dapat selesai dengan sebaik-baiknya, semoga Allah membalas dengan balasan yang insyaa Allaah beribu kali lipat, Aamiin.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan serta masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan berbagai masukan yang bersifat membangun demi melengkapi berbagai celah yang terlihat di berbagai sisi dan lini.

Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan menimbulkan kebermanfaatan untuk para pembacanya. Dan semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu pahala jariyah yang manfaatnya dapat penulis ambil di hari ketika semua hal tidak berarti lagi. Aamiin.

 

 

 

Bekasi, 19 Januari 2024

 

 

Septian Nur Arifin

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI 

Isi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI 

BAB I

Pendahuluan

1.1.  Latar Belakang Makalah

1.2.  Rumusan Masalah

a.      Apa yang Dimaksud Dengan Peristiwa Wamena 2003?

b.      Bagaimana Peristiwa Wamena 2003 Dalam Aspek Historis, Yuridis, Substansi HAM?

c.      Bagaimana Pengaruh Nilai Budaya Terhadap Peristiwa Wamena 2003?

d.      Bagaimana Pengaruh Islam Terhadap Peristiwa Wamena 2003?

1.3.  Tujuan Penelitian

a.      Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud Peristiwa Wamena 2003

b.      Mengetahui dan memahami bagaimana Peristiwa Wamena 2003 dalam aspek historis, yuridis, substansi HAM

c.      Mengetahui dan memahami bagaimana bengaruh nilai budaya terhadap Peristiwa Wamena 2003

d.      Mengetahui dan memahami bagaimana pengaruh Islam terhadap Peristiwa Wasior Wamena 2003 

1.4.  Manfaat Penelitian

1.5.  Metode Penelitian

BAB II

Pembahasan

2.1.  Praktik HAM di Indonesia

a.      Definisi Peristiwa Wamena

b.      Definisi HAM

2.1.1.       Aspek Historis/Sejarah

a.      Kronologi Tragedi wamena

b.      Sejarah HAM

2.1.2.       Aspek Yuridis/Konstitusi

a.      Definisi Yuridis dan Konstitusi

b.      Peristiwa Wamena menukil dari aspek Yuridis

2.1.3.       Aspek Filosofis/Substansi HAM

a.      Substansi HAM

b.      Substansi HAM yang terkait dengan Peristiwa Wamena

2.2.  Pengaruh Nilai Budaya Setempat

2.3.  Pengaruh Islam

BAB III 

KESIMPULAN DAN SARAN

1.      Kesimpulan

2.      Saran

DAFTAR PUSTAKA

a.      Sumber Buku

b.      Sumber Artikel

 

 

 

 

 

 

 

BAB I 

Pendahuluan

Latar Belakang Makalah

Apa yang Dimaksud Dengan Peristiwa Wamena 2003?

Bagaimana Peristiwa Wamena 2003 Dalam Aspek Historis, Yuridis, Substansi HAM?

Bagaimana Pengaruh Nilai Budaya Terhadap Peristiwa Wamena 2003?

Bagaimana Pengaruh Islam Terhadap Peristiwa Wamena 2003?

Rumusan Masalah

Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud Peristiwa Wamena 2003

Mengetahui dan memahami bagaimana Peristiwa Wamena 2003 dalam aspek historis, yuridis, substansi HAM

Mengetahui dan memahami bagaimana bengaruh nilai budaya terhadap Peristiwa Wamena 2003

Mengetahui dan memahami bagaimana pengaruh Islam terhadap Peristiwa Wasior Wamena 2003

Manfaat Penelitian

Makalah ini disusun untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca sekaligus menjadi tugas ujian akhir semester pada mata kuliah civic education, dan harapannya dapat menambah kepustakaan.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan ialah penelitian kuantitatif melalui studi kepustakaan dan penelusuran berbagai artikel yang terkait judul makalah dengan metode penulisan.

 

BAB II

Pembahasan

Praktik HAM di Indonesia

Definisi Peristiwa Wamena 

Peristiwa Wamena 2003 merupakan salah satu dari tiga kasus pelanggaran HAM berat di Papua yang kini belum tuntas penyelesaiannya. Dalam peristiwa ini, puluhan warga sipil di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, menjadi korban penyisiran oleh gabungan TNI dan Polri.[1]

Definisi HAM 

HAM dengan kepanjangan Hak Asasi Manusia ialah Proyek yang beberapa belasan dekade ini keras digaungkan bangsa barat dengan tagline “Humanity”, “Keadilan” hingga “Kesamaan”. Namun perlu diketahui bahwa praktiknya telah lama dilaksanakan oleh umat Islam sebelum bangsa barat mengagung-agungkan unsur kemanusian itu. Dalam buku M. Yunan Nasition Kata “hak” serta kata “asasi” juga merupakan kata serapan yang telah diserap dari bahasa Arab. Kata hak mempunyai arti milik, kekuasaan, sedangkan makna kata asas(i) mempunyai arti pokok. Sedangkan arti hak asasi menurut bahasa ialah milik-milik yang bersifat pokok.[2]

Kuntjoro Purbopranoto mengartikan HAM sebagai hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari pada hakikatnya dan karena itu bersifat suci.[3] Menurut Jan Materson dari Komisi PBB sebagaimana dikutip oleh Baharuddin Lopa menegaskan, bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri setiap manusia yang tanpanya mustahil manusia dapat hidup sempurna.[4] 

 

Aspek Historis/Sejarah

 Kronologi Tragedi Wamena

Peristiwa Wamena 2003 dipicu oleh pembobolan gudang senjata di markas Kodim I Wamena, Jayawijaya, oleh sekelompok massa. Aksi pembobolan tersebut menewaskan dua anggota TNI, yakni Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata), sementara satu orang luka berat. Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah senjata dan amunisi. Menanggapi hal itu, aparat TNI Angkatan Darat (AD) bersama Polri melakukan pengejaran dan penyisiran di 25 kampung dan desa di Wamena.

Pada 4 April 2003, masyarakat Wamena yang saat itu tengah merayakan Hari Raya Paskah, dikejutkan dengan kehadiran gabungan personel TNI-Polri di kampung mereka. Hasil penyelidikan Komnas HAM atas peristiwa ini menemukan adanya pelanggaran HAM berat yang mengakibatkan warga sipil menjadi korban. Melansir laman resmi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Peristiwa Wamena 2003 menewaskan empat warga sipil, lima orang menjadi korban penghilangan paksa, satu orang menjadi korban kekerasan seksual, dan 39 orang luka berat akibat penyiksaan. Menurut Lembaga Study dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Wamena, dalam peristiwa ini sebanyak 235 rumah dibakar oleh aparat. Mengutip BBC, Komnas HAM juga menemukan pemaksaan penandatanganan surat pernyataan dan perusakan fasilitas umum (gereja, poliklinik, gedung sekolah) yang mengakibatkan pengungsian penduduk secara paksa. Pemindahan paksa terhadap warga 25 kampung mengakibatkan 42 orang meninggal karena kelaparan dan 15 orang menjadi korban perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.

Isu disintegrasi yang terus membayangi Papua memperparah keadaan Peristiwa Wamena 2003. Peristiwa yang dipicu oleh pembobolan gudang senjata TNI oleh massa tidak dikenal mengakibatkan penangkapan, penyiksaan, pengungsian penduduk secara paksa, dan menimbukan banyak korban jiwa. Sejak 2004, penanganan kasus ini berada dalam koordinasi Komnas HAM bersama Kejaksaan Agung. Namun, hingga hampir dua dekade berlalu, hanya bolak-balik berkas yang terjadi antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.

Komnas HAM selaku penyelidik diminta melengkapi berkas penyelidikan yang belum lengkap terkait pelaku, korban, visum et repertum korban, dukungan ahli forensik, dan dokumen Surat Perintah Operasi. Perwakilan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM pernah membenarkan bahwa Peristiwa Wamena 2003 terkatung-katung penyelesaiannya karena perbedaan paham antara kedua pihak, terutama soal syarat perkara pelangaran HAM agar bisa naik dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan. Perbedaan pemahaman yang tajam soal bukti permulaan adanya pelanggaran HAM, membuat penyelesaian Peristiwa Wamena 2003 tidak kunjung mendapatkan kemajuan yang signifikan.[5]

 

Sejarah HAM 

Adapun eksistensi HAM[6] sebelum kemerdekaan Indonesia, yakni pada era kolonial Belanda diatur dalam Regering reglement Hindia Belanda 1854, yang dalam hal ini ditetapkan dalam Wet[7] Belanda, memuat beberapa hak asasi, namun dalam Wet itu terdapat perbedaan antara warga keturunan Eropa (European) dangan Pribumi (Inlander en met ben gelijkgesteinden). Dalam perundang-undangan Belanda, HAM bagi golongan Pribumi cenderung dikebiri yakni tidak seimbang antara porsi jaminan HAM golongan Eropa dengan HAM golongan Pribumi. Hal tersebut termaktub dalam ketentuan Pasal 1 Wetbook van Strafreht voor Nederlands Indie yang memuat asas Nullum poena sine lege, yaitu orang dari golongan pertama hanya dapat dituntut untuk dihukum berdasarkan alasan bahwa ia melanggar ketentuan hukum yang telah ditetapkan pada saat pelanggaran terjadi. 

Aspek Yuridis/Konstitusi 

Definisi Yuridis dan Konstitusi

Yuridis adalah semua hal yang mempunyai arti hukum yang diakui sah oleh pemerintah. Aturan ini bersifat baku dan mengikat semua orang di wilayah dimana hukum tersebut berlaku, sehingga jika ada orang yang melanggar hukum tersebut bisa dikenai hukuman. Sedangkan menurut KBBI yuridis/yu·ri·dis/ a Huk menurut hukum; secara hukum: bantuan, bantuan hukum (diberikan oleh pengacara kepada kliennya di muka pengadilan).[8]

Konstitusi Menurut KBBI konstitusi/kon·sti·tu·si/ n 1 segala ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan (undang-undang dasar dan sebagainya); 2 undang-undang dasar suatu negara.[9] Sedangkan pengertian Yuridis menurut Para Ahli, antara lain:

Menyoal pengertian konstitusi, M. Solly Lubis menerangkan bahwa istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis constituer yang berarti ‘membentuk’. Istilah membentuk ini dimaknai sebagai pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. 

Wirjono Prodjodikoro juga mengemukakan pendapat yang serupa. Menurutnya, pengertian konstitusi yang berarti pembentukan dan yang dibentuk ialah negara bermakna bahwa konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara.

 Adapun pengertian konstitusi menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, konstitusi dapat diartikan dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, konstitusi dituangkan dalam suatu dokumen, seperti udang-undang dasar.[10]

Peristiwa Wamena menukil dari aspek Yuridis 

Konsepsi HAM dalam konstitusi Indonesia secara historis sejak persiapan hingga berdiri dan pelaksanaan pemerintahan Indonesia dapat ditegaskan, bahwa Indonesia menganut sistem konstitusional sehingga masalah HAM menjadi materi yang sangat penting. Menurut A.A.H. Struycken, eksistensi konstitusi memuat pandangan, keinginan dan perkembangan kehidupan negara oleh toko-tokoh bangsa yang menginginkan terbentuknya negara hukum yang menjamin terlindungnya HAM. Di dalam kerangka pemikiran negara hukum Indonesia diwujudkan dalam bentuk perlindungan terhadap warga negara dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945.[11] 

Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satu aspek penting adalah keberadaan konstitusi. Hal ini bersifat fundamental karena konstitusi memuat adanya pengaturan perlindungan HAM bagi warga negaranya. Salah satunya di Indonesia, yang dalam lintasan sejarah terdapat empat fase berlakunya konstitusi, diantaranya UUD 1945, RIS 1949 dan UUDS 1950, UUD 1945 dan UUD NRI 1945 amandemen 1-4. Ketentuan HAM dalam UUD NRI 1945 yang menjadi basic law adalah norma tertinggi yang harus dipatuhi oleh siapapun. Karena letaknya berada dalam konstitusi, maka seluruh ketentuan terkait HAM harus dihormati dan dijamin pelaksanaannya oleh negara. Hal tersebut menjadi konsekuensi yuridis dirubahnya muatan materi konstitusi terkait HAM, sehingga negara tidak bisa beralasan apapun untuk tidak mentaati ketentuan-ketentuan norma tersebut.[12]

Aspek Filosofis/Substansi HAM 

Substansi HAM 

Di dalam madzhab hukum alam, konsepsi dasar HAM meliputi tiga hal, yaitu:

  • Hak hidup (the right to life),
  • Hak kemerdekaan (the right to liberty), dan
  • Hak milik (the right to life).

Tetapi pada realitasnya, HAM tidak berhenti sampai di situ, HAM terus mengalami transformasi. Franklin D. Roosevelt pada 6 Januari 1941 mengemukakan gagasannya dengan 4(empat) macam formulasi di dalam forum Kongres Amerika Serikat, yaitu:

  • Kebebasan berbicara (freedom of speech),
  • Kebebasan dalam beragama (freedom of religion ),
  • Bebas dari rasa takut (freedom of fear), dan
  • Bebas terhadap sesuatu yang diinginkan (freedom of from want).[13]

Substansi HAM yang terkait dengan Peristiwa Wamena

 Semua peraturan perundang-undangan harus menjamin integrasi atau keutuhan di bidang hukum dan teritori negara dan bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah.[14] Namun sayangnya Peristiwa Wamena menjadi sebuah noda di putihnya undang-undang. Yang dinodai bukan hanya satu aspek, namun hingga berbagai aspek. Adapun bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada peristiwa di Wamena yaitu:

  • Hak Atas Hidup (Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999)
  • Hak Atas Rasa Aman (Pasal 28G ayat (1) UUD 194 5 Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999)
  • Hak Atas Kepemilikan (Pasal 36 UU No. 39 Tahun 1999). Peristiwa Wamena terjadi karena aparat keamanan yang saat itu berupaya menurunkan bendera bintang kejora, namun penduduk lokal tidak menerima hal tersebut dan menyerang penduduk pendatang. Diperkirakan 37 korban jiwa tewas, 89 orang luka-luka, sekitar 17 rumah hangus terbakar dan 11 kios terbakar. Selain itu, 13 ribuan orang mengungsi karena rasa takut (KOMNASHAM, 2019, para. 9).

Pengaruh Nilai Budaya Setempat

Pembunuhan, pemerkosaan, dan tindakan genosida yang dilakukan pada peristiwa Wamena sungguh saling tumpang tindih dengan budaya setempat dimana di daerah Papua sudah sangat sering terjadi peristiwa kekerasan akibat kemiskinan dan kebodohan yang masih belum teratasi saat ini.

 

Pengaruh Islam

Pada dasarnya manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan yang telah Allah kauniakan padanya, sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 70 yang artinya “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” Dalam ayat tersebut telah dijelaskan dengan gamblang bahwa manusia telah diberikan kenikmatan dari Allah dengan nikmat yang tiada tara, yaitu fasilitas pengangkutan di daratan, lautan ( hingga sekarang ada pula fasilitas pegangkutan di udara), untuk melacarkan lalu lintas serta hubungan sehingga manusia dari zaman ke zaman mengalami proses perkembangan dan kemajuan yang signifikan.

Sudah sepatutnya kita yang diberikan berbagai karunia oleh Allah, sebaik-baik makhluk[1] dan sebagai pemimpin di muka bumi ini[2] memanfaatkan dengan sebaik-baiknya karunia yang telah diberikan oleh-Nya. Tersebarnya islam dengan merata dan mengakar tentu dapat mengatasi masalah yang apapun, termasuk masalah yang terjadi di Wamena. Islam sangat menolak kekerasan dan Islam ialah agama yang cinta damai. Dengan penerapan nilai-nilai Islam di setiap sendi masyarakat dapat menjadi penopang segala sumbr hukum duniawi yang bersifat semu. Peristiwa Wamena mencoreng kesucian agama(Islam) yang pada dasarnya damai dan cinta kedamaian. 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 

  • Dalam tragedi yang terjadi di Wamena pada tanggal 4 April 2003 terdapat dalam 3 aspek, yaitu aspek kemanusiaan, aspek budaya dan aspek agama. Peristiwa ini hingga kini belum menemui jalan keluar yang memuaskan. Peran dari UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan peradilan hak asasi manusia, harus memiliki suatu keadilan hukum yang kuat, tidak ada kesejahteraan rakyat dan perlindungan HAM bagi masyarakat Papua. Meningkatnya kekerasan pelanggaran HAM di Papua oleh oknum militer baik TNI maupun Polri di provinsi paling timur ini. Seharusnya dengan adanya Undang-Undang tentang peradilan hak asasi manusia ini Khusus nya Papua masalah pelanggaran hak asasi manusia mengenai penyiksaan, pembunuhan, pemerkosaan, penembakan misterius bisa diselesaikan dengan baik dan dapat memberikan efek perlindungan bagi rakyat dan kesejahteraan umum bagi masyarakat Papua.
  • Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku untuk Komandan Militer dan atasan Polisi atau Sipil. Salah satu delik penting dalam UU No. 26 Tahun 2000 adalah ketentuan mengenai tanggungjawab komando atasan polisi dan sipil lainnya. Delik ini penting karena karakteristik pelanggaran HAM yang berat dengan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan senantiasa dilakukan dengan cara yang sistematis dan dilakukan oleh aparat negara. Dengan demikian pelaku kejahatan ini bukan hanya pelaku lapangan tetapi juga pihak lain yang merencanakan, mendukung atau terlibat dalam kejahatan tersebut. Seorang komandan yang memberikan perintah kepada anak-anak buahnya juga merupakan pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam delik ini pula, seorang komandan atau atasan yang tidak melakukan langkah-langkah atau membiarkan anak buahnya melakukan kejahatan dapat dikenakan pidana bahkan dengan ancaman hukuman yang sama.

 

Saran

  • Hukum Hak Asasi Manusia yang menjadi dasar perlindungan hak – hak bagi seluruh masyarakat Indonesia bahkan Dunia, menjadi patokan perlindungan yang penerapannya pun harus sesuai dasar – dasar dan norma- norma kemanusian sehingga dengan adanya hukum ini dapat memberikan kebebasan bagi manusia untuk dapat hidup tanpa ada intervensi atau gangguan dari pihak – pihak tertentu yang ingin mengganggu kemerdekaan untuk hidup dari seseorang, dengan adanya aturan yang mengatur disertai pengawasan dari pemerintah diharapkan dapat terciptanya hubungan untuk mewujudkan keamanan dan keadilan dalam persamaan hak – hak antar manusia, Kasus yang terjadi di Wamena dapat menjadi menjadi pelajaran penting dalam perkembangan aturan mengenai Hak Asasi Manusia baik pelaksanaan ataupun penerapan dalam perkembangan Hukum di Indonesia khususnya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Peradilan Hak Asasi Manusia.
  • Rumusan tanggung jawab komando diterjemahkan dari pengertian command responsibility. Namun dalam rumusannya tidak memberikan keterangan yang jelas tentang tanggung jawab komando baik militer maupun polisi dan sipil. Delik tanggung jawab komando ini diatur dalam pasal 42 UU No. 26 Tahun 2000 yang membagi dalam 2 kategori pihak yang dapat terkena delik tanggung jawab komando yakni terhadap komandan militer dan atasan polisi atau sipil lainnya.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

  • Adib bisri dan Munawar al-fatah, Kamus Indonesia Arab, Arab Indonesia, (Surabaya: Pusaka Progessifme, 1999)
  • M. Yunan Nasution, Pegangan Hidup (Jakarta : Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, 1995)
  • Kuntjoro Purbopranoto, Hak-hak Asasi Manusia dan Pancasila, (Jakarta : Pradya Paramita,1982)
  • Muhammad Amin Putra, Perkembangan Muatan HAM dalam Konsitusi
  • Baharuddin Lopa, Al-Qur’an dan Hak-hak Azasi Manusia, (Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa)
  • Pusat Data dan Analisa Tempo. (2020). Papua dan Gerakan Separatis yang Belum Pudar. Jakarta: Tempo Publishing.
  • Titik Triwulan Titik, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Surabaya: Cerdas Pustaka Publisher, 2008)
  • Tititk Triwulan Titik, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia
  • T. Mulya Lubis, In Search of Human Rights: legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order, 1966-1990, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993)
  • Yeni Handayani, Pengaturan Hak Asasi Manusia, Konstitusi Konstitusi
  • C. Anwar, Teori dan Hukum Konstitusi, (Malang: In-Trans Publishing, 2011)
  • Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: Rajawali Press. 2009)
  • Al-Qur’an Terjemah Kemenag

 

Sumber Artikel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun